Kami berlima menesuri jalan Lembang yang sudah rusak dengan tumbuhan  hutan dan tiba di Tangkubanparau  sekitar satu atau dua jam mengayuh.  Di sana Raya mengajak kami memasuki sebuah bangunan yang disembunyikan di balik daun-daunan.
"Sisa stasiun telekomunikasi Bumi  yang peralatannya sebagian diangsur dari Gedebage. Yang di bawah Purbaendah itu juga dari Gedebage teknologi terakhir yang dibangun sebelum peradaban umat manusia di Bumi runtuh, juga ada di negara lain entah ada di koloni manusia lain," papar Raya.
"Ada di kamar anjeun juga, ipar," kataku kesal. "Komunikasi intersellar!"
"Betul. Berkat alat itu adik Purbaendah ini bisa menemukan pujaan hatinya dan aku bisa kontak dengan tunanganku di Kuantum XX sekali. Tapi setelah itu kehilangan kontak, entah mengapa. Itu yang membuat aku khawatir."
Di sana ada beberapa penduduk desa menyiapkan makanan untuk kami. Â Mereka sudah tahu dan sudah dibina. Di antaranya seorang perempuan tua.
"Ini Mak Eti, dia pemilik warung di Kabandungan. Aku ajak ke sini untuk masak buat tamu-tamu aing," terang Bagus.
Aku akui masakannya enak. Purbasari juga makan lahap.
"Apa yang kalian siapkan? Manuk Dadali itu apa?" desak aku. "Pesawat ruang angkasa untuk mengarungi ruang angkasa, untuk ke mana, Titanium atau mengantar teteh ini ke Kuantum XX? Di mana Manuk Dadali itu?"
"Rahasia, di tempat yang tidak kalian sangka," jawab Bagus. "Kami yakin, kalian akan mengacau kalau diberi tahu."
 "Oh, ya teman-teman kita tak sabar rupanya menyusul," kata Purbaendah.