Mohon tunggu...
Ardan
Ardan Mohon Tunggu... Freelancer - Sahaja

Hari kerja nulis buat brand di agensi, akhir pekan ngeblog.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Tanah Air yang Hilang dan Negara yang Tidak ke Mana-mana

6 Maret 2020   10:25 Diperbarui: 10 Maret 2020   17:46 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen yang terpilih menjadi cerpen terbaik Kompas 2016 ini berakhir tragis. Seorang suami melompat dari apartemennya dengan "Jari jemarinya masih mengepal tanah merah berbalut kain putih," halaman 89.

Selama tiga bulan sejak awal Maret 2016, Martin menghabiskan waktunya berkeliling Eropa dengan biaya sendiri untuk mewawancarai orang-orang Klayaban. Mereka menyebar di Amsterdam, Den Haag, Berlin, Koeln, Praha, Sofia, dan Paris dengan usia rata-rata 70-an tahun.

Yang tidak kalah menarik dari buku setebal 344 halaman ini adalah pertanyaan Martin mengenai pulang ke Indonesia. Rezim Soeharto memang sudah tumbang, tapi bukan mereka bakal pulang begitu saja. Hampir semua orang-orang berdarah Indonesia ini kembal ke tanah kelahirannya justru sebagai turis.

Beberapa menginap untuk waktu yang lama, sebagian harus pulang sebelum waktunya karena menderita diare berkepanjangan selama di Indonesia. Tingkat higienitas makanan di Eropa ternyata tidak sebanding dengan negara yang punya sumber kekayaan alam terbanyak di dunia ini.

Saya rasa, kita berhutang banyak kepada Martin yang telah menghimpun cerita-cerita ini ke dalam satu buku. Menurut pengakuannya, ada 30 eksil dengan total durasi wawancara 40 jam yang harus ditranskrip. Namun, hanya 19 orang yang bersedia ceritanya dituliskan. Mereka tampaknya mengalami trauma yang luar biasa terhadap Soeharto.

Sebagaimana yang dimohonkan oleh Nugroho, 91 tahun, agar "tidak menanyakan masa lalu yang getir untuk mencegah kumatnya stres yang diderita istrinya itu sejak mendengar kejadian-kejadian yang ngeri dan menyengsarakan ketika rezim Jenderal Soeharto melancarkan pembinasaan tanpa pandang bulu," halaman 230.

***

Jika menarik benang merah mengenai latar belakang pendidikan orang-orang Klayaban ini, maka boleh dibilang semuanya adalah para ahli di berbagai disiplin ilmu. Hampir seluruhnya mengemban tugas belajar di negara-negara yang punya konsentrasi ilmu terbaik.

Dari sini tampak Soekarno pernah menyiapkan Indonesia untuk tampil di hadapan dunia sebagai jagoan di segala bidang. Sialnya, Soeharto datang dan menghancurkan segalanya.

Saya kemudian membayangkan keduanya berpapasan di toilet di alam baka di mana Soekarno sambil membetulkan ritsleting celana bahannya sambil bertanya, "Ke mana Indonesia hari ini?"

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun