Dampak perubahan  iklim dan pemanasan global yang terjadi saat ini membuat negara-negara di dunia dilanda berbagai bencana seperti badai, gelombang laut yang tinggi, banjir, longsor, dan lain sebagainya.Â
Masalah-masalah ini juga menimpa anak cucu ras Melanesia di Maluku beberapa waktu yang lalu dan mungkin akan terjadi di kemudian hari. Untuk lebih jelasnya silahkan baca link di bawah ini:
Â
Â
Maluku Dulu dan Saat Ini
Berbeda dengan cara pandang modernitas yang menempatkan instrumentelle vernunft dan membuat distance antara manusia dengan alam melalui ilmu-ilmu positif sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia modern. Sejak berabad-abad yang lalu ras Melanesia yang mendiami Maluku sudah mengembangkan ilmu alam.
Ilmu alam yang tidak mengkalkulasikan alam dengan angka-angka untuk mencari keuntungan yang besar atau mengejar kepentingan ekonomis sebagaimana pendekatan instrumentelle vernunft. Â
Tidak adanya juga distance antara manusia dan alam yang bisa dijumpai dalam unsur-unsur kebudayaan seperti sistem ekonomi, sistem peralatan hidup dan teknologi, kesenian dan lain sebagainya.
Contoh konkretnya, sistem ekonomi subsisten seperti sasi lalu dan darat. Sistem ekonomi ini tidak mengeksploitasi alam secara masif. Selain itu juga, sistem teknologi ramah lingkungan seperti: bubu, lavlai dan lain sebagainya.Â
Tradisi lisan dalam kesenian seperti nyanyian adat bergaya free meter dengan pukulan tiva berpola repetitif saat mengiringi tarian tradisional pun menyampaikan pesan tentang pentingnya menyesuaikan diri mengikuti hukum alam -- menyatu bersama  irama alam.
Sejumlah data empirik itu menjelaskan dengan sangat jelas bahwa ras Melanesia yang hidup di Maluku berabad-abad lalu sadar betul bahwa selain dirinya ada juga hewan, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda alam lainnya yang merupakan bagian dari dirinya yang tak terpisahkan.Â