"Anjeun sendiri?"
Dadung mengangguk. "Apa anjeun Dewa dari Kahyangan?"
Aku tergelak. Â "Abdi mah manusia seperti kamu barudak, sok panggil saja abdi Guru, mau dipanggil Lutung juga boleh."
Tetapi Dadung tetap mengikuti aku.
"Kamu nggak pulang, nggak punya rumah?"
"Punya, tetapi tak aya nasi."
Aku mulai paham. Negeri ini dipimpin seorang lalim.
"Saha Purbararang barudak?"
Matahari hendak tenggelam. Aku mengajaknya ke tepi sungai. Di sana aku melepas sepatu dan salat. Harusnya tadi dusun itu. Tapi suasana sudah tidak nyaman. Dadung memperhatikan dengan heran.
"Dewa lagi ngapain?"
Aku paham bahwa pada zaman ini pra Islam. Â Tahun berapa ini menurut sejarah Bumi? Tadi peta virtual di pesawat tidak ada lagi danau besar yang diceritakan Teteh Mayang dan sempat direkam. Tempat itu sudah jadi daratan.Â