Makan malam pukul 19.30, hanya Raya, Bagus, Purbaendah, Cynthia serta Letnan Robin di ruang makan bersama Kapten Bismo dan Peltu Fana.
Sementara Kanaya, Yura, Zia dan Farid, Subarja lebih suka di bawah dek bersama para prajurit dan bintara. Letnan Wolter  lebih memilih bersama  mereka. Sementara  Farid duduk dengan manis di samping Zia. Dia makan seperti apa yang dimakan Zia.
                                                          ****
Mereka tidur lebih cepat. Hanya awak piket bekerja, selebihnya kapal berjalan secara auto. Farid satu kabin dengan Zia, Kanaya dan Yura. Farid tidur di atas Zia, di ranjang bertingkat itu. Sementara Yura dan Kanaya ada di seberangnya.
Purbaendah, Raya, Cynthia dan Peltu Fana di satu kabin. Selama di kapal pisah dengan Bagus, yang berada bersama Letnan Robin, Letnan Wolter dan Letnan Roma Saragih di kabin lain.
Robot lutung kasarung ada di kabin Bagus dibuat "sleep", tetapi radarnya bekerja menembus dinding kapal sejauh satu kilometer ke samping dengan ketinggian pengamatan lima ratus meter di atas laut dan lima ratus meter di bawah permukaan laut.
Sementara Subarja malah di dek bawah bersama para tamtama dan bintara.
Farid gelisah dia bermimpi masih ada di penisi bersama ibunya sarapan di dek bersama keluarganya menyaksikan matahari terbit.
"Bunda, Paman Adolf dan Paman Bosch kok di pagar kapal. Mereka pakai baju apa?"
"Loh, kok paman-paman itu nggak bilang ibu mau menyelam. Mereka bawa apa? Waduh itu kan kotak dari Pak Badillah."
Empat orang itu bukan menyelam melainkan terbang dengan parasut terbang. Para awak dan penumpang kapal terperangah. Lalu ada yang meluncur di bawah air. Lalu terjadi guncangan dan Farid sudah di laut ditolong ibunya memegang papan.