Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Depok, Kota "Pelayan" Jakarta atau Kota Mandiri?

11 Desember 2017   14:25 Diperbarui: 14 Desember 2017   21:54 2618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Sejarah Depok/Foto: Irvan Sjafari.

Seabagi catatan Depok menjadi Kota administratif pada 1981 dan baru pada 1999 menjadi Kotamadya dan mempunyai Wali Kota.  

Pindahnya Kampus UI ke Depok

Pada 5 September 1987 Universitas Indonesia pindah ke kawasan Depok. Dalam bukunya, Tri Wahyuning mengungkapkan hal yang menarik menjadi latar belakang keputusan pindahnya UI ke Depok.

Sebetulnya Gubernur Jawa Barat Solihin GP menawarkan lahan di Selatan, yaitu Kecamatan Cipayung, Paburuan, Ratujaya dan Susukan seluas 1300 Hektare di perbatasan Depok-Bogor. Daerah itu masih merupakan daerah perdesaan dan penduduknya masih jarang. Ada keinginan Gubernur Jawa Barat untuk mengembangkan kawasannya tanpa campur tangan Jakarta.   

Pihak UI menolak usulan Solihin GP.  Akhirnya dipilih kawasan di perbatasan Jakarta luasnya 325 hekatare. Dari areal itu 75 hekatare berada di DKI Jakarta dan sisanya wilayah Jawa Barat. Alasannya tidak mudah bagi UI meninggalkan kampusdi Salemba yang dianggap mempunyai sejarah dan kenangan.

Tetapi sebenarnya alasannya lebih dari itu. Secara politis dan psikologis UI merasa dirinya bagian dari DKI Jakarta daripada Jawa Barat. Terbukti UI lebih peduli pada Pemilihan Gubernur dKI jakarta daripada pemilihan Wali Kota Depok.

Masalah lain secara ekonomis, keberadaan UI tidak bermanfaat langsung bagi penduduk asli Depok. Dalam penerimaan pegawai pun UI lebih banyak menerima warga Jakarta, daripada mereka yang bermukim di Depok. Untuk menjadi pegawai amdinistrasi UI pendidikan yang dituntut minimal SMA, padahal kebanyakan tingkat pendidikan orang Depok adalah SMP. Apalagi untuk non admistrasi yang menuntut sarjana atau strata satu.

Persoalan lain tempat pemondokan, rumah makan, serta berbagai usaha lain didominasi oleh orang kaya Jakarta. Orang Depok hanya bisa menjadi pegawai. Pola patront-client yang dulunya antara pemilik tanah dan penggarap seperti masa tanah partikelir, berubah menjadi pemilik pondok dan penjaga pondok.

Tentunya juga ada perubahan positif yang diakibatkan dengan kepindahan UI. Misalnya anak-anak warga yang biasanya belajar mengaji di langgar, kini belajar dengan mahasiswa di tempat pemondokannya . Para remaja juga mengikuti gaya berpakaian seperti yang dikenakan mahasiswa kasual (halaman 278-279).

Perubahan lain yang terjadi ialah pusat kota di sekitar Margonda, selain kantor Wali Kota Depok di sana, terdapat juga berbagai mal dan sarana hiburan. Tri Wahyuning menyebut bahwa kawasan Margonda sudah menjadi miniatur kuliner Jakarta, apa pun ada di sana.  

Sementara bagian lain dari kota Depok menjadi terabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun