Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Salah Asuhan di Zaman Millenial

26 Desember 2017   07:21 Diperbarui: 26 Desember 2017   12:40 14757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Salah Asuhan RCTI (kredit foto: media.iyaa.com)

Sampai episode kedua saya tidak merasa ada yang salah dengan sikap Hanafi. Memang dia salah, berani membantah ibunya (karena bagi orang Amerika hal biasa berbeda pendapat dengan orangtua). Cuma mungkin caranya tetap harus timur. Tetapi dalam suatu adegan dia minta maaf pada ibunya.

Saya suka dialognya dengan dua mantan teman waktu dia kanak-kanak yang melecehkan Corrie sebagai perempuan yang enaknya hanya dipacari tetapi tidak dinikahi.  Kedua temannnya sudah menikah dan hanya kerja di pabrik. Mereka membanggakan kawannya yang dua kali menikah.

"Sadar orang primitif. Kalian tidak akan maju!" makinya.  

Dalam sebuah percakapan Rapiah, ketika Hanafi tahu ia kuliah di IKIP,  dia mengkritik dengan tajam: "Rapiah mengapa kalau engkau bicara selalu menunduk. Pandanglah ke depan. Perempuan juga harus mengikuti perkembangan zaman!"

Pada puncak kejengkelananya, ketika ia diterima bekerja di Jakarta, Hanafi berseru" Solok bukan tempatku lagi. Semua orang ikut campur urusan orang lain!"  Bagi orang yang terdidik secara Barat hal itu terasa aneh. Apalagi kalau sampai membeli masa depan, karena hutang budi.

Di sisi lain Rapiah sebetulnya tertarik pada seorang pria yang pada episode sebelumnya menolong dia dan Corrie dari para preman.  Dia kini relawan mendidik anak Dhuafa.  Rapiah ikut membantu karena sebagai orang yang kuliah di bidang pendidikan kesempatan membaktikan ilmunya.

Sayang Sang Ayah menentang, karena menganggu status sosial keluarganya. Sang Ayah tetap berkeras Rapiah harus berjodoh dengan Hanafi.  Walau pun angkuh, tetapi ia menolak Rapiah dijodohan dengan anak bangsawan lebih tinggi yang punya hotel di Jakarta.

"Sultan Malelo punya tiga anak perempuan. Tak lama lagi habis itu harta!" Kata-kata Datuk Patuah pimpinan Nagari tidak salah juga. Dalam budaya Minang anak perempuan punya hak lebih baik dibanding budaya lain dalam warisan.  Apakah masih berlaku sampai sekarang?

Lalu apa iya, masih ada perempuan Minang terdidik seperti Rapiah menunduk kalau bicara sama pria walau itu di Solok? Lalu mengapa Rapiah era milenial tidak berhijab sekalian? Bukankah sudah lazim? Lalu kok Rapiah tidak akrab dengan media sosial dan ponsel cerdas. Astaga. Begitu konservatifnya keluarga Rapiah?

Saya juga tak habis pikir senjata orangtua Minang kalau berdebat dengan anaknya selalu dikaitkan dengan: "Ingin jadi Malin Kundang kau!" Bukannya mengkaji apa yang menjadi masalah dengan seksama. 

Sosok Corrie justru menjadi tokoh favoroti saya. Dia mencintai Solok daripada Eropa. "Right or wrong is my country". Apakah ini gambaran Corrie era millenial? Bergaya Barat oke, tetapi tidak dengan nasionalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun