Selanjutnya setelah giude tour memerintahkan untuk menggali, Yehezkiel diperintahkan untuk melihat ke dalam lubang, dan ternyata terdapat pintu di dalam lubang tersebut. Kemudian pada ayat 9, Yehezkiel diperintahkan untuk masuk ke pintu tersebut. EGS menanggapi peristiwa masuk lubang dan kemudian masuk pintu tersebut dengan mengandaikan Yehezkiel sebagai mata-mata di perbentengan musuh.Â
Setelah Yehezkiel masuk ke dalam pintu tersebut, dilihatnya ada gambar-gambar binatang melata dan binatang haram lainnya yang menjijikan terukir di sekeliling tembok-tembok tersebut. Menanggapi hal ini, EGS berpendapat bahwa Yehezkiel adalah seorang "ikonoklast" atau orang yang anti terhadap patung dan gambar-gambar.Â
Argumen tersebut disertai dengan bukti bahwa gambar-gambar dan ukiran memang sudah ada untuk menghiasi bait suci saat Raja Salomo membangunnya. Tetapi Yehezkiel tidak menyetujui warisan nenek moyang tersebut, dan cenderung mentiadakan hal-hal tersebut. Dari pendapat mengenai ikonoklast di atas, saya mendapat kemiripan dengan perilaku Raja Hizkia di dalam 2 Raj. 18: 4. Di situ tertulis bahwa Raja Hizkia menghancurkan patung ular yang dibuat oleh Musa di Bil. 21: 9.Â
Musa bukanlah sebagai nabi biasa, bahkan ia dianggap sebagai salah satu nabi terbesar dalam sejarah Israel, tetapi kebijkannya mengenai patung ular tersebut dianggap salah oleh Hizkia. Dari sini kita bisa membayangkan bahwa yang dilakukan Yehezkiel bukanlah sesuatu yang baru dalam merubah tatanan atau aturan mengenai tata cara penyembahan yang baik dan benar. Jadi sikap "ikonoklast" sepertinya memang sudah ada sebelumnya di kalangan petinggi-petinggi maupun imam di Israel. Â
Penglihatan ketiga (ayat 11-13)
Lebih lanjut lagi, tua-tua umat Israel bahkan berada di situ (jumlahnya 70 orang), termasuk Yaazanya bin Safan. Safan adalah salah satu panitera kerajaan pada jaman Raja Yosia, keterangan tersebut mengacu pada 2 raj. 22: 8-13. Menurut EGS dengan mengacu kepada keluarga Safan di Kitab Yeremia (Yer. 26: 24), EGS menganggap keluarga Safan adalah keluarga yang baik karena telah membela Yeremia supaya tidak terkena hukuman, tetapi di Yehezkiel salah satu keluarga Safan dianggap jelek perilakunya.Â
Ayat 12 menjelaskan bahwa semua tetua tersebut sedang memegang bokor ukupannya di tangan mereka masing-masing. Hal ini oleh Vawter-Hoppe diidentikkan dengan pemujaan terhadap  binatang-binatang yang menjadi ciri khas penyembahan di Mesir. Selanjutnya ayat 12 juga memberi keterangan bahwa tua-tua tersebut ikut melakukan praktek penyembahan berhala dikarenakan anggapan mereka yang menyatakan bahwa "TUHAN tidak melihat kita; Tuhan sudah meninggalkan tanah ini" (azav Yhwh et haarest).Â
Padahal di ayat 4 dijelaskan bahwa Yehezkiel masih melihat kemuliaan (kabod) Allah Israel di Yerusalem. Mungkin di sini si tua-tua Israel tidak bisa melihat kemuliaan Allah, oleh karena itu mereka menganggap-Nya sudah pergi. Nanti di Yeh. 9: 9 Allah mempermasalahkan pernyataan ("Tuhan sudah meninggalkan tanah ini") mereka kembali, dan hal tersebut menjadi landasan untuk tidak menyetujui keluhan Yehezkiel di pasal 9: 8. EGS juga berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh tua-tua Israel tersebut adalah kegiatan yang terjadi karena kekosongan posisi imam di Yerusalem.Â
Selanjutnya argumen di atas menjadi rujukan untuk membela para tetua yang melakukan penyembahan tersebut, juga dengan berlandaskan pada Kel. 24: 9, mengenai adanya akses tetua ke transendensi. Saya setuju dengan pendapat tersebut, tetapi saya ingin menambahkan bahwa Yehezkiel hanyalah mempercayai imam-imam Zadok saja untuk melakukan kegiatan penyembahan terhadap Allah. Sweeney pun dalam tafsirannya mengatakan bahwa 70 tetua Israel yang dilihat oleh Yehezkiel, termasuk Yaazanya bin Safan tidak-lah termasuk imam bani Zadok, dan mereka tidak layak untuk melaksanakan pembakaran dupa untuk YHWH. Teks Yeh. 8: 11--13 Â ini sebenarnya adalah permulaan dari tindakan nepotisme yang ditunjukkan oleh Yehezkiel.Â
Nanti di pasal-pasal berikutnya akan terlihat bagaimana Yehezkiel semakin menunjukkan nepotismenya dengan memberi hak-hak yang lebih kepada imam-imam Zadok, seperti di Yeh. 44: 15 (mengenai penyelenggaraan kebaktian) dan Yeh. 48: 11 (mengenai pembagian tanah). Jadi bisa dikatakan bahwa penolakan terhadap kegiatan penyembahan tersebut disebabkan para tetua tersebut bukanlah dari bani Zadok. Di sini unsur trauma Yehezkiel yang diakibatkan penyelewengan bani Lewi terlihat jelas, sampai mereka tidak dipercayai lagi oleh Yehezkiel untuk melaksanakan ritual keagamaan lagi.
Penglihatan keempat (ayat 14--15 )