"Raden Purbaendah itu saha?"
"Adik Purbararang yang memihak dia. Dia juga punya senjata jahat. Prabu Tapa Agung punya tujuh anak, perempuan semua."
"Purbasari?"
"Kata Abah dia diasingkan ke hutan Cupu Mandalayu, jauh dari sini. Prabu Tapa Agung sendiri juga mengasingkan diri."
"Yang di pihak Purbasari?"
"Ada Purbaleuwih. Dia masih memimpin pemberontakan. Tetapi sudah terpojok."
Aku hanya mencuci muka, lalu mengajak Dadung ke pesawat untuk mengambil kantung tidur cadangan. Dadung takjub melihatnya. Â Pesawat aku kunci dan aku tutupi daun-daun tepus agar tidak ditemukan orang kerajaan Pasir Batang. Aku tebak, sekarang aku jadi buronan.
Lalu aku mengajak Dadung ke tempat yang agak lapang membuat bivak dari batang tepus dan api unggun. Â Kami tidur dengan kantung tidur setelah makan malam dari perbekalan. Â Aku juga membuat parameter dengan diameter dari bivak sejauh lima ratus meter kalau ada yang masuk maka alarm berbunyi.Â
Parameter itu berupa gelombang ultrasonic yang menyakitkan bagi binatang kalau melintas. Namun kalau manusia yang melintas alarm ini berbunyi memberi tahu aku. Alarm ini sebetulnya untuk bolo, kalau warga Titanium bermalam di hutan. Â Efisien, untuk membuat persiapan kalau bolo masuk. Â Entah mahluk di Bumi.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H