Mang Yayat bersyukur, apa yang dilakukannya selama ini akhirnya mendapat respon positif dari masyarakat. Kini tetangganya dan para sukarelawan banyak yang ikut membantu mengelola taman bacaan tersebut. Sejak tahun 2014 ada relawan lulusan UPI yang rutin membantu mengelolanya. Kadang-kadang ada juga datang mahasiswa dari perguruan tinggi seperti Universitas Pasundan (UNPAS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Semua ini memang tidak terlepas dari keseriusan dan kegigihannya dalam mengembangkan minat baca masyarakat di kampungnya. Bahkan rumahnya sendiri dikorbankan sebagai Pusat Kegiatan dan Belajar bagi warga masyarakat.
“Sejak tahun 2002 rumah Saya dijadikan semua kegiatan yang bersifat positif, mulai belajar melukis, kerajinan tangan, dan pelatihan membuat Kue Tart pernikahan dan khitanan,” jelas Mang Yayat.
Seingat Mang Yayat, pada mulanya memang tidak banyak orang yang menjadi anggota dan meminjam buku di perpustakaan pribadinya tersebut. Pada 2012, paling banyak hanya ada sekira 30 buku yang dipinjam. Angka tersebut terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Bahkan sekarang yang menjadi anggota TBM “Sehati” sudah mencapai lebih dari 1000 orang. Mereka bukan hanya berasal dari kampungnya sendiri, tetapi sudah meluas menjangkau 7 kecamatan, 22 desa, 56 kampung dan 10 lembaga sekolah.
“Kalau sedang ramai, dalam sehari ada sekitar 35-40 orang yang datang ke sini. Tapi kalau lagi sepi paling juga cuma 5-10 orang,” ujar pria yang pernah bercita-cita menjadi guru ini menjelaskan pengunjung perpustakaannya.
Masyarakat yang meminjam buku cukup beragam. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa, terutama kaum ibu di pedesaan. Khusus anak-anak usia PAUD, TK dan SD kelas 3 ke bawah yang ingin meminjam buku harus disertai dengan orangtuanya. Kecuali anak-anak usia kelas 4 SD ke atas sudah bisa meminjam sendiri.
Buku yang sering dipinjam masyarakat umumnya berupa pendidikan, keterampilan, kewirausahaan dan teknologi tepat guna. Hal ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat di pedesaan yang selama ini menjadi pelanggan setia perpustakaannya.
Mang Yayat sangat jeli dalam melihat potensi masyarakat yang ada di seklilingnya. Dia menyiapkan buku yang memang dibutuhkan oleh mereka. Khsusus untuk masyarakat yang bekerja sebagai petani diberikannya buku tentang pertanian. Sedangkan khusus untuk ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri, diberikannya pelatihan yang dapat mengangkat perekonomian mereka.
[caption caption="Beginilah cara Mang Yayat memperkenalkan budaya baca kepada anak-akan sekolah (sumber foto: mang Yayat)"]
Pria yang mencintai dunia anak ini juga menyediakan aneka buku bergambar. Mang Yayat memang ingin fokus pada pengembangan diri anak. Dia juga membuat media yang memuat pesan bergambar dalam bentuk cerita. Ada banyak edukasi yang berisi nilai-nilai yang dituangkannya di media tersebut. Dia juga membuat pelatihan khusus untuk anak-anak, misalnya tentang reproduksi dan lain-lain.
Melalui TBM “Sehati”, banyak masyarakat di desa yang menjadi anggotanya pun mulai mengetahui fungsi dari buku. Mang Yayat berharap kelak desanya semakin maju dan menjadi percontohan bagi desa lainnya di Indonesia.