Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bandung 1965, Runtuhnya PKI Jabar

1 Maret 2020   21:12 Diperbarui: 1 Maret 2020   21:09 4735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Headline Pikiran Rakjat 6 Oktober 1965-Ilustrasi Audividual Perpusnas.

Selasa 1 Juni1965 ,  Ribuan kader Partai Komunis Indonesia  (PKI) merayakan hari ulang tahun partainya di Lapangan Tegallega. Semangat menyelesaikan revolusi Indonesia dan perjuangan anti neo kolonialisme mewarnai teriakan massa.  Ketua PKI Cabang Bandung Amir Anwar Sanusi mengatakan bahwa Revolusi Indonesia tidak mungkin diselesaikan oleh PKI sendiri.

Ikut memberi sambutan Gubernur Jawa Barat Mashudi yang mengingatkan PKI agar menerima pancasila sebagai taktik perjuangan dan memegang teguh sebagai azaz pemersatu dan tidak mencoba sendiri-sendiri menyeleraskan revolusi dan perjuangan anti neo kolonialisme.

Anwar Sanusi, menjelang 40 tahun pada waktu itu, memang tercatat pernah menajdi Ketua Fraksi PKI dalam konstituante, belajar otodidak dan kursus hingga pendidikannya setingkat SMA, serta aktif di gerakan buruh. Tokoh inilah yang mengeluarkan pernyataan pada akhir September 1965 bahwa "Ibu Pertiwi hamil tua, dan peraji (dukun beranak) sudah siap untuk kelahiran sang bayi" dan dimuat di sejumlah surat kabar(1).

Pernyataan pada 1 Juni dan akhir September 1965 menunjukan bahwa dia sama sekali tidak menduga bahwa salah satu partai besar di Indonesia bakal tamat riwayatnya. Khususnya di Jawa Barat keruntuhan para kader dan pengikut partai ini tidak mengalami nasib yang naas seperti rekan-rekan mereka di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan daerah lain. 

PKI terkesan pongah dan terlalu yakin  bahwa mereka kuat, menjelang 30 September, berita tentang tuntutan PKI untuk membubarkan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). DN Aidit dalam rapat raksasa CGMI (organisasi mahasiswa PKI) pernah berpidato: "Kalau tidak berhasil membubarkan HMI, maka anggota-anggota CGMI mengganti celana dengan sarung", konsekuensi pernyataan ini untuk persoalan PKI di Bandung, akan saya ulas dalam tulisan lanjutan (2).

Sekalipun manuver sejumlah kader PKI di Jawa Barat juga mengumpulkan banyak musuh terutama dari kalangan Islam.  PKI tidak terlalu punya akar yang begitu kuat di Jabar terutama di perdesaan oleh berbagai sebab, kecuali di daerah tertentu seperti Subang dan Cirebon, hingga kalangan mahasiswa di Bandung.

Tak banyak yang bisa didapatkan, apa yang terjadi di Bandung pada awal Oktober 1965, saya tidak mengulas berbagai versi terkait Gerakan 30 September 1965, saya hanya menemukan Pikiran Rakjat terbit 4 Oktober 1965 di mikrofilm Perpusnas (mungkin saja ada lembaran terbit pada tanggal 2 atau 3 Oktober). Seperti surat kabar lain , awalnya menceritakan soal penculikan enam perwira tinggi dan satu perwira pertama, serta tertembaknya putri dari Jenderal A.H Nasution, Ade Irma Suryani, yang mengejutkan massa.

Pusat Penerangan Angkatan Darat mengumumkan  lewat RRI  bahwa Gerakan Kontra Revolusioner 30 September  di Jakarta telah menculik Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Suprapto, Mayor Jenderal S Parman, Mayor Jenderal Haryonoo M.T, Brigjen Panjaitan. Brigen Sutojo dan Kapten Pierre Tendean. Sementara Jenderal A. H Nasution selamat dan dalam keadaan sehat walafiat.

Dari sumber primer yang saya dapatkan sepanjang Oktober hingga November PKI di Jawa Barat runtuh dengan cepat, dibubarkan anggotanya sendiri, yang terkesan tidak tahu menahu  pada apa yang terjadi di Jakarta.  Anwar Sanusi sendiri tertangkap di Jakarta beberapa bulan setelah kejadian (3).  Kebanyakan reaksi awal adalah pernyataan yang mengutuk Gerakan 30 September, begitu hati-hati awalnya tidak menyebut PKI sebagai dalangnya.

Nina Herlina Lubis dalam tulisannya , menjadi referensi baik mengungkapkan apa yang terjadi di Bandung  pada 30 September hingga awal Oktober.  Ketika terjadi peristiwa 30 September tersebut, menurut sejarawan Unpad tersebut,  Gubernur Jabar Mashudi sedang berada di Beijing, menghadiri perayaan 1 Oktober di Lapangan Tiananmen, bersejumlah petinggi MPRS.  Mashudi dan rombongan mendapat informasi dari PM RRC Cho En Lai bahwa di Jakarta ada penggulingan kekuasaan oleh apa yang menamakan dirinya Dewan Revolusi.  Sayangnya, Duta Besar Indonesia untuk RRC-yang tidak pernah kembali-tidak memberikan informasi yang jelas.

Rombongan juga tidak bisa pulang pada 2 Oktober karena lapangan terbang ditutup.  Baru pada 4 Oktober mereka pulang atas bantuan Raja Sihanouk dari Kamboja dan setibanya di Kemayoran dijemput Tim Kostrad dan diberi penjelasan tentang apa yang terjadi.  Malam harinya dia langsung ke Bandung.

Keesokan harinya Mashudi mengadakan rapat pimpinan dan bersyukur Wakil Gubernur dan maupun pimpinan DPRD tidak mengeluarkan pernyataan mendukung G 30 S. Dia juga mendapat penjelasan dari Pangdam Ibrahim Adjie.  Setelah itu Mashudi baru mengeluarkan serangkaian tindakan yang terkait dengan aparatur pemerintahan.  Secara personal Mashudi terpukul, karena salah Jenderal Achmad Yani dekat dengan dia.

Sementara di grass root, menurut Pikiran Rakjat, 4 Oktober 1964, pimpinan Gerakan Pemuda Ansor Jawa Barat Mohamad Husni Minwari dan pimpinan PMII Jawa Barat Ghozalie menyerukan kepada segenap umat Islam agar taat pada Pimpinan Besar Revolusi/Pahlawan Islam dan Kemerdekaan Bung Karno.  Mereka meminta seluruh pimpinan dan anoota Ansor dan PMII Jabar waspada, ikut memelihara ketertiban umum, serta memanjatkan doa.

Hal senada juga dinyatakan Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Bandung, Persatuan Purnawirawan ABRI, Serikat Sarjana Muslimin, serta partai PSII, NU, IPKI, Partai Katolik dan mereka mengutuk gerakan 30 September dan menyerukan hukuman setimpal bagi pelaku-pelakunya. Mereka seperti halnya HMI koordinator Jawa Barat juga menyatakan dukungannya terhadap Siliwangi. HMI Bandung juga menyatakan duka sedalam-dalamnya terhadap gugurnya Ahmad Yani sebagai pelindung HMI (4).

Pikiran Rakjat 6 Oktober 1965 menjadikan headline "Korban Petualangan Teroris G 30 S, Pemakaman 7 Pahlawan Revolusi", "Tjungkil Mata, Serta Potong Alat Kelamin: Tjara2 G 30 S", hingga "Pak Nas Lolos: Putrinya Dibunuh".  Dalam berita disebutkan jenazah ditemukan di kawasan tempat latihan Pemuda Rakyat.   Pemberitaan ini muncul di banyak surat kabar lainnya. Massa pun mulai emosional.

Reaksi Pertama Kalangan Kampus

Front Pemuda Jawa Barat mengeluarkan pernyataan yang emosional di mana tergabung ormas pelajar dan mahasiswa Jabar mengutuk sekeras-kerasnya Gerakan 30 September dan Kikis Habis Semua Dewan Revolusi/30 S.  Pangdam V Siliwangi Ibrahim Adjie "Peristiwa 30 S akan menambah pengalaman kita untuk mengamankan Korps Angkatan Bersenjata sebagai pengawal Revolusi dan Presiden.

Pada halaman 1 juga PMII Cabang Bandung mengeluarkan pernyataannya yang menuding PKI menjadi dalang Gerakan 30 S.  Pada 5 Oktober 1965 ratusan mahasiswa Bandung melakukan demonstrasi  mendatangi kantor CGMI di Jalan Surapati dan kantor Warta Bandung di Jalan Naripan yang berafiliasi pada PKI.  Mereka menuntut hukuman gantung bagi pembunuh para jenderal TNI AD kita.

Ketua PMII Bandung Bakir Bachtiar mengeluarkan pernyataan bahwa PMII siap jihad fisabillilah untuk menghancurkan leburakan gerakan kontra revolusi G 30 S, yang jelas-jelas mau menghancurkan agama Islam di Bumi Indonesia. Para demonstran juga mendatangi Kodim, Kepolisian dan Kejaksaan juga meminta pembubaran PPMI (Perserikat Perhimpunan Mahasiswa Indonesia). Disebut toko-tokoh di Kosambi banyak yang ditutup pada aksi demonstrasi (5).

Selain didalangi PKI, sudah beredar rumor  bahwa Gerakan 30 September  adalah konflik internal Angkatan Darat. Hal ini disikapi Angkatan Darat dengan cepat. Pada 7 Oktober di Jakarta, Kepala Puspenad Brigjen Ibnu Sutowo dalam briefieng dengan pemimpin redakasi surat kabar bahwa G 30 September bukan masalah intern Angkatan Darat. Pada hari yang sama Ketua MPRS Idham Chalid menyerukan kepada segenap pegawai sekretariat MPRS siapa siaga membantu ABRI .

Sementara di Bandung pada hari yang sama, Dewan Mahasiswa ITB membekukan untuk sementara semua kegiatan CGMI Komsiariat ITB untuk sementara, sampai ada pengumuman dari pemerintah.  Dema ITB mengutuk apa yang menamakan dirinya Gerakan 30 September. Hal yang senada juga dinyatakan Djamiajatul Muslimin Indonesia di Jawa Barat untuk membantu sepenuhnya Siliwangi dalam pengamanan lahir batin di Jawa Barat

Pernyataan yang lebih mengejutkan datang dari Rektor Universitas Padjadjaran Sanusi Hardjadinata mengumumkan telah membekukan Dewan Mahasiswa Unpad dan beberapa staf pengajar pada 26 Oktober 1965. Pembekuan itu karena pengajar tersebut tidak memberikan sikap yang tegas terhadap situasi politik saat itu dan juga menghilangkan keraguan masyarakat terhadap Unpad. Dalam siaran persnya Rektor juga menyatakan Batalyon Sarvet  (sarjana veteran) Kodam VI Siliwangi juga memberikan bantuan pembersihan dalam Unpad (6).

Akhirnya Pangdam VI Siliwangi selaku Pelpera Jawa Barat dalam surat keputusan per 10 Oktober, mengabulkan tuntutan mahasiswa melarang terbit Warta Bandung. Gubernur Mashudi meminta bahan pokok jangan ditimbun (7).

Beberapa hari kemudian giliran Somal (Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal Independen (Somal) CSB, GMS, Imaba, HMB dan PMII atas nama 11 ribu yang bergabung menuntut PKI dibubarkan bersama ormas-ormasnya,  Dewan Mahasiswa  ITB juga meminta PKI dan ormas-ormasnya seperti Pemuda Rakjat, SOBSI, Gerwani dibubarkan(8).

Sebagai catatan PKI cukup berakar di Bandung, karena mereka memperoleh suara yang signifikan di kota ini pada Pemilu 1955.  Sebagai kota yang populasi mahasiswanya terbesar di Indonesia, Bandung mempunyai potensi konflik ideologis yang paling besar dan juga akan saya bahas dalam tulisan mendatang.

Pembersihan Birokrasi dan Pembubaran Cabang PKI di Jabar

Setelah tanggal 10, arah serangan dari anti PKI mulai tertuju pada pejabat-pejabat yang diduga tersangkut PKI. Wali Kota Cirebon Prabowo dikutuk rayatnya karena mendukug Dewan Revolusi. Menurut harian Berita Yudha Prabowo pengikut G 30 S (9). 

Saya melakukan penelusuran, nama lengkapnya sebetulnya Raden Slamet Ahmad Prabowo, memang merupakan kader PKI, dia kelahiran Purworejo pada 21 Januari 1924. Gubernur Mashudi dan didukung Menteri Dalam Negeri Mayjen Sumarno akhirnya pada 21 Oktober memberhentikan untuk sementara Prabowo dan Bupati Cirebon Harun ZA.   Sukardi kemudian diangkat jedi wali kota dan Ketua DPRD GR Cirebon Sukotjo jadi Bupati. (10).

Pada pertengahan Oktober 1965, Gubernur Jawa Barat Brigjen Mashudi selaku Komandan Hansip VII Jabar menginstruksikan agar Hansip di seluruh Jabar segera dibersihkan dari G 30 S serta membantu secara aktif dalam satuan ABRI setempat dalam operasi menumpas G 30 S.

Sejumlah ranting PKI dan ormas-ormasnya di daerah DT II Tasikmlaya dan Sumedang telah dibubarkan oleh anggota-anggotanya sendiri sekaligus pula menyatakan diri keluar dari keanggotaan PKI dan ormas-ormasnya.

Di daerah DT II Tasikmalaya yang telah dibubarkan oleh anggotanya sendiri  yaitu PKI Ranting Desa Puspahyang, Kecamatan Selawu. Pernyataan pembubaran ditandatangani oleh Ketua Ranting  setempat M Kasim. 

"Putusan dalam pernyataan  bukan atas tekanan-tekanan  melainkan atas kemauan sendiri, karena PKI dan ormas-ormasnya  telah mendalangi petualangan G 30 S," kata Karim.  Hal ini memang mengesankan, bahwa PKI di lapisan bawah Jabar tidak tahu menahu apa yang terjadi di atas dan mungkin juga tidak tahu soal ideologi komunisme, karena memang mereka berada di wilayah yang masyarakat yang memegang teguh nilai Islam.

Seperti kartu domino, Ranting PKI dan Ormas-ormas di daerah Sumedang  juga telah dibubarkan. Ranting-ranting Desa Sukamenak (Darmaredja), Tjongesang, Tjikinding Tjadas Ngampar. Selain membubarkan, mereka juga menyatakan keluar dari PKI dan ormas-ormasnya.

Bahkan anggota PKI dan ormas-ormas di Desa Sukamenak dalam pernyataannya pembubarannya mengutuk petualangan kontra revolusi G 30 S dan menyatakan berdiri di belakang Presiden/Pangti ABRI dan siap membantu ABRI dalam penumpasan G 30 S.

Sementara itu Comitee Sentral PKI Majalengka dalam suatu upacara di alun-alun Majalengka  Kamis, 14 Oktober yang disaksikan Danrem 63 Sunan Gunung Jati Kolonel Witono telah menyatakan membubarkan diri, bersama ormas bawahannya Pemuda Rakyat, Gerwani, SOBSI dan BTI.

Pernyataan pembubaran ditandatangani oleh CS PKI yaitu O Partasuwanda, Sjamsudin, S Prajitno, S Kusumaedu dan Sumardja, BTI oleh Harjono, Pemuda Rakyat oleh A Latif dan Gerwani oleh Salamah dan SOBSI oleh R Jusuf (11).

Rapat aksi menganyang G 30 S Sabtu, 18 Oktober yang lalu di alun-alun Sumedang yang dihadiri oleh ribuan ,assa rakyat progresif revolusioner sejati telah mendesak kepada Pemerintah Daerah agar segera membubarkan parpol atau ormas-ormas yang terbukti mendalangi gerakan kontra revolusi seperti PKI, Partindo, Beperki dan sebagainya.

Dalam rapat tersebut telah berbicara tokoh-tokoh parpol dari golongan nasionalis, agama, ABRI dan tokoh-tokoh dari Parpol yang telah diminta membubarkan diri mulai dari Safie (PKI), Abdul Fatah (Partindo), Tju Po (Baperki).

Di antara yang memberikan wejangannya Bupati Sumedang Muchamad Kahfi, Dandim 0610 Letkol Djuki Alibasah.

Sementara tokoh-tokoh PKI dan Baperki menyampaikan pidatonya meski masa rakyat yang benar-benar progresif dan revolusioner tidak mau mendegarkan pidato mereka. Masa rakyat menyambut dengan ejekan-ejekan  ganyang PKI, bubarkan PKI, Bubarkan PKI Partindo dan Baperki. 

Tokoh-tokoh parpol PKI, Partindo dan Bapekerki menyatakan persetujuan membubarkan partai-partainya, bila mana partainya benar-benar terlibat  dalam Peristiwa G 30 S. Di samping itu mereka juga menyatakan kutukannya terhadap gerakan konta revolusioner tersebut dan ikut beduka cita  atas gugurnya para pahlawan revolusi akibat G 30 S.

Badan Kontak Organisasi Wanita DT I Jabar memutuskan untuk memecat sementara Gewarni  dari keanggotaan BKOW DT I Jabar.  Mendesak kepada Kowani untuk memecat massa organisasi massa yang langsung atau tidak langsung tersangkut dalam G 30 S. 

Dalam masa kepengurusannya ditandatangani Ketua Periodik. Ny Syafei dikemukakan keputusan ini diambil karena fakta-fakta peranan Gerwani dalam pembunuhan yang melampaui batas peri kemanusiaan terhadap pahlawan revolusi sehingga penonadaan bagi perjuangan wanita Indonesia.

Sementara sidang pleno BKOW Bandung dengan suara bulat memecat sementara Gerwani dan wanita Bapaerki dari keanggotaan BKOW Bandung.

Dalam pernyataannya yang ditandatangani NY K Slamet mendesak kepada pihak berwajib agar membubarkan parpol dan ormas-ormas yang terlibat dalam G 30 S.  Mengutuk perbuatan teror G 30 S dan mendesak pihak berwajib untuk menindak dan penghukum orang-orang yang tersangkut G 30 S.  Tetap setia dan taat  terhadap komando dan ajaran presiden/Pangti ABRI (12)

Korban Tewas Dibunuh Anggota Sendiri

Menjelang akhir Oktober 1965  Kepala Staf Kodim 0614 Cirebon Mayor Buchori membenarkan bahw di daerah Cirebon ada tokoh /ormas PKI yang dibunuh anggotanya sendiri. Pembenaran ini dikemukakan atas pertanyaan-pertanyaan wartawan di Bandung.

Di samping Ketua PKI sebuah desa di Jatiwangi, terdapat juga  Rakila, Ketua PKI Desa Karangtinggi, Kecamatan Kapetakan   dan Ketua BTI Desa Cikecuk, Kecamatan Plumbon.  Menurut Buchori para anggota PKI dan ormas-ormasnya ramai-ramai ke rumah Rangkila di Desa Karangtinggi  menyeret Rangkila keluar rumah sambil berteriak: "Sira kang gawe sangsarakan kita" (kamu yang telah membuat sengsara kita).

Bupati Majalengka Letkol Sutisna menerangkan di daerahnya banyak anggota PKI marah karena merasa ditipu pemimpinnya, mereka nyaris membunuh pemimpinnya, namun dibatalkan setelah dinasehati bupati. Mereka ini kemudian mengadakan acar pembubaran di alun-alun (13).

Pada akhir Oktober itu juga terungkap, Gubernur Mashudi menurut rencana yang sudah ditetapkan oleh Dewan Revolusi Indonesia G 30 S bila kudeta berhasil akan disingkirkan (tidak disebut dibunuh atau hanya dicungkil matanya), dan Gubernur Jabar akan dipimpin pimpinan BTI Pusat Sidik Kertapati. 

Rencana penetapan ini tercantum dalam sebuah dokumen yang disita oleh Kodim 0609 Bandung  dari rumah Lurah Cibeber, Kecamatan Cimahi.  Dalam dokumen itu disebut Bupati /Kepda Dati II Bandung dipegang Hollar , seorang Pemuda Rakjat dari Cimahi (14).

Gubernur Mashudi  menandaskan bahwa G 30 S adalah lawan yang sama jahatnya dan tidak kalah membahayakan  dari neokolim. 

"Karena itu kita secara radikal revolusioner membongkar  kekuatan G 30 S yang hendak menyingkirkan Panca Azimat Revolusi dan Bung Karno untuk diganti dengan ideologi impor tanpa dicocokan dengan kepribadian kita dan mengganti Bung Karno, Pemimpin Besar Revolusi Kita."

Sementara Bupati Sumedang Mohamad Chafli dalam surat keputusannya telah menonaktifkan untuk sementara dua anggota bPH masing-masing Satia (PKI) dan Akbar Hardjadijaja (Partindo) dan 4 anggauta  DPRD GR masing-masing Mar-ed, Aman J Ruhja dan Sasmita dari PKI.

Sebuah dokumen penting yang berhasil disita dari seorang anggota gembong PKI menunjukan adanya persiapan yang sempurna  mengenai susunan apa yang disebut Dewan Revolusi DT II Subang. Lengkap dari Bupati Kepala Daerah hingga RT/RK.

Menurut dokumen tersebut diputuskan mengangkat Mohammad Toha Sekretaris CS PKI Subang sebagai Bupati Subang, untuk Dandim 0605 diangkat bekas anggota BPH R G Suryam Kepala Polisi Subang Solohin pimpinan tertinggi Pemuda Rakyat Subang., Kepala Kejaksaan Eme Sukarja, gembong dan anggota DPRD GR dari Fraksi PKI.  Untuk jabatan Direktur PPN Dwikora V ditunjuk Dahlan (gembong Sarbupri) dan Direktur Muda PPN Dwikora V bernama Amat, Gembong SOBSI.

Selanjutnya menurut pengakuan gembong PKI/Ormasnya yang kini telah dimamankan sesuai apa yang tertulis dalam dokumen Coup, pengambil alihan  Pemerintahan Daerah DT II Sumedang akan dilakukan pada 29 September 1965 jam 17.30 di mana waktu itu Bupati sedang memimpin dan mengikuti sidang DPRDGR DT II Sumedang.

Dalam sidang itu tak seorang pun anggota Fraksi PKI hadir. Tetapi beberapa anggota Pemuda Rakyat berkeliaran di tempat sidang itu.

Yang menyebabkan tidak hadir katanya sibuk memimpin 1.500 orang anggota Pemuda Rakjat, BTI, Gerwani dari desa-desa untuk masuk kota.  Nantinya bersama anggota Sabuprim SOBSI melucuti tentara. BTI melucuti polisi dan Gerwani mengawasi gerak-gerik Hansip.  Melihat gerak-gerik yang mencurigakan  Dan Yob Subang Letkol Otje Abdullah Achmad telah menyebarkan patroli huru hara yang menyebabkan coup itu gagal.

Bagaimana dengan daerah lain? Pada 15 Oktober 1965 pimpinan PKI Kota dan Kabupaten Sukabumi menyatakan tidak terlibat dalam pemberontakan di Jakarta kemudian PKI dan beberapa organisasi underbouw PKI diSukabumi seperti SOBSI, SBPP, Pemuda Rakjat dan Gerwani  beserta anak cabangnya menyatakan membubarkan diri.

Namun kemarahan masyarakat tak terbendung. Pada 31 Oktober 1965, 20 orang pentolan PKI yang dilatih di lubang buaya tertangkap di Sukabumi beserta beberapa dokumen yang menyebutkan rencana pemberontakan serta para tokohnya.

Sejumlah pentolan PKI di Sukabumi dihabisi diantaranya ketua BTI Cisarua Baros dibunuh massa. Sebuah organisasi lokal bernama Santjang Lumaku akhirnya membubarkan diri karena anggotanya banyak yang terlibat dalam kegiatan PKI.

Aksi KAMI  di Bandung: Babak Awal

Apel Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) diikuti puluhan ribu mahasiswa progresif revolusioner di halaman Balai Kota Bandung, Selasa 9 November menuntut agar pemimpin gadungan yang langsung atau tidak langsung terlibat dalam gerakan kontra G 30 S disingkirkan dari semua aparatur revolusi demi keselamatan Revolusi Agustus 1945.

KAMI Bandung terdiri dari HMI, GMNI (Osa-Usep) PMII, SEMMI, Germahii, HMM, Imaba, PMB, Mapanscas serta mahasiswa instra university seperti ITB, Unpad. Mereka juga minta PPMI dan MMI dibersihkan dari okum-oknum kontra revolusioner dalam G 30 S (15).

Pertengahan November 1965, PKI di Jabar praktis runtuh dan tercerai berai. PKI dan Ormas-ormasnya di Jawa Barat Sudah Bubar. Dibubarkan oleh Anggota-anggotanya Sendiri.  Pepelrada Jawa Barat Larang Lanjutan Kegiatannya. Demikian headline dari Pikiran Rakjat 18 November 1965.

Pangdam VI Silwiangi Maydjen Ibrahim Adjie selaku Pepelrada Jawa Barat  dalam Surat Keputusannya tanggal 17 November 1965 telah memutuskan menyatakan PKI dengan segenap ormasnya  yang afiliasi padanya meliputi 51 organisasi bubar dengan sendirinya. Kegiatan-kegiatan lainnya dilarang.

Penangkapan dan Penyitaan

Sepanjang Oktober-November, anggota PKI yang loyalis, praktis diburu. Dudung salah seorang tokoh dan penggerak gerakan kontra revolusioner G 30 S di daerah Jabar telah berhasil ditangkap oleh pihak berwajib ketika  ia hendak melarikan diri ke Sumedang. Dia adalah pemilik Toko Buku Sebda  yang terletak di Jalan Oto Iskandar Di Nata Bandung.

Di samping itu yang berwajib telah menangkap seorang anggota Pemuda Rakjat bernama Sjamsudindan mengakus ebagai penjual buku pada toko buka Sebda.  Dia sering ke Jakarta untuk mengadakan hubungan dengan seorang penerbit, Hubungannya dengan penerbit untuk menyebarkan buku-buku ajaran komunis baik yang diterbitan  di luar negeri maupun dalam negeri.

Pihak berwajib berhasil menemukan ribuan buku-buku komunisme karangan Aidit dan terjemahan buku-buku komunis dari RRC.  Buku-buku ini membakar hati para anggotanya dan mengenai rencana-rencana PKI di hari depan.

Menurut Sjamsudin setelah terjadinya pristiwa G 30 S, Dudung melarikan diri dari rumahnya dan tak diketahui pergi kemana. Dia melanjutkan sebelum terjadinya peristiwa G 30 S,  Dudung sering menghadiri pertemuan-pertemuan di CDB Jawa Barat , ia adalah salah seorang pengurus CDB Jawa Barat.   Setelah terjadi peristiwa G 30 S , toko buku tersebut masih memperdagangkan buku-buku  PKI, terutama karangan Aidit.  Menurut Sjamsudin atas perintah Dudung.

Dudung malah pernah berkata padanya, "kalau tentara berani, coba periksa. Jangan takut pasangkan terus. "

Pada Oktober  juga terjadi penyitaan. Sepuluh ton padi yang tadinya disediakan untuk menjamin pasukan G 30 S yang mengundurkan diri dari Jakarta telah berhasil disita  di rumah seorang anggota BTI d Desa Nagrek, Cibadak, Sukabumi. Padi tersebut ditemukan oleh massa rakyat progresif revolusioner yang tergabung dalam Komando Aksi Pengganyangan G 30 S.  Tokoh BTI tersebut kemudian diserahkan pada ABRI.

Sampai Rabu 17 November  di daerah DT II Tasikmalaya tiga kepala desa, 6 juru tulis Desa, 52 Punduh, 11 polisi desa, 4 amil, 65 RJ dan 475 RT, 9 pamong desa telah ditindak karena diduga baik langsung atau tidak langsung membantu G 30 S (16).

Aksi pembubaran diri terus berlanjut. Sebanyak 461 anggota SOBSI  Seksi Tekstil  di Bandung membubarkan diri. Para buruh itu berasal dari CV Dharma Nasional, CV Karya Djala, CV Pertekstilan Astuty Bandung, CV Pertekstilan Merdeka pada 8 November.  Mereka ramai-ramai mengutuk G 30 S.

Nyaris tak ada perlawanan dari PKI di Jawa Barat.  Ada sebuah berita kecil, di Lembang, seorang anggota Ansor sekaligus polisi hutan bernama Sodik bin Elok dianiaya gerombolan orang tak dikenal hingga menderita luka berat pada Sabtu 20 November.  Rakyat menuduh pengikut G 30 S pelakunya. Kalau pun pelakunya pengikut G 30 S. 

Kejadian ini membuat Sutisna, Ketua SOBSI Lembang berhasil melarikan diri bersama keluarganya. Tetapi seorang anggota PKI bernama Lie Pek Joe, seorang pemilik perusahaan susu berhasil ditangkap rakyat dan diserahkan kepada pihak berwajib (17).

Porak Poranda dalam Enam Minggu

Hanya butuh waktu sekitar enam minggu setelah kegagalan Gerakan 30 September untuk membuat PKI Jabar porak poranda, nyaris tanpa darah yang tumpah.  Hampir semua analisis mengarah pada kesimpulan yang sama: berkat tindakan cepat dari Pangdam VI Ibrahim Adjie untuk menangkap tokoh-tokoh PKI, namun tanpa perlakuan yang berlebihan.

Kepada Benedict Anderson, Indonesianis dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, Panglima Komando Daerah Militer VI Siliwangi itu menegaskan, "Saya sudah kasih perintah kepada semua kesatuan di bawah saya, orang-orang ini ditangkap diamankan, tapi jangan sampai ada macem-macem." Ibrahim dan Anderson bertemu pada 1968.

Petikan yang dimuat di Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012 itu menjelaskan mengapa di Jawa Barat tidak ada pembantaian pada 1965 dan 1966. Padahal pada saat itu banjir darah terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Orang-orang yang dicap sebagai PKI dihabisi.

Kepada A. Umar Said, mantan Pemimpin Redaksi Ekonomi Nasional--surat kabar yang dilarang terbit bersama Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Suluh Indonesia pasca-G-30-S--Anderson menyampaikan cerita Ibrahim itu. Dari wawancara pada September 1996 itu, Umar memuat cerita Anderson di blog pribadinya. Umar wafat pada 7 Oktober 2011 di Paris, tempatnya bermukim sejak Oktober 1965 sebagai pengungsi politik (18).

Hal ini dibenarkan Sejarawan Unpad Achmad Mansyur Suryanegara perintah Gubernur Mashudi dan Pangdam VI Siliwangi Ibrahim Adjie mendesak agar PKI membubarkan diri. Gubernur Mashudi juga dulunya berlatar belakang Pesindo. Ketika ditanya Sukarno siapa yang berhak membubarkan PKI. Dijawab Ibrahim Adjie Presiden. Lalu mengapa Gubernur dan Pangdam membubarkan? Kalau tidak dibubarkan akan terjadi lebih parah daripada Jawa Tengah dan Jawa Timur. Demikian ketegasan Ibrahim Adjie.

Ibrahim Adjie menyadari militansi Islam di daerah perdesaan Jawa Barat begitu kuat dan citra PKI sebagai anti Tuhan akan menempatkan para anggotanya menjadi sasaran empuk, kalau tidak segera dibubarkan.  Keputusan itu benar.  Dua faktor tindakan tegas pimpinan sipil dan militer di Jabar, serta karakter sosio religius membuat keruntuhan PKI di Jabar nyaris begitu mulus.  

Saya juga terkesan, sebagian dari mereka yang masuk PKI tidak paham benar tujuan partai itu dan terpikat dengan janji-janji dan propaganda. Mereka merasa tertipu ketika mengetahui apa itu PKI setelah peristiwa 30 September.   

Konflik yang akan lebih serius justru di kalangan intelektual dan mahasiswa. Berbagai peristiwa seperti diberhentikannya staf pengajar Fakultas Hukum Unpad Mochtar Kusumaatmadja menimbulkan resistensi sebagian mahasiswa terhadap PKI, konflik CGMI dengan ormas mahasiswa Islam dan organisasi lain berbeda dengannya pada tahun-tahun sebelumnya akan menemukan salurannya.  

Dengan demikian peristiwa  yang  dampaknya besar terjadi pada pasca G 30 S khusus di Kota Bandung justru terjadi kampus yang banyak tersebar di Bandung. Sudah tiba waktunya mahasiswa Bandung  seperti rekan-rekan yang lain berbagai kota mengambil peranan besar dalam sejarah menemukan momentumnya.  

Sebagai catatan seperti yang saya ungkap dalam tulisan sebelumnya, Bandung merupakan kota yang memiliki populasi mahasiswa sekitar 40 ribu merupakan jumlah terbesar di antara kota-kota lain, bandingkan populasi warga kota kurang dari  satu juta orang pada 1965.

 Irvan Sjafari 

Catatan Kaki:

1. Pikiran Rakjat 2 Juni 1965, situs konstituante.net  memberi catatan singkat mengenai latar belakang tokoh PKI ini, saya juga mengambil bahan di Republika

2. https://www.rappler.com/indonesia/107590-memoar-rusdian-lubis-anak-kolong-gunung-slamet

3. Penangkapan tokoh PKI, terbit Pusat Sejarah ABRI, "Komunisme di Indonesia Jilid V: Penumpasan dan Pemberontakan PKI dan Sisa-sisanya 1965-1981"  juga dalam G30S PKI

4. Pikiran Rakjat, 4 Oktober 1965, Pikiran Rakjat, 5 Oktober 1965

5. Pikiran Rakjat, 6 Oktober 1965 untuk ITB dan Pikiran Rakjat 27 Oktober 1965 untuk kejadian di Unpad

6. Pikiran Rakjat,  8 Oktober 1965

7. Pikiran Rakjat, 11 Oktober 1965

8. Pikiran Rakjat, 12 Oktober 1965

9. Pikiran Rakjat, 13  Oktober 1965

 10. Taufik Abdullah , Sukri Abdurachman,  Restu Gunawan, ed, Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional: Bagian II Konflik Lokal, Bab III ditulis Nina Herlina Lubis, "Tatar Sunda Diguncang Konflik Sosial Politik", Jakarta Pustaka Obor, 2012, halaman 69.

 11. Pikiran Rakjat, 18 Oktober 1965

12. Tempo.co 4 Oktober 2015 

 13. Pikiran Rakjat, 30 Oktober 1965

 14. Pikiran Rakjat, 1 November 1965

 15. Pikiran Rakjat, 15 November 1965

 16. Pikiran Rakjat, 18 November 1965

 17. Pikiran Rakjat, 22 November 1965

 18. Tempo, 1 Okotober 2012, Tempo.co 4 Oktober 2015 

Sumber Sekunder Buku:

Abdullah, Taufik  dan Abdurachman,  Sukri, dan Gunawan, Restu, ed, "Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional: Bagian II Konflik Lokal", Jakarta, Pustaka Obor, 2012

Anwar, H Rosihan, "Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965", Jakarta: Sinar Harapan, 1980

Suryanegara, Ahmad Mansyur, "Api Sejarah 2: Mahakarya Ulama dan Santri dalam Menegakan Negara Kesatuan Republik Indonesia", CV Tria Pratama, 2015

Sumber Sekunder Situs:

Sukabumi Update

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun