Maka poin ini menjadi poin penting yang mungkin justru harusnya menjadi poin prioritas yang harus disepakati bagi pasangan yang akan menuju jenjang pernikahan.
Sebab kesepakatan atau ketidaksepakatan pada poin ini berdampak pada kehidupan orangtua salah satu pasangan. Jangan sampai menggadaikan kebahagiaan masa senja orangtua dengan komitmen abal-abal yang disepakati saat awal sebelum menikah.
Jika memang tidak sepakat dalam hal ini lebih baik berpisah, jangan memaksakan kehendak dengan tetap menikah tetapi tidak saling sepakat. Ingat, kebahagiaan orangtua lah yang menjadi taruhan.Â
Jadi lebih baik bicarakan poin ini baik-baik dan sepakati bersama dengan calon pasangan masing-masing sebelum benar-benar melangsungkan pernikahan.
Ketiga, Keuangan dan Aset Bersama
Setelah menikah siapa yang akan bekerja dan bagaimana tentang kepemilikan aset. Apakah suami saja yang akan bekerja dan istri harus resign dari pekerjaannya. Ataupun bagaimana ketika nanti dalam berumah tangga saat membeli kendaraan bermotor, tanah, rumah, akan dengan nama siapa di atas namakan kepemilikan aset tersebut ini perlu disepakati untuk menghindari konflik dalam biduk rumah tangga.
Berbeda dengan saat sebelum menikah kadang salah satu pasangan harus mengalah untuk tetap berada di rumah menjaga dan membesarkan anak-anak dan hal ini biasanya dialami oleh para istri.
Praktis rasanya para istri menjadi seorang yang harus rela berkorban meninggalkan karier sementara setelah mereka menikah.
Pendapatan pribadi pun akhirnya hilang seketika setelah menikah karena harus resign dari karir yang sudah dibangun semasa mereka melajang.
Ketika pendapatan hilang maka kesempatan untuk mengumpulkan pundi-pundi aset pun juga tidak akan mungkin terjadi.Â
Sama halnya dengan para istri, laki-laki ketika telah menjadi suami sebagai kepala rumah tangga wajib untuk menafkahi istri dan anak-anak.Â