ASN berinisial FS (41) ditemukan tewas gantung diri di kamar rumahnya di Desa Semen, Kecamatan Paron, pada Selasa (24/12/2024). Diduga, FS nekat mengakhiri hidupnya akibat terlilit pinjaman online senilai puluhan juta rupiah.
Dua minggu sebelumnya, Kompas juga melaporkan tragedi di Ciputat, di mana satu keluarga tewas yang diduga terkait utang pinjol.
Tidak terbayang bagaimana kondisi tahun 2025 nanti ketika harga-harga serentak naik, terutama dengan gembar-gembor kenaikan PPN menjadi 12%. Bukankah ini bisa menjadi pemantik kenaikan harga barang secara keseluruhan dan pinjol semakin merajalela?
Kisah-kisah tragis korban pinjol sebenarnya bukan hal baru. Tahun-tahun sebelumnya, banyak cerita serupa yang dilaporkan.
Bahkan di lingkungan terdekat, tetangga-tetangga di kompleks tempat kami tinggal banyak yang terlilit pinjol dan berakhir tragis.Â
Ada yang meninggal akibat tekanan mental. Ada pula yang bercerai karena rumah tangga terus dirundung konflik akibat gagal bayar. Tak sedikit pula yang kehilangan harta benda karena semuanya habis terjual untuk membayar angsuran.
Situasi ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun yang penuh carut-marut bagi perekonomian rumah tangga akibat berbagai kenaikan harga.
Literasi keuangan menjadi salah satu solusi yang perlu diprioritaskan pemerintah untuk mengantisipasi budaya pinjam-meminjam melalui pinjol yang marak terjadi.
Hal ini sangat penting, karena pinjol hadir di mana-mana dengan tawaran yang sangat menggoda, kemudahan dan kecepatan mendapatkan pinjaman.
Sayangnya, banyak masyarakat yang tampaknya belum memahami konsekuensi besar di balik setiap pinjaman.Â
Ketidaktahuan inilah yang sering kali memicu gagal bayar, yang akhirnya berujung tragis, hingga nyawa melayang karena bunuh diri akibat tak sanggup menghadapi intimidasi dari pihak pinjol.