Zia memparkir sepedanya. Petugas toko membantunya. Lalu dia mengajak Farid ke dalam. Zia mengagumi aritektur Oen yang dibuat seperti aslinya.
"Aku mau es krim jagung," kata Farid.
"Ya, silahkan. Zia sendiri memesan es krim stroberi yang mengingatkannya pada Titanium."
Hanya belasan pengunjung di kafe itu. Mata Farid tertuju pada seorang asing berkulit putih dan dua orang berkulit cokelat dan seorang berkulit putih lainnya sedang berbincang-bincang.
"Kak Zia, itu kan paman Van de Bosch?" katanya.
Zia menunjukan telunjuknya pada bibir menyuruhnya diam. Lalu dia mengambil kain untuk menutup kepala Farid. Dia juga mengambil gambar melalui ponselnya dan segera mengirimnya ke Raya. Tak lama kemudian Bosch dan tiga rekannya menuju kasir dan meninggalkan kafe.
Jangan ikuti mereka. Kami yang melacak mereka. Pesan dari Raya.
                                                      *****
Raya mengikuti mereka dengan sepeda Maurizia, begitu juga Letnan Robin. Tak lama kemudian bergabung dua agen polisi yang memperkenalkan dirinya bernama Anom Nurtanio dan Rini Siti Aminah. Mereka mengenakan baju surjan lurik-lurik dan celana cokelat dengan topi pet cokelat tua mengendarai sepeda motor.
"Masih yakin polisi hanya untuk seremoni, menyeberangkan anak-anak di jalan, hingga ambil anak kucing di pohon?" tanya Raya.
"Kenyataannya nggak pernah ada kejadian kriminal. Kalau yang di Tanjung Jakarta kan itu urusan militer!"