“Ah, kamu kan sepantaran aku sebetulnya. Tetapi mengapa aku di sini. Apakah bidadari juga yang menculikmu seperti aku?”
Anis terdiam. Tetapi kemudian dia tertawa. “Iya juga, tetapi tidak juga. Pasanganku Harum Mawar, nanti aku kenalkan. Dia berusia sama dengan aku. “
Alif tertengun. “Rasanya aku pernah mendengar nama Harum. Bahkan pernah kenal. Astaga juga Anis aku juga pernah dengar. Ahmadi, kawanku pernah cerita dia ikut tim penyelamat hilangnya sepasang mahasiswa pencinta alam dari Bandung, kalau nggaksalah….”
“Ha...Ha...Ha...Gagal, kan?”
“Kalau begitu...?”
“Kawin lari. Kami merekayasa hilang di gunung padahal bergabung ke tempat ini. Itu lima tahun yang lalu. Oh, ya, aku yang mengkliping tulisan-tulisan kamu waktu kuliah dan membawanya ke sini...”
“Mengapa, kalian menghilang?” Alif tahu Anis mengalihkan pembicaraan.
“Seperti Kak Alif tahu? Kasus Harum Mawar bukan? Dia hamil di luar kehendaknya? Kasus itu melibatkan anak orang kaya, orang berpengaruh?”
Alif tersentak. Suatu kali warga koloni berhubungan dengan masa lalunya.
“Harum di sini?”
“Iya, dia ingin bertemu Kak Alif,” jawab Anis.