"Kamu kalau marah seram gak ya? Masih cantik gak ya? Keknya kalau aku jadi juniormu di sana. Aku akan menggodamu diam-diam seperti saat ini hehe." Aku mencari fakta, apakah dia Perempuan yang lembut.
"Janji ya jangan kasar-kasar sama manusia lain. Saat ini Jamannya empat titik nol, gak relavan lagi jika kita bermain kasar dalam mendidik, Bu Guru. Setuju tidak?"
"Aku setuju Juma. Iya deh nanti saran Posisi Integral akan menjadi pilihan dalam mendidik dan mengasihi mereka."
Lalu santapan kami datang ke meja oleh Bu Marno. "Terima kasih Ibu"
"Yuk berdoa bareng ya. Tapi kamu yang mimpin ya"
"Kok aku sih. Kan Juma laki-laki toh"
"Kamu saja ya, sekali ini saja"
Tak tahu aku, ia sudah mengambil posisi berdoa dan langsung mengucap syukur sesuai ajaran Katolik yang dianutnya, dengan menggerakkan tangannya ke bagian sekitar wilayah tubuhnya lalu mengucap doa dengan sedikit gerakkan bibir tanpa suara, kuperhatikan wajahnya dengan saksama. Ia GadisMu yang baik, khusuk komunikasinya denganMu. Aku terpana dan penasaran seintim apa Engkau dengan GadisMu atau seberapa sering GadisMu berbicara denganMu setiap waktu? Setelah ia selesai berdoa, iya pun tersenyum padaku, "Kenapa sih, Jum?"
"Ya sudah sekarang giliranku berdoa ya. Selamat makan nona cantik, berani gendut." Sambil kumainkan mataku padanya. Lalu aku mengambil sikap berdoa, merendahkan diri dihadapanMu, dengan Protestanku, aku bersyukur padaMu.
Kami pun menikmati makanan yang telah tersaji. Sambil berbicara singkat dan santai. "Oh iya, kamu selesai dari sini mau ke mana?" kuintrogasi GadisMu.
"Ke tempat Teman sekelasku, ada di daerah sini. Nanti kok, beliau juga masih di Almamater jam segini"