Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Koloni (21-22)

6 Mei 2017   21:37 Diperbarui: 6 Mei 2017   21:51 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koloni oleh Irvan Sjafari

Alif tidak menjawab. Dia sudah senang sebagian teman-temannya di HMI mau kumpul dengan anak-anak leftian. Mereka tidak lagi mempersoalkan ideologi.

Program kerja Alif mencakup kedua pihak dengan cukup memuaskan.  Sekalipun tim suksesinya cukup cemas karena Alif hanya konsultasi beberapa kali dan tiba-tiba sudah jadi.

“Tapi bisa juga luh bikin program, “Achmady menggelengkan kepala. Dia sebetulnya paling stress. Di sampingnya Ikhsan Maulana, salah satu pentolan anak masjid mengangguk puas. “Pas sih… luh mau bikin festival film Islam dari berbagai negara muslim, bahkan dari negara Barat yang bercerita tentang kehidupan muslim pun.  Rinci sekali. Nggak kayak Mustaqim, kaku banget bikin program. ”

Luh mengartikan film religi dari berbagai sudut pandang. Kalau begitu yang non muslim pasti mau datang,” kata Yola. “Memangnya enak dijejali film Hollywood terus nih otak.  Gila luh menyebutnya film L’hainedari Mathieuw Makovitz tentang orang Aljazair yang ditindas di Paris sebagai film Islam.”

Tiba saatnya dia mengemukakan program visi dan misi. Alif dengan agak gugup maju di podium.  Dia melihat tim suksesinya lengkap. Sementara lawan-lawannya juga sudah siap melahapnya. Pandangan mereka menganggap remeh.  Alif tidak peduli. Yang penting yang paling disenanginya Ningrum, gadis yang ditaksirnya juga menatapnya dari bangku belakang. Dia rupanya ingin mendengarkan pula.

“Seharusnya kampus cermin realitas masyarakatnya, bukan hanya sebagai tempat elite intelektual yang bisa berkoar tetapi tidak bisa mempraktikkan apa yang dikatakannya.  Untuk itu visi dan misi saya mencerminkan realitas yang ada dalam masyarakat dalam ruang lingkup kampus. Untuk itu kegiatannya juga harus pas...”

Daniel dan Ahmady berbisik.“Mudah-mudahan dia tidak ngawur.”

Ikshan Maulana juga ada di samping Nola. “Ayo, sentuh soal Islam…” harapnya.

“Islam tidak memusuhi agama lain. Islam adalah rahmatan alamanin. Musuh besar Islam adalah keserakahan.  Untuk itu saya menawarkan kegiatan seperti diskusi antara penganut Islam dan agama lain memecahkan persoalan yang kongkrit bagi masyarakat. Bagaimana memberdayakan masyarakat, bukan seperti sinterklas. Bukan lagi mempersoalkan masalah teologis yang debatnya tidak pernah habis selama berabad-abad….”

Piuuh, benar juga…” bisik Yola.

Mereka menyadari seorang perempuan muda yang asing bagi mereka hadir. Di sampingnya seorang pria bertubuh tinggi kurus.Perempuan itu berambut melewati sebahu. Tingginya sekitar 158 cm dengan berat ideal, ditaksir 50 atau 51 kg. Dia begitu seksama memperhatikan pidato itu. Tampaknya masih di tingkat satu. Di sampingnya pria bertubuh jangkung, kurus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun