Pegiat lingkungan dari  Yayasan Masyarakat Gunung Indonesia Pepep Didin Wahyudin mengingatkan gunung harus diperlakukan seperti mahluk.  Di mata pria kelahiran 1984 ini, gunung adalah simpul penyeimbang.  Jika gunung  sampai hancur maka kehidupan pun akan hancur.
"Gunung itu hadir, eksis dan lestari  dan dia menjamin keseimbangan kehidupan manusia.  Fungsi gunung sebagai ekologis bukan saja tempat rekreasi," ujar Pepep ketika saya hubungi beberapa waktu lalu.
Masyarakat seharusnya juga  menjadikan gunung sebagai tempat mencari ilmu dan pencerahan.  Sayangnya hingga hari ini gunung hanya sebagai ruang menjadi tempat perputaran uang mulai pariwisata dan pemanfaatan yang kerap  destruktif.Â
"Adanya botol-botol plastik yang betebaran dan tanah yang tergali akibat offroad, menandakan etika memperlakukan gunung dengan rendah sekali," kata pria kelahiran 1984 ini.
Pada Maret lalu, alumni STSI Bandung ini memviralkan  kegiatan  wisata ATV (motor roda empat)  di kawasan Gunung  Papandayan yang sebetulnya merupakan kawasan  konservasi tak berizin.
Pepep juga pernah melakukan riset  di Situ Ciharus, Cagar Alam Kamojang,  aktivitas  motor  trail ternyata membuat 2.500 meter kubik tanah sedimentasi yang berakhir di Ciharus.  Jumlah ini setara  250 truk pembawa truk pasir.  Sementara di Jayagiri kendaraan offoad  membuat tanah terbongkar  dan  berakhir di Sungai Cikapundung.Â
Namun motor trail atau offroad hanya sebagian kecil dampak komersialisasi dan pariwisata untuk hutan dan gunung.  Contoh yang cukup menyolok dari komersialisasi pariwisata terhadap gunung adalah Kawasan Bandung Utara (KBU), di mana Perdanya tidak lagi efektif.  Kelemahan perda itu, kata Pepep terletak pada pendekatannya  menitikberatkan pada dampak lingkungan. Pendekatan ini rumit dan panjang.
Meskipun demikian pada 2016 pernah ada sebuah kafe yang dibongkar di Tahura Djuanda. Hal ini bisa terjadi karena kafe telak berada di kawasan konservasi. Â Harusnya lebih banyak kawasan konservasi di KBU.
Pepep juga  mengingatkan bahwa bencana banjir dan longsor yang akhir-akhir ini terjadi di sekitar Bandung Raya  datang dari hutan dan gunung yang kondisinya sudah sangat meresahkan. Â
Untuk memperbaiki kerusakan di Bandung Raya  harus  dimulai  di titik hulu, yaitu di gunung," pungkas penulis buku Manusia dan Gunung ini.
Apa yang dinyatakan Pepep sudah dikatakan Inspektur Jawatan Kehutanan Jawa Barat Kusnowarso memperingatkan bahaya deforestasi pada Pikiran Rakjat edisi  28 September 1950.  Apa yang disampaikan jauh sebelum bencana banjir dan longsor yang menjadi isu krusial di kawasan Bandung Raya- juga sebetulnya di daerah lain di wilayah Indonesia.