Pengantar
Tak banyak literatur sejarah yang saya temukan menulis tentang Gorontalo pada masa Hindia Belanda. Buku yang ditulis oleh Hasunauddin dan Sri Suharjo, Gorontalo: Kerajaan Tradisional hingga Kolonial Belanda Suatu Tinjauan Sejarah Sosial Ekonomi (2001) hanya menceritakan bagaimana kontak pertama VOC pada September 1677 Â ketika Gubernur Maluku Padtrugge mengunjungi Grontalo hingga ditakulukkanya Gorontalo pada 1681, hingga Gorontalo akhir abad ke 19.Â
Kontak itu berkaitan dengan perjanjian Bungaya dan itu artinya Gorontalo berada di bawah pengaruh Kerajaan Gowa. Â Buku itu juga menyinggung sejak abad ke 17 Gorontalo menjadikan hukum adatnya bersendi syariah (Alquran).Â
Data yang menarik pada 1889 di luar Pribumi Gorontalo sendiri, terdapat pemukim Suku Bugis sebanyak 63 jiwa dan Minahasa 266 jiwa, sementara orang Eropa 71 jiwa, Tionghoa 246 jiwa dan Arab 32 jiwa. Â Penduduk Kota Gorontalo keseluruhan pada tahun itu 17.862 jiwa.Â
Penduduk AfdeelingGorontalo sendiri berjumlah 61.249.  Itu artinya hampir sepertiganya bermukim di Kota Gorontalo.  Pada masa Hindia Belanda Gorontalo adalah afdeeling dari Keresidenan Minahasa dengan pusat di Manado  dan diperintah oleh Asisten Residen.   Â
Kajian saya atas beberapa surat kabar yang terbit di Gorontalo pada pertengahan 1920-an, mengungkapkan bahwa Gorontalo berpenduduk 130 ribu jiwa. Selain Tionghoa, kalangan keturunan Arab menjadi pedagang perantara. Â Sarekat Islam adalah kekuatan utama pergerakan di Gorontalo dan beberapa surat kabar berada di bawah pengaruh Sarekat Islam.
Surat kabar yang saya kaji antara lain Persaudaraan 1926 dan  Oetoesan Islam edisi 1927 memberikan beberapa informasi menarik tentang perilaku warga kota, hingga  persoalan menyangkut pertanian.  Namun apa yang diungkapkan dalam dua surat kabar ini masih perlu kajian lebih lanjut.  Ini yang saya tangkap dalam catatan yang saya kumpulkan sambil lalu di Perpustakaan Nasional.  Â
Mabuk dan Judi
Gorontalo hanya sebuah kota kecil pada masa itu, sehingga satu saja kasus kriminal bisa membuat satu kota membuat keresahan. Pada 9 September 1926 sekitar pukul 22.00 hingga 23.000 seorang tahanan lari dari penjara. Â Warga kota gempar, karena orang hukuman itu sempat naik ke rumah seorang warga Kampung bugis. Â Warga itu terkejut mendapatkan tamu yang tidak dikehendaki berteriak, sehungga orang hukuman itu melarikan diri.Â
PersaudaraanEdisi 13 September 1926  mendapatkan  kabar tentang seorang hukuman yang melarikan diri dari penjara pada malam hari antara pukul 22.00 hingga 23.00 pada 9 September 1926. Orang hukuman itu dilaporkan naik ke rumah seorang warga Kampung Bugis pada pukul 20.00. Yang punya rumah terkejut kedatangan tamu yang tak dikehendaki hingga orang hukuman itu lari dikejar sejumlah warga kampung.  Namun orang hukuman itu tiada tertangkap.
Orang hukuman itu disangkakan menusuk seorang warga  Gorontalo dengan pisau di Cilamuta dalam sebuah peristiwa perampokan. Kasus ini menyebabkan warga Kampung Bugis berjaga-jaga khawatir orang hukuman itu matanya gelap, karena perutnya kosong. Namun orang hukuman itu tidak pernah tertangkap.