EGS cenderung meragukan pendapat Blenkinsopp yang menganggap semel tersebut adalah patung Asyera, hal ini dikarenakan teks tidak mengatakan secara eksplisit siapa sebenarnya patung berhalaan yang membuat cemburu tersebut. Tetapi saya tertarik untuk mencoba menjelaskan siapakah sosok patung tersebut, karena dari identifikasi terhadap patung tersebut, akan lebih bisa dimengerti secara lebih jelas terhadap siapakah Allah cemburu, dan akhirnya menghukum Israel.Â
Jika menggunakan pendapat Sweeney yang beranggapan bahwa patung tersebut adalah dewa Marduk, maka saya rasa hal itu seharusnya tidak membuat Allah cemburu, dan adanya patung itu bukanlah kesalahan orang-orang Israel yang tertinggal di Yerusalem pasca pembuangan. Karena pembangunan patung Marduk tersebut pastilah atas dasar perintah dan keinginan raja Nebukadnezar, yang ingin menunjukkan dan memperlihatkan bahwa wilayah itu adalah daerah kekuasaannya.Â
Jadi seharusnya ketika Yehezkiel mengalami penglihatan tersebut, ia tidak menyalahkan orang-orang Israel pada saat itu, oleh karena adanya patung Marduk di sana. Karena memang keberadaan patung tersebut bukanlah keinginan orang-orang Israel, tetapi penjajahlah yang ingin pamer kepada setiap orang di kawasan jajahannya bahwa Marduklah yang berkuasa. Seperti yang saya katakan tadi, Allah sendiripun kurang pas jika cemburu terhadap patung Marduk tersebut, apalagi mempersalahkan patung Marduk ada di Yerusalem, karena Allah sendiri yang menghukum Israel dengan menggunakan Babel sebagai penjajahnya.Â
Oleh karena itu saya lebih setuju dengan pendapat Blenkinsopp yang mengidentifikasi patung tersebut dengan sosok Asyera. Memang Blenkinsopp sendiri telah memberi argumen bahwa patung Asyera sudah dihapus ketika raja Yosia berkuasa, tetapi ketika Yosia meninggal, Asyera kembali disembah.Â
Blenkinsopp juga menguatkan argumennya dengan memberi penjelasan mengenai keadaan yang terjadi di Yeremia, dengan menggunakan teks Yer. 44: 16-18. Di situ dijelaskan bahwa perempuan-perempuan akan tetap menyembah ratu sorga. Dari kemungkinan di Yeremia tersebut, saya rasa mungkin saja orang-orang sisa yang tidak ikut dibuang ke Babel tetap memasang atau membuat kembali patung Asyera untuk mendapatkan penyelamatan dari ratu sorga tersebut.Â
Dari identifikasi tersebut sekarang jelas bahwa Allah cemburu sudah sejak lama, dan bukan cemburu yang baru, juga bukan cemburu setelah penyerbuan dan pembuangan ke Babel berlangsung. Dari sini bisa dianggap bahwa Yehezkiel masih memiliki trauma terhadap kecemburuan Allah yang dilakukan oleh bangsa Israel di masa lalu.Â
Penglihatan kedua (Ayat 7-10)
Narasi dalam teks ayat 7-10 menceritakan lanjutan spesifikasi dari praktek-praktek berhala yang dilakukan oleh umat Israel pada masa itu. Pada ayat 7 Yehezkiel dibawa ke pintu pelataran, dan dia melihat sebuah lubang di sana (wehinneh hor ehad baqqir). Kemudian di ayat 8 teks asli Ibrani, Yehezkiel diperintahkan untuk menggali (hatar: gali) sebuah lubang.Â
Blenkinsopp mengatakan bahwa teks Ibrani ayat 7 & 8 ini membingungkan. Karena terdapat lubang yang sudah ada di ayat 7, dan kembali harus menggali lubang lagi di ayat 8. Di sini saya mencoba untuk tidak bingung, walaupun sudah ada lubang, dan kemudian diperintahkan oleh Roh (atau guide tour) yang membawa Yehezkiel tersebut ke Yerusalem untuk kembali membuat lubang.Â
Apa yang dibingungkan? Memang kalau sudah ada lubang, tidak bolehkah disuruh membuat lubang lagi? Sweeney berpendapat bahwa lubang di ayat 7 adalah bekas lubang yang dibuat oleh tentara penjajah (tentara babilonia) saat penyerbuan terjadi. Nah mungkin saja si Yehezkiel memang diperintahkan untuk mempraktekkan kegiatan tentara penjajah tersebut.Â
Mengenai lubang yang sudah ada di ayat 7, mungkin itu sebagai contoh lubang yang harus dibuat atau digali sendiri oleh Yehezkiel. Memang dalam teks tidak tertulis bahwa lubang di tembok menjadi dua setelah Yehezkiel diperintahkan untuk menggali, tetapi jika memang sudah ada lubang di ayat 7, dan kemudian Yehezkiel menggali lubang lagi  dia ayat 8, berarti memang sekarang sudah ada dua lubang.Â