Harusnya misinya membawa pulang aku, tapi pengobatan hanya bisa dilakukan di Bumi. Lagipula mereka tidak menduga bahwa aku sudah menikah dan Purbasari. Perintah Dewan: Angkut semua tidak mudah.
Sementara warga Cupu Mandalayu membutuhkan kami. Mereka butuh berlindungan. Sewaktu-waktu pasukan Pasir Batang akan menyerang. Â Para pengawal Purbasari dilatih menembak dengan senjata high voltase yang dibawa cukup banyak. Lawannya juga tangguh. Aku khawatir pertempuran besar tidak bisa dihindari. Â Itu kekhawatirannya.
Tentu saja saya bertambah teman salat, termasuk Ambu. Â Aku senang Ambu ikut memasak. Dia juga memeriksa kesehatan anak-anak Cupu Mandalayu dan memberinya vitamin.Â
Setelah dua minggu, sebagian besar bulu-bulu mulai rontok, terutama di wajah dan tangan. Tetapi Purbasari sudah sembuh. Kulitnya mulus dan kembali cantik. Rambutnya juga bertambah panjang dan hitam mengkilat.
"Anjeun bertambah cantik," ucap aku.
"Kakanda juga bertambah tampan," dia ganti memuji
Teteh Mayang dan Teteh Ira masih rajin berpatroli ditemani  Sersan Mayor Malik Tanjung, Prajurit Tika Dayanthi,  Prajurit Prapto Sulistyo.  Sementara komandan pasukan kawan saya Letnan Satu Samuel Wanggai dan tentara lainnya melatih para pengawal.
Minggu lalu  Gigin kawan sedusun Dadung Baladewa juga datang bergabung. Dia berbakat untuk menjadi prajurit. Katanya dia ingin melawan Purbararang.
"Aneh juga kehadiran sudah dua minggu tidak disadari Pasir Batang," ucap Purbaleuwih.
Itulah aku tanyakan dalam hati. Â Mereka belum tahu atau sudah tahu dan menyiapkan rencana.