Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dokumentasi Pribadi: Riset Imigran dari Jawa di Kaledonia Baru 1896-1950-an

1 Desember 2024   22:46 Diperbarui: 1 Desember 2024   22:50 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah di Kaledonia Baru awal abad 20, seorang supervisor pembuat jalan berkabangsaan Prancis meminta pegawainya orang Jawa membawakan batu-batu kecil: Toi Va Chercher Caillou pour faire La Route .  Namun telinga orang Jawa itu malah membawakan kayu. Vala kayou patrong.  

Rupanya telinga pegawai orang menangkap perintah majikannya  caillou berarti batu kerikil sebagai kayu. Tidak heran mengeja voila sebagai vala dan patron sebagai patron, dan kayu dibuat dengan bahasa Prancis sekenanya.

Di tempat lain seorang ibu rumah tangga Prancis meminta pembantu rumah tangganya seorang Jawa mengambil topi. Dalam bahasa Prancis topi adalah chapeau. Tetapi telinga pembantunya adalah sapu dan dibawakan sapu.

Anekdot ini ada dalam buku L'immingration Javanaise en Nouvelle-Caledonie 1896-1950 yang ditulis Fridayanti Muljono Larue. Buku ini tidak terlalu tebal bercerita tentang terbentuknya komunitas Orang Jawa di jajahan Prancis terakhir itu saya pinjam dari CCF baca pada 12 Mei  2008 dan catatannya ada di diary saya.

Orang Jawa yang pertama datang berjumlah 170 orang berangkat pada 16 Februari 1896 dengan kapla Saint Louis. Tiba di Noumea 28 Juni 1896.  Kedatangan ini kedatangan imigran lainnya melalui sindikat dan di antaranya ada pasangan menikah.

Pada 1899 menurut Administrasi Prancis yang dikutip buku itu (lihat Tabel)  penduduk  Kaledonia sal Jawa berjumlah 215 bekerja di sektor pertanian domestik (pembantu rumah tangga). Pada 1907 datang 809 orang Jawa termasuk anak-anak dan remaja  hingga populasinya di atas seribu jiwa.

Tabel  Jumlah pekerja berdasarkan bangsa  Sumber Foto: buku L'immingration Javanaise en Nouvelle-Caledonie 1896-1950
Tabel  Jumlah pekerja berdasarkan bangsa  Sumber Foto: buku L'immingration Javanaise en Nouvelle-Caledonie 1896-1950

Dari buku itu terungkap upah minimum setiap bulan 12 florin untuk laki-laki dan 6 florin untuk perempuan.   Keberadaan orang Jawa di Kaledonia Baru ini disinggung di Harian Sinpo edisi 20 Mei 1949, di antaranya pada 1903 upah disediakan 9 franc per bulan. Namu nada juga mendapat upah 15-20 franc per bulan bergantung usia pekerja.

Saya juga membaca lampiran Soerat Kawin tertanggal  29 Juli 1950 menyebutkan penghulunya M. Achmad Dahlan menikahkan seorang pria bernama  Boedjari dengan seorang perempuan bernama Manisan dengan mas kawin 50 franc.  Itu artinya di antara imigran Jawa ini kebanyaan  penganut Islam, namun ada yang Katolik.

Ketika merilis catatan ini di Kompasiana, saya mencari sumber lain di: Histoire Javanaise Nouvelle Caledonie 

Sumber itu menyebutkan  pada16 Februari 1896, sebuah kapal berlabuh di pantai Kaledonia Baru dari Jawa membawa 163 orang termasuk 23 perempuan, semuanya orang Jawa. Mereka datang dari Hindia Belanda ketika  kelaparan dan pengangguran merajalela. Orang Jawa ini kehilangan sawah yang memberi makan penduduk secara turun-temurun digantikan oleh perkebunan besar kopi, nila dan tembakau oleh pemukim Belanda.

Orang Jawa ini mempunyai kontrak lima tahun. Mereka dipekerjakan oleh pemukim Perancis untuk bekerja di perkebunan kopi. Mereka diberi nomor pendaftaran dan kontrak hukum yang disebut "buku kecil yang terikat".

Kondisi Pekerja

Faktanya, mereka berada dalam kondisi semi-perbudakan. Mereka tidak bebas bergerak  dan sebagai pekerja kontrak, mereka  harus mematuhi mutlak pada patron.  Mereka pertama kali dipekerjakan di perkebunan, kemudian di tambang nikel. Pekerjaan yang paling berat diperuntukkan bagi orang Jawa.

Antara 1896 dan 1949 - tanggal konvoi terakhir yang di dalamnya ada orang Indonesia yang kali ini bebas memilih untuk datang ke Kaledonia Baru - 87 perahu mendaratkan 20.000 orang Jawa di Kaledonia Baru.

Sejak 1939, masyarakat Jawa  berhak memperoleh tempat tinggal gratis, dan pada 1946, kebebasan bergerak dan kemungkinan untuk mendirikan usaha sendiri dan menjalankan pertanian mereka sendiri.  Kehidupan mereka sudah mulai berubah.

Pada 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri.  Orang Jawa yang menetap di Kaledonia Baru menjadi warga negara Indonesia. Antara 1945 dan 1955, ribuan orang Jawa Kaledonia Baru mudik dan bergabung dengan orang Indonesia.

Pada 9 Juli 1955, tanggal kembalinya konvoi terakhir sejumlah besar pekerja. 591 orang dipulangkan ke Indonesia. Sebuah dokomuen Horizon  mengungkapkan  terdapat 87 konvoi  sejak 1896 hingga 1949. Sekira 20 ribu orang Jawa sudah datang ke Kaledonia Baru  untuk bekerja dengan jangka waktu berbeda-beda.  Baca: Horizon

Dokumen itu menyebutkan hampir 15.000 orang kembali ke Jawa pada akhir kontrak mereka antara 1930 dan 1935. Termasuk ketika terjadi  krisis besar pada 1929.  Angka itu juga termasuk yang pulang  antara tahun 1948 hingga 1955, pada tahun-tahun pertama kemerdekaan bangsa Indonesia.

Namun yang mereka dapati ketika pulang malah membuat mereka miris.  Pasalnya tanah yang mereka pijak tidak lagi dikenali, mereka harus menyesuaikan diri. Hanya saja kalangan muda yang sempat mengeyam  sekolah di Perancis bangkit kembali dan mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan Prancis. Mereka bisa ikut serta dalam pembangunan Indonesia, di konsulat atau pusat kebudayaan.

Sayangnya tidak demikian dengan orang tua mereka. Bagi mereka situasi di Indonesia menjadi rumit. Sebagian orang-orang kembali kehilangan tabungannya dan mengikuti program transmigrasi mengolah lahan terlantar agar subur.

Sumber keempat yang saya baca adalah  Cornell Paper terbitan 1971 dari sejarawan ahli Asia Tenggara dari Amerika Craig A Locard bertajuk "The Javanesse As Emigrant" Observation and Development of Javanesse Settlement Overseas".  

Locard menjabarkan dengan baik mengapa Kaledonia Baru akhirnya memilih para pekerja dari Asia Tenggara setelah kepulauan ini dianeksasi pada 1853. Mereka menjadi Kaledonia Baru sebagai koloni hukuman bagi para narapidana untuk pertambangan nikel. Namun pada perkembangannya banyak imigran Eropa membangun pertanian dan perkebunan kecil dengan komoditas kopi dan semakin banyak pada 1890. Sementara pada 896 transportasi hukuman dihentikan.

Akhrinya muncul kebutuhan tenaga kerja. Mulanya orang Melanesia (kini disebut orang Kanak).  Namun mereka cenderung suka memberontak terhadap Pemerintah Kolonial Prancis. Pemerintah pusing kemudian memaka jasa orang Tiongkok dan Jepang.

Orang Jepang dan orang Tiongkok punya agenda  komersial dan mereka  tidak cocok jadi pekerja tambang. Kedua bangsa ini menurut Kolonial Prancis sulit dikendalikan.   

Itu sebabnya Prancis mencari alternatif lain,  mendatang orang Tonkin (Vietnam) dan Jawa. Khusus untuk Orang Jawa punya keahlian untuk bekerja di perkebunan kopi.

Sayangnya perlakukan terhadap tenaga kerja dari Asia Tenggara buruk dengan sanksi pidana, termasuk salah bicara yang dinilai  tidak sopan kepada mandor, apalagi melarikan diri.  Kontrak berlaku lima tahun namun hanya sedikit uang bisa disimpan, karena lebih banyak habis untuk makanan, penginapan dan pengobatan. 

Pemukimannya menyedihkan, baik perempuan dan laki-laki, segala usia tinggal di satu gedung, tidak ada privasi, sanitasi yang layak. Jam kerja jauh di bawah standar internasional terutama bagi mereka yang bekerja di pertambangan nikel.

Pada tahun awal perang Dunia ke II muncul berbagai kerusuhan buruh yang membuat pemilik perkebunan merasa dalam bahaya. Seorang pria  kulit putih berhadapan dengan 50-60 orang Jawa dan Tonkin.  

Kedatangan orang Amerika pada 1942 membawa perubahan. Pendudukan Amerika membawa kedermawanan hingga mengesankan para pekerja Jawa dan Tonkin. Mereka yang bekerja untuk orang Amerika mendapat upah besar.

Pada saat yang sama, Pemerintah Prancis memutuskan secara sepihak untuk memperbarui perjanjian kerja, yang sebagian besarnya telah berakhir.

Imbasnya terjadi eksodus massal orang-orang Asia Tenggara ini ke kamp-kamp Amerika.  Pada 1944 sebagian besar orang Tonkin melakukan pemogokan massal diikuti orang Jawa.

Akhirnya Pemerintah Prancis menyerah dan menghapuskan perjanjian ekrja yang buruk dan memberikan tempat tinggal gratis.  Setelah Perang banyak orang Jawa kembali dan hanya sekitar tiga ribu orang menetap secara permanen.

Jakarta Globe edisi 19 Februari 2017 memperikirakan terdapat tujuh ribu orang keturunan Indonesia di Kaledonia Baru. Populasi negeri itu sendiri 268.767 jiwa.  Sebagian besar dari mereka tidak bisa berbicara Bahasa Indonesia tetapi fasih berbahasa Jawa.

Irvan Sjafari

Foto:

https://caledolivres.nc/fr/histoire/10196-l-immigration-javanaise-en-nc-occasion.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun