"Mungkin juga bandara disentuh. Untung Manuk Dadali sudah dihidupkan perisainya," sahut Raya. "Tapi sasaran mereka sepertinya di sini."
Hanya beberapa menit kemudian Kanaya dan Yura sudah dengan sepedanya dan menghidupkan perisai untuk melindungi Gubernur tepat pada waktunya. Lalu balas menembak dua robot hancur sekaligus. Sementara Maudy menjatuhkan satu robot lagi sambil berlindung di balik bendi-bendi yang hancur dan berapa kuda mati. Sementara Erwien menggigil di sampingnya.
"Yang lain pada ngacir. Luh nggak takut?" terdengar suara Erwien.
"Ya, luh kenapa nggak pergi?" jawab Maudy sambil menembak dengan santai.
Pasukan asing bergerak tidak untuk membinasakan mereka tetapi menuju suatu tempat sambil menembak. Seorang serdadu tertembak kakinya. Yura segera mematikan perisainya dengan tangkas menaikan prajurit itu lalu menghidupkan lagi perisainya.
Erwien memberanikan diri mengambil senjata serdadu yang tergeletak membidikan ke arah robot yang menjauh. Kena robot itu oleng, karena tembakan kurang akurat, robot itu berbalik hendak menembak Erwien. Pada saat itu Maudy balas menembak dan robot itu terkapar. Tetapi pihak lawan menjauh.
Kapten Daud memilih mengungsikan rombongan Gubernur Benyamin dan sipil dengan enam serdadu tersisa. Empat serdadu gugur dengan tubuh terkoyak di hamparan plaza, enam lagi luka-luka.
Bantuan datang berupa Robot Ondel-ondel setinggi tiga meter mengejar robot-robot dan pasukan lawan.
"Keren pisan! Kita juga punya robot etnik yang kita tinggalkan di Bandung, Bumi dan mudah-mudahan ditemukan Dedi Cumi pada waktunya. Sama kerennya! Peninggalan orang Gedebage dulu."
Satu robot ondel-ondel menghancurkan robot lawan. Tetapi robot lawan membalas menjatuhkan robot ondel-ondel.
Maudy mengambil satu bendi tidak hancur dan bersiap mengejar.