Kejadian ini membuat Sutisna, Ketua SOBSI Lembang berhasil melarikan diri bersama keluarganya. Tetapi seorang anggota PKI bernama Lie Pek Joe, seorang pemilik perusahaan susu berhasil ditangkap rakyat dan diserahkan kepada pihak berwajib (17).
Porak Poranda dalam Enam Minggu
Hanya butuh waktu sekitar enam minggu setelah kegagalan Gerakan 30 September untuk membuat PKI Jabar porak poranda, nyaris tanpa darah yang tumpah. Â Hampir semua analisis mengarah pada kesimpulan yang sama: berkat tindakan cepat dari Pangdam VI Ibrahim Adjie untuk menangkap tokoh-tokoh PKI, namun tanpa perlakuan yang berlebihan.
Kepada Benedict Anderson, Indonesianis dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, Panglima Komando Daerah Militer VI Siliwangi itu menegaskan, "Saya sudah kasih perintah kepada semua kesatuan di bawah saya, orang-orang ini ditangkap diamankan, tapi jangan sampai ada macem-macem." Ibrahim dan Anderson bertemu pada 1968.
Petikan yang dimuat di Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2012 itu menjelaskan mengapa di Jawa Barat tidak ada pembantaian pada 1965 dan 1966. Padahal pada saat itu banjir darah terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Orang-orang yang dicap sebagai PKI dihabisi.
Kepada A. Umar Said, mantan Pemimpin Redaksi Ekonomi Nasional--surat kabar yang dilarang terbit bersama Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Suluh Indonesia pasca-G-30-S--Anderson menyampaikan cerita Ibrahim itu. Dari wawancara pada September 1996 itu, Umar memuat cerita Anderson di blog pribadinya. Umar wafat pada 7 Oktober 2011 di Paris, tempatnya bermukim sejak Oktober 1965 sebagai pengungsi politik (18).
Hal ini dibenarkan Sejarawan Unpad Achmad Mansyur Suryanegara perintah Gubernur Mashudi dan Pangdam VI Siliwangi Ibrahim Adjie mendesak agar PKI membubarkan diri. Gubernur Mashudi juga dulunya berlatar belakang Pesindo. Ketika ditanya Sukarno siapa yang berhak membubarkan PKI. Dijawab Ibrahim Adjie Presiden. Lalu mengapa Gubernur dan Pangdam membubarkan? Kalau tidak dibubarkan akan terjadi lebih parah daripada Jawa Tengah dan Jawa Timur. Demikian ketegasan Ibrahim Adjie.
Ibrahim Adjie menyadari militansi Islam di daerah perdesaan Jawa Barat begitu kuat dan citra PKI sebagai anti Tuhan akan menempatkan para anggotanya menjadi sasaran empuk, kalau tidak segera dibubarkan. Â Keputusan itu benar. Â Dua faktor tindakan tegas pimpinan sipil dan militer di Jabar, serta karakter sosio religius membuat keruntuhan PKI di Jabar nyaris begitu mulus. Â
Saya juga terkesan, sebagian dari mereka yang masuk PKI tidak paham benar tujuan partai itu dan terpikat dengan janji-janji dan propaganda. Mereka merasa tertipu ketika mengetahui apa itu PKI setelah peristiwa 30 September. Â Â
Konflik yang akan lebih serius justru di kalangan intelektual dan mahasiswa. Berbagai peristiwa seperti diberhentikannya staf pengajar Fakultas Hukum Unpad Mochtar Kusumaatmadja menimbulkan resistensi sebagian mahasiswa terhadap PKI, konflik CGMI dengan ormas mahasiswa Islam dan organisasi lain berbeda dengannya pada tahun-tahun sebelumnya akan menemukan salurannya. Â
Dengan demikian peristiwa  yang  dampaknya besar terjadi pada pasca G 30 S khusus di Kota Bandung justru terjadi kampus yang banyak tersebar di Bandung. Sudah tiba waktunya mahasiswa Bandung  seperti rekan-rekan yang lain berbagai kota mengambil peranan besar dalam sejarah menemukan momentumnya. Â