Nah kalau pemimpin dalam Republik, itu beda. Pemimpin dalam Republik seperti ini, tidak tunggal, tetapi ada eksekutif, legislatif, yudikatif. Bukankah Kesultanan Aceh dulu pernah dipimpin perempuan? Lalu kalau perempuan hanya eksekutif, lalu apa masalahnya?
Kalau soal program, saya bisa saja membuat kegiatan lomba memasak untuk laki-laki dan lomba perang paintball untuk perempuan. Kalau perlu main paintball lintas gender untuk membuktikan, apakah perempuan benar-benar lebih lemah dari laki-laki? Kawan saya Ahmady tahu bertapa berbahayanya Inong Balee waktu Perang Aceh?”
“Juga waktu GAM,” celetuk Ahmady.
“Nah, bagi saya tidak salahnya kalau suami dan isteri bisa di dapur dan semua bisa ke luar, sama-sama mencari nafkah?”
Naïf sih. khsan Maulana khawatir bisa jadi bumerang bagi Alif. Tetapi Harum tampaknya mendengarkan dengan baik. Dia kemudian berkata dengan pandangan tajam.
“Kalau seandainya konstruksi itu dibalik bagaimana? Bagiamana kalau kami berkuasa dan membalikan itu semua?”
“Calon feminist ini anak,” bisik Daniel.
Alif memberikan jempol. “Saya menghargai pandangan adik Harum. Tetapi kalau kau melakukan hal itu, sebaiknya…jangan kau melakukan. Cukup dalam wacana. Kalau kamu melakukan hal itu maka adik Harum seperti memukul sarang lebah dengan tangan telanjang dan menginjak sarang semut tanpa alas kaki. Kamu membuat kegaduhan besar dan mungkin kamu harus melakukan revolusi. Kemungkinan itu juga ada, keruntuhan patriaki bisa terjadi kalau jumlah laki-laki terlalu sedikit.”
“Mulai di awang-awang,” bisik Daniel.
Moderator langsung memotong karena dianggap tidak relevan. Tetapi Harum merasa tidak perlu protes Dia tampaknya puas dengan jawabannya. Lelaki di sampingnya menariknya. “Keumaha...ini kampus orang tahu!”
“Kang Alif masih separuh patriaki,” katanya. Kemudian dia pamit.