Purbaendah, Cynthia dan Kapten Bismo bernyanyi bersama.
Angin bertiup/layar berkembang/ Ombak berdebur di tepi pandai/pemuda berani/bangkit sekarang/ke laut kita beramai-ramai.
"Kau bisa menyanyi juga Cynthia?" tanya Raya.
"Iya, aku dan Nola pernah menyanyi karena tinggal satu pemukiman di selatan Tanjung Jakarta," kata Cynthia.
"Sialan, aku baru tahu," cetus Raya.
"Saya juga dulu hobi nyanyi," kata Kapten Bismo.
Nyiur hijau di tepi pantai/ Siar-siur daunnya melambai/Padi mengembang/ kuning merayu/burung-burung bernyanyi gembira....Cynthia pun menyambung.
"Ajarin aku lagu itu," pinta Purbaendah.
"Seperti apa Bumi sekarang," kata Bismo dengan mata berkaca-kaca.
"Lebih baik dibanding ketika ditinggal nenek moyang kita, walau masih kacau. Para warlord berkuasa di sejumlah tempat dan di sejumlah negara  berdiri negara-negara kerajaan mesianistik," terang Raya.
Subarja lebih suka bersama para kelasi dan tentara di ruang meriam. Dia benar-benar mempelajari spesifikasi senjata. Letnan Wolter wakil  dari Kapten Bismo menyukai keseriusan Subarja. Dia pun dengan senang hati  mengajarnya. Dia juga nggak segan-segannya ikut membersihkan meriam pelontar peluru api itu.