"Norma itu tukang berkelahi di Medan. Makanya aku jatuh cinta!"
"Kalau Widy aku pernah dengar dia pernah berkelahi waktu SMP."
Syafri dan Azrul tidak perlu ikut campur, seorang anak kampung situ temannya Somad juga ikut hingga 6 lawan 6.  Di luar dugaan Norma dan Widy mampu melawan anak geng yang berbadan besar.  Widy memperlihatkan kemampuan bermain pencak dan jiujutsu, sementara Norma  memperlihatkan gerakan judo.
"Waduh, untung aku nggak pernah dibanting!" kata Azrul.
Hanya lima menitan berkelahi. Beberapa bapak dari anak geng itu datang. Â Juga Haji Djuanedi dan beberapa sesepuh. Â Bapak dari anak yang berkelahi dengan Norma dan Widy lebih marah lagi.
"Kau berkelahi dengan perempuan pula!"
Perkelahian dan main layangan pun bubar.
Muka Norma dan Widy tidak lebam. Hanya kulit tangan mereka lecet-lecet. Rupanya anak geng ini berpikir kalau sampai menciderai. Â Hanya saja wajah Lutfi lebam.
Babe Djunaedi mengajak mereka ke rumah dulu. Istrinya mengobati luka lecet Widy dan Norma, serta Lutfi dan Somad. Â Â
"Sudah itu minum susu lalu siap-siap Salat Magrib sana!"
Lalu Babe Djun menghampiri Syafri dan Azrul sambil mengacungkan jempol. "Kalian punya istri hebat!"