Mobil yang mereka tumpangi pun bergerak ke arah Jakarta dengan kecepatan tinggi. Suasana di jalan tol saat itu tidak begitu ramai.
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan sirine suara mobil patroli polisi. Mobil itu beberapa kali memberi kode dari kejauhan dengan cara mengedip-ngedipkan lampu depannya agar mereka menepi.
"Waduh, bagaimana nih bos? Kita minggir atau terus saja?" Tanya Kardun cemas.
"Goblok kamu Dun! Ya kabur dong. Tancap gas, jangan sampai kesalip," hardik Imron sambil melotot dan kepalanya menoleh ke belakang melihat mobil patroli polisi yang mengejar mereka.
Sampai pintu tol Padalarang, Kardun langsung menerobos saja tanpa membayar tol. Namun sayangnya, pas perempatan jalan, lampu merah menyala.
"Terabas saja Dun!" Bentak Imron.
Tanpa pikir panjang Kardun menerobos lampu merah. Sebuah mobil angkot warna hijau tiba-tiba melaju dari arah Timur, hampir saja mereka tabrakan.
Mobil terus bergerak ke arah kompleks Kota Baru Parahyangan, kemudian memutar balik ke arah Padalarang. Dekat Depo Pertamina, jalanan macet. Banyak angkot ngetem di sana. Mesti sudah dibunyikan bel berkali-kali, tetap saja angkot yang ngetem tidak mau bergeser.
Hal tersebut membuat Imron gelisah. Kemudian dia mengambil inisiatif turun dari mobil dan menghardik sopir-sopir angkot yang menjadi sumber kemacetan sambil menodongkan pistolnya.
"Apa kau sudah bosan hidup! Bikin macet saja. Dasar angkot sialan! Jalan!" Bentak Imron kesal.
"Ma ...ma..maaf Bang. Saya akan jalan. Jangan tembak aku Bang ...," jawab sopir angkot asal Medan itu dengan logat Bataknya yang kental.