Peningkatan kasus ini menjadi alarm yang kuat bagi pemerintahan di masa mendatang, terutama jika dikaitkan dengan data penduduk usia produktif (15-64 tahun), yang mencakup 69,39% dari total populasi.Â
Menurut publikasi Azmawati Mohammed Nawi dalam BMC Public Health, kelompok usia ini sangat rentan terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan.Â
Di banyak wilayah, termasuk Kota Metro, penduduk usia 10-14 tahun pun berjumlah signifikan, dengan 15.341 jiwa, menandakan kerentanan yang semakin besar di kalangan generasi muda.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi para pemimpin di berbagai daerah, termasuk di Kota Metro. Bagaimana caranya agar generasi muda bisa diselamatkan dari jeratan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan? Pemimpin yang terpilih harus mampu menerapkan program pencegahan yang tegas dan konsisten, terutama pada tingkat sekolah.
Seringkali, kebijakan yang mendukung pencegahan penyalahgunaan narkotika terhambat oleh masalah pembiayaan atau stigma negatif dari masyarakat, misalnya anggapan bahwa tes narkoba di sekolah adalah hal yang merepotkan. Padahal, program ini sangat penting bagi masa depan generasi muda dan bangsa.
Dengan pendekatan yang tepat dan komitmen yang kuat dari pemimpin daerah, diharapkan masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan dapat diminimalisir.Â
Generasi muda harus tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan aman agar mereka dapat berkembang menjadi pemimpin masa depan yang berkualitas, tidak hanya di Kota Metro, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Gentrifikasi, Tantangan dan Peluang
Meskipun menjadi wilayah dengan luas terkecil di provinsi Lampung, Kota Metro menawarkan sarana prasarana yang hampir lengkap. Berbagai fasilitas pendukung untuk pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, hiburan, dan keagamaan tersedia, menjadikannya kota kecil yang nyaman untuk dihuni. Selain itu, biaya hidup di Kota Metro relatif murah dibandingkan dengan kota besar seperti Bandar Lampung.
Dengan kondisi yang nyaman dan tingkat stres yang relatif rendah, Kota Metro menarik perhatian penduduk luar kota untuk bermigrasi dan menetap. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Metro mencatat lonjakan migrasi penduduk pada tahun 2022, dengan 3.240 jiwa pendatang. Jumlah ini meningkat menjadi 5.464 jiwa pada tahun 2023.
Fenomena migrasi ini menjadi tanda bahwa Kota Metro tengah mengalami proses gentrifikasi, di mana pendatang mulai menggeser karakter kota kecil ini. Gentrifikasi dapat membawa dampak positif dan negatif yang perlu dikelola secara bijak, terutama dalam aspek ekonomi dan sosial.