Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nyi Iteung di Titik 500

14 September 2016   19:49 Diperbarui: 15 September 2016   16:37 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sitruasi Sumatera Barat 1958 (kredit foto LIFE)

“Maksudnya?”

“Kamu tidak tahu? Mamaknya Ikhsan itu ikut PRRI dan adik saya ikut. Ikhsan sebetulnya ingin mendapat cerita dari pihak mereka apa penyebabnya PRRI menentang pemerintahan Djuanda dan Soekarno,” bisik Yusni.

“Jadi sebetulnya Ikhsan aman di sana?”

Iyolaah, mana mau mamak membunuh keponakannya. Apalagi karena dia wartawan dari Jawa. Soal beda pendapat, kami di sini sudah biasa beda pendapat. Hanya saja Mande-nyo Ikhsan selain khawatir karena dia berangkat bersama wartawan korannya PKI atau dia takut anaknya diterkam harimau karena sudah tidak kenal adat di sini?”

Dyah Wahyuni mendengar cerita soal pantangan menyebut nama harimau di luar serampangan. Orang di sini menyebutnya ninik atau nenek. Di kampung ada kaum yang percaya ada harimau jejadian atau manusia harimau secara berkala singgah di kolong Rumah Gadang. Manusia harimau namanya dan masih datuknya kaum itu.

Dyah Wahyuni tidur di kamar Yusni dengan nyaman mendengar tidak hanya soal seram seperti manusia harimau dan palasik, tetapi juga soal sepupu-sepupunya yang banyak kawin dengan orang Sunda. Bagi Yusni, cerita perempuan pemberani hal yang biasa. Waktu Perang Belasting ada wanita Minang dengan enteng membunuh perwira tentara Belanda. Tokoh perempuan Minang anggota parlemen yang sekarang, Rasuna Said pernah dipenjara masa penjajahan. Perempuan pribumi pertama yang dipenjara karena politik. Yusni juga cerita soal perempuan Aceh yang maju ke medan tempur melawan Belanda.

***

Mereka berangkat pagi sekali dari arah Bukit Tinggi menuju selatan. Mereka bertiga naik truk ke dusun itu. Harun mengemudi. Di belakang ada dua kawan Ikhsan membawa senapan lantak. Berjaga kalau ada harimau. Itu artinya perjalanan akan masuk hutan. Di ruang pengemudi ada senapan lantak di samping Harun. Namun pembicaraan bukan soal asal usul senapan lantak itu, tetapi soal sepupu Ikhsan banyak kabur ke Tanah Pasundan.

“Iyoo, mereka seperti Marah Rusli tidak suka pada adat perjodohan dalam suku atau aturan adat. Mereka banyak sekolah di Jawa dan bahkan sebagian dari mereka sudah tercabut ke-Minangannya. Malah ada yang lebih Sunda dan lebih Jawa dari orang sana. Umumnya mereka tidak suka poligami dan setia dengan isteri Sunda atau isteri Jawa-nya,”cerita Yusni.” Itu sebabnya saya tidak heran kalau teman perempuan Ikhsan beberapa dari Sunda.”

Ambo ingek Pak Yamin itu. Dulu waktu masih takana juo kampungnya dia bikin puisi Andalas Tanah Air-ku, tetapi ketika dia sudah kawin dengan orang Jawa dan dekat dengan Soekarno, dia bikin puisi Indonesia Tanah Airku,” timpal Harun.

“ Bukankah itu nasionalisme?” timpal Yusni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun