Kota Gorontalo kekurangan opas dan polisi menyebabkan pelanggaran hukum terabaikan.  Van Dam dari Algemeene Politie  mengakui hal itu.  Ia tidak bisa berbuat banyak. Yang cukup mencolok ialah pelanggaran dalam mengendarai mobil, umumnya kejadian terjadi ketika kapal sedang berlabuh di Pelabuhan Gorontalo. Tenaga polisi dipusatkan di sana.  Kecelakaan umumnya terjadi di Perempatan Jalan Raya Kampung Bugis ke Jembatan Taromolo.Â
Pada 2 September 1926 terjadi tabarakan mobil dengan bendi di Jalan Raya Kampung Bugis. Tidak ada korban manusia dalam kecelakaan itu. Pada 19 September 1926 mobil Kontrolir Kota Gorontalo, Jansen tergelincir di Jalan Raya Baru Limba B ke dalam got. Kecelakaan itu tidak menimbulkan korban jiwa, namun dipastikan kelalaian supir.
Jalan-jalan Gorontalo yang sempit hingga tidak bisa untuk mobil yang ngebut. Kecelakaan juga menimpa dr. Lumanauw, keitka mobilnya menubruk pohon kayu. Tidak ada korban jiwa. Pada 23 September 1926 putri dari  Said Alwi bin Abdul Rachman Al Mansyhur berumur 3 tahun ditabrak auto-nya Meneer Agaustus hingga menderita luka di kepala.
Warga menuntut Rybewys (SIM waktu itu) Augustus ditarik. Menurut kesaksian Kepala Kampung Bijawao Junggu Limboto anak itu berdiri di tengah jalan dan supir tetap menjalankan mobilnya. Â Persaudaraan juga menyerukan karena supir mobil sering lengah, orangtua tidak membiarkan anaknya bermain di Jalan Raya.
Di pertigaan Jalan Pasar pada September 1926 itu juga  nyaris terjadi tabrakan antara mobil dan bendi. Tidak ada polisi atau opas yang mengatur. Pada 26 November 1926 terjadi tabrakan di Perempatan Jalan Toko Youn antara auto dari Weijdemekr dengan bendi. Mobil juga menghantam sebagian Toko Youn.
Pada 19-20 September 1926 dini hari pukul dua malam warga Kampung Bugis mengeluh para pengemudi mobil dan penumpangnya berteriak-teriak karena mabuk. Â Sebagian warga kota gemar mengkonsumsi minuman keras berbenturan dengan nilai-nilai yang dianut warga kota.
Selain minuman keras, judi juga dituding menjadi masalah sosial lainnya  Seorang warga bernama Pahat memprotes adanya arena judi di Gorontalo yang ditudingnya merusak dan mengurangi pendapatan rakyat.
Seorang warga Gorontalo bernama Abasi diberitakan dilukai dengan kelewang seorang agen polisi bernama Abdullah. Agen polisi nomor 14 itu mengamuk. Diduga itu berkaitan dengan penagihan hutang belasting di Kampung Dongkala.
Abasi ini diminta Kepala Belasting menagih hutang kepada sejumlah warga, yang ternyata kurang berpendidikan. Mereka suka main judi. Agen polisi itu memakai uang belasting untuk main judi. Ketika ditegur, Abdullah malah melukai Abasi.
Beban belasting yang cukup berat masih ditambah dengan beban rodi.  Rakyat Bolang Deki mengeluh soal kewajiban. Tiap laki-laki  harus kerja rodi (heerendienst) setiap tiga bulan selama 7 hari . Kalau tidak bisa mereka membayar uang F16.Â
Bukan itu saja kerja rodinya, dalam setahun ada kewajiban kerja pemerintah setiap bulan satu hari (gementedienst) Â untuk memperbaiki jalan. Kalau tidak mau atau berhalangan harus bayar F6. Â Setiap Sabtu warga harus bekerja memperbaiki jalan. Â Seorang kepala Kampung harus bernama Sangadi harus menghadap ke kantor Kotamobagu membawa 4-5 orang kalau kurang bayar F5/orang.