Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen: Amplitudo

17 Maret 2016   23:43 Diperbarui: 18 Maret 2016   00:12 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

# 1
Frekuensi

Hidup Yuri nyaris sempurna, pekerjaan yang menjanjikan, juga seorang lelaki yang sangat menyayanginya. Hertz, tunangan sekaligus direktur dari perusahaan tempat Yuri bekerja. Jika banyak gadis yang merasa iri dengan kehidupan Yuri, sebaliknya Yuri juga sempat beberapa kali iri dengan hidup gadis-gadis lain di sekelilingnya.

Di dunia ini tidak ada yang benar-benar sempurna. Yuri juga beranggapan demikian. Bagi Yuri, kehidupan sempurna hanya cerita pengantar tidur, dongeng, tapi kehidupannya bukan dongeng. Yang setiap lembarnya bisa dibolak-balik dengan rasa malas, karena sudah bisa ditebak semua tokoh utama akan hidup bahagia selamanya dengan pangerannya.

Sementara pangeran Yuri, kini sudah tergeser perubahan. Bukan lagi menunggang kuda dan membawa pedang. Siap menerjang duri-duri mawar demi membangunkan sang puteri dari tidur panjang.

Pangeran Yuri adalah Hertz, duduk di belakang kemudi dengan setiap anak rambut tersisir rapi. Saat makan, saat main golf, saat jalan-jalan di taman, Hertz juga tetap terlihat rapi. Mungkin memang Tuhan sengaja menciptakan Hertz serapi mungkin.

Sangat berbeda, bahkan berbalik dengan Yuri. Ia tidur dengan seprei motif beruang, tetapi lebih memilih selimut minion , bantal berbentuk kepala kucing, guling berbentuk jerapah. Di kamarnya juga ada boneka kucing, anjing, bebek, hingga singa dengan berbagai bentuk dan ukuran. Di meja riasnya ada mainan sepasang lumba-lumba sedang berebut bola dengan air yang dibuat gemericik di bawahnya, pemberian Hertz saat ia ke Singapura. Kamar yuri terlihat mirip kebun binatang yang ditata menarik, tetapi juga sangat acak dan terbalik jika dibandingkan dengan Hertz.
Terkadang Yuri berpikir, apa Hertz akan memperbolehkan ia memindahkan kebun binatang itu ke kamar mereka nanti? Tentu saja boleh, bukankah sebagian besar penghuni kebun binatang itu adalah pembelian Hertz, pikir Yuri.

“Sayang, kamu kenapa senyum-senyum sendiri?” Hertz melirik Yuri sebentar, lalu kembali pandangannya lurus menatap jalanan.

“Tidak ada apa-apa, aku membayangkan kalau boneka di kamarku bisa bergerak dan saling bercerita saat aku berangkat kerja. Lalu, mereka mendadak berhenti bercerita dan kembali ke tempatnya masing-masing saat mendengar langkahku menaiki tangga.”

“Hmmm... di mana lucunya? Itu malah terdengar menyeramkan.” Hertz mengernyitkan dahinya.

Wajah Jermannya terlihat jelas saat Hertz memasang mimik serius maupun sok serius seperti itu. Hertz memiliki darah Jerman dari kakeknya, bahkan sebagian besar keluarga ayah Hertz juga tinggal di Jerman. Sementara ayah Hertz bertemu dengan jodohnya di Bandung, membeli rumah di Surabaya dan Jakarta. Dan masih sering bolak-balik Jakarta-Surabaya.

Hertz pernah bercerita, bagaimana kedua orangtuanya bertemu. Sebuah ketidak sengajaan yang sangat unik. Ibunya adalah orang Surabaya, entah karena suatu hal ibunya minggat dari rumah. Dengan alasan bingung atau kalut, dia naik kereta sampai Bandung. Lalu dengan kebingungan yang semakin menumpuk, dia tersesat di Dago. 

Pada saat itu keluarga ayah Hertz sedang mengembangkan usaha di Jakarta. Mereka belum setahun tinggal di Indonesia. Ayah Hertz sering pergi mengunjungi kota-kota besar di Indonesia. Dia adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga. Si sulung yang nantinya akan menjalankan semua perusahaan keluarga. Begitulah tradisi turun-temurun dipegang.

Pada saat ia jalan-jalan di Bandung, ia melihat seorang perempuan menangis di tepi jalan. Saat itu hampir jam sebelas malam, ayah Hertz masih ragu apakah yang menangis itu benar-benar perempuan atau bukan. Meskipun ia baru saja tinggal di Indonesia, ia sudah banyak mendengar kisah-kisah menyeramkan dari teman-temannya. Teman ayah Hertz saat itu belum banyak, bisa dihitung dengan jari, tapi jumlah dan nama hantu yang pernah mereka ceritakan justru tidak terhitung.

Ayah Hertz bukan tipe lelaki penakut yang melarikan diri melihat perempuan menangis di tepi jalan, hanya karena ragu apakah itu perempuan atau siluman. Ia justru mendekati, menyapa, juga bertanya dengan bahasa Inggris beraksen Jerman. Dia belum lancar berbahasa Indonesia, apalagi bahasa Sunda atau Jawa. Sementara ibu Hertz, justru tidak bisa berbahasa Inggris. Dia hanya mengerti beberapa kata saja. Akhirnya dia menjawab sekenanya dengan bahasa Inggris beraksen Jawa setiap pertanyaan dari ayah Hertz. Saat itulah isyarat mulai berbicara lebih banyak daripada kata-kata, bahkan isyarat mampu menciptakan bahasanya sendiri.

Ibu Hertz tidak punya cukup uang untuk meneruskan perjalanan atau pun kembali pulang. Lebih tepatnya, ia memang tidak membawa cukup uang untuk benar-benar minggat dari rumah. Ia benar-benar bingung, jika kembali pulang pasti bapaknya akan memberi hukuman berat atas tindakannya. Jika ia tetap bertahan di kota yang masih asing, dia bingung bagaimana dan dari mana caranya memulai.

Lagi-lagi, ayah Hertz muncul sebagai pahlawan. Ia bersedia mengantarkan ibu Hertz pulang ke Surabaya. Segala sesuatunya menuju Surabaya berjalan mulus. Masalah baru menanti di ambang pintu rumah ibu Hertz, bagi keluarga mereka, tentu merupakan aib besar anak gadisnya kabur dari rumah. Lalu pulang kembali bersama seorang laki-laki.

Ayah Hertz harus bertanggung jawab atas hal tersebut, meskipun dia justru tidak tahu apa-apa selain hanya ingin membantu. Kesalah pahaman itu justru disambut gembira oleh keluarga kakek Hertz. Masalahnya, mereka sudah bosan melihat si sulung masih melajang dan belum pernah berhasil membangun sebuah hubungan apa pun dengan perempuan.

Segala sesuatu untuk pernikahan mereka disiapkan, memang memakan waktu yang lumayan lama. Karena yang menikah bukan tentang dua orang, tetapi juga dua keluarga dan dua negara. Ayah Hertz berpindah kewarganegaraan, setelah menikah dia juga memutuskan untuk membeli rumah dan mendirikan kantor cabang di Surabaya.

Jika orangtua Hertz tidak perlu jatuh cinta pada pandangan pertama untuk membangun keluarga. Bukan berarti mereka tidak hidup bahagia. Di tahun kedua, suara tangis pertama Hertz bagai nyala kembang api yang menandai tahun baru keluarga mereka dimulai. Tiga tahun berikutnya, suara manja Celline menambah warna baru keluarga mereka. Cinta terus menaungi atap rumah mereka.

***

#Yuri

Aku menyandarkan kepalaku, bosan rasanya setiap pulang kerja terjebak dengan kemacetan seperti ini. Rasanya lucu juga, jika dulu aku kemana-mana naik sepeda motor. Aku berharap suatu hari tabunganku cukup untuk membeli mobil. Kecil saja, toh yang menggunakan hanya aku dan ibu. Tidak perlu mahal dan mewah, nyaman saja sudah cukup. Yang penting aku tidak perlu kepanasan di jalan. Bajuku tidak bau keringat bercampur bau asap. Aku juga tidak perlu merasa ngilu dan terserang masuk angin karena kehujanan sepanjang jalan.

Sekarang, saat aku berada di dalam mobil Hertz, aku justru ingin agar mobil Hertz berubah menjadi motor saja. Aku rasa itu cukup sederhana, daripada aku membayangkan dan meminta mobil Hertz menjadi robot seperti Bumblebee. Entah kenapa, Hertz tidak pernah mau membawa motor dengan alasan apa pun. Mungkin Hertz takut bajunya menjadi bau, atau mungkin ia takut kulitnya menjadi belang karena sengatan matahari. Mungkin juga Hertz tidak pernah merasakan masuk angin, lucu juga kalau membayangkan itu.

“Sayang, punya biskuit atau coklat?” tanyaku pada Hertz. Aku berharap dia memiliki sesuatu yang bisa aku gunakan untuk membunuh rasa bosan.

Tetapi Hertz menggeleng, dia bilang sudah mencoret makanan atau jajanan yang tidak sehat dalam daftar menuku. Hertz segera tahu bahwa aku sedang kelaparan. Aku juga tahu rasanya mustahil bisa sampai tempat makan terdekat dengan kondisi jalan yang macet dan hujan lebat seperti sekarang. Jadi, aku hanya punya satu pilihan terakhir, menyanyi sesukaku. Menyanyi memang tidak akan mengisi perutku, tapi bisa sedikit mengurangi rasa bosanku.

***

#Hertz

Yuri, bukan hanya hari ini terjebak macet, tetapi memang baru hari ini aku tidak memperbolehkan dia makan apa pun di dalam mobil. Aku tahu, aku sangat egois, tetapi perlu tindakan yang sedikit keras untuk gadis itu.

Aku hanya tidak mau dia memasukkan makanan apa saja ke mulutnya. Banyak makanan yang tidak sehat, tidak bersih yang dimakannya. Mungkin dia sudah tahu, tapi dia tidak mau ambil pusing dengan semua itu. Aku sangat peduli, sebab itu aku banyak melarangnya.

Kami pernah menemukan buah dan sayur yang hampir bau saat memesan salad di sebuah tempat makan ternama. Juga pernah menemukan helai rambut di dalam tepung ayam goreng. Itu alasan kenapa aku sangat pilih-pilih makanan.

Sebenarnya aku lebih suka makan di rumah, masakan ibu Yuri lebih enak daripada masakan yang disiapkan pembantuku. Masalahnya, Yuri tidak akan sanggup menahan lapar selama itu. Aku kadang terkejut melihat selera makannya. 

***

#Yuri

Hertz bilang sebentar lagi akan mencari tempat makan. Bisa kutebak, kalau soal tempat makan dan menu makanan dia tidak akan seenaknya memutuskan. Hertz lebih menyukai tempat makan di mana ia bisa melihat ikannya masih berenang di kotak kaca. Semacam aquarium yang dibuat bersekat-sekat, diberi nama sesuai jenis ikannya.

Lalu, hertz akan menunjuk ikan yang dia mau. Pelayan akan mengambilkan untuknya, menimbang berat ikan pilihannya, lalu pelayan akan kembali bertanya ikan tersebut mau dimasak apa. 

Sementara aku hanya duduk, menunggu semua pesanan siap dan disajikan. Ya, semuanya pilihan Hertz. Dia tidak akan bertanya aku ingin makan apa, atau makan di mana. Setidaknya itu lebih baik, daripada aku mengatakan ingin makan di rumah saja. Karena artinya aku harus menahan lapar, aku harus masuk angin, dan saat sampai di rumah semua selera makanku akan hilang.

“Kenapa kamu memilih ikan sebesar ini, Sayang?” aku terkejut saat pelayan membawa seporsi besar ikan yang entah dimasak dengan bumbu apa. Dari aromanya, aku tahu ikan itu pasti enak, tanpa perlu aku tahu bumbunya.

“Sebagai ganti dihapusnya cemilan di dalam mobil, Sayang.” Jawab Hertz dengan senyum lebar, memperlihatkan barisan giginya yang bersih dan rapi. Sudah kubilang, bagian apa pun dari Hertz memang sengaja diciptakan Tuhan serapi mungkin.

“Aku tidak yakin bisa menghabiskan seporsi besar ini sendirian.”

“Aku sangat yakin, Sayang. Coba saja dulu, nanti setelah kamu tahu rasanya kamu pasti tidak akan menyisakan sedikit pun.” 

Benar juga kata Hertz, aromanya saja sudah membuatku yakin kalau masakan ini pasti enak. Hanya Hertz berlebihan dengan mengatakan aku tidak akan menyisakan sedikit pun. Aku tidak serakus itu hingga duri-duri ikan juga ikut aku telan.

***

#Hertz

Lucu juga melihat wajah kaget Yuri saat aku menyuruh dia menghabiskan seporsi besar makanannya. 

“Aku tahu kamu lapar, kamu boleh menghabiskan makananmu. Hanya saja, tetap perhatikan cara makanmu.” Aku mengingatkan dia agar tidak membawa kebiasaan buruknya di meja makan.

Ada beberapa sikap Yuri yang terkesan kampungan, untuk itu aku terus mengingatkannya. Bagaimana dia harus menjaga sikapnya di mana pun. Aku juga selalu memberi tahu, apa yang harus dia kenakan, apa yang harus dia katakan, yang harus dia lakukan saat ia aku minta menemaniku.

Aku berhak atas itu, aku tunangannya. Aku tidak mau orang-orang membicarakan kekurangan Yuri di belakangku. Aku tidak mau Yuri tetap membawa sikap-sikap yang kurang di tengah keluargaku. Ini bukan tentang aku tidak bisa menerima kekurangan dia. Jika ada hal yang kurang, namun bisa diperbaiki. Apa salahnya? Apa salahnya berubah menjadi lebih baik?

***

#Yuri

“Danke.” Ucapku saat Hertz membukakan pintu mobilnya untukku. “Kamu langsung balik?” tanyaku kemudian.

“Iya, aku langsung balik. Ibumu sedang tidak ada di rumah. Aku justru merasa tidak enak kalau harus menemanimu.”

Itu yang aku suka dari Hertz, dia tahu adat, tahu aturan yang berlaku di sini. Dia menjaga sebaik mungkin hubungan kami. 

“Hati-hati ya, telepon aku kalau sudah sampai di rumah.” Aku melambaikan tangan ke arahnya. Sebenarnya, tanpa diingatkan Hertz juga akan selalu menelepon saat dia sudah sampai.

Aku tetap berdiri di halaman, melihat mobil Hertz yang perlahan menjauh. Lalu, ia menyatu dengan kendaraan lain. Lama aku menatapnya, perlahan aku merasa ada bagian diriku yang mulai lenyap. Perlahan, seperti ombak yang terus menerus menghantam karang. Dulu memang tidak terlihat, tapi kini semua nampak jelas.

Hertz mengambil kendali penuh atas diriku. Dulu ia hanya mengatur cara berpakaianku, aku bisa maklum hal itu. Aku bisa menahan rasa sakit di tumitku setiap memakai sepatu pilihannya. Aku harus tetap menegakkan kepala dan tersenyum, meskipun aku merasa tidak nyaman dengan baju pilihannya.

Bisa dibayangkan, setiap Hert mengajakku membeli baju dan sepatu. Aku lebih mirip manekin yang tetap diam saat ia menempel baju model apa pun. Dia tidak pernah bertanya apa aku suka? Apa aku nyaman?

Hertz juga mengatur caraku berjalan, mengatur caraku makan, caraku duduk, caraku mengangguk. Hingga aku lupa cara berlari, cara melompat, juga cara menggeleng. Hertz bahkan mengatur caraku tersenyum, tidak boleh terlalu lebar, itu sangat kampungan menurutnya. 

Sekarang dia juga mengatur apa yang boleh dan tidak boleh aku makan. Dia mencoret beberapa daftar makanan kesukaanku. Coklat, es krim, burger, pizza, dan olahan mie dalam wujud apa pun. Bahkan ia juga meminta ibuku untuk mengawasi makananku selama di rumah.

Ya, hanya di rumah aku bisa merasa sedikit bebas. Aku bisa tertawa saat menonton tingkah minion, keluguan Spongebob. Aku bisa berteriak kegirangan setiap Lionel Messi mencetak gol. Aku bisa berteriak kecewa saat The Doctor jatuh berguling dari motornya. 

Hal-hal kampungan yang tidak bisa diterima Hertz itu masih bisa aku lakukan di rumahku. Tetapi mungkin semua tidak akan berlaku enam bulan lagi. Mungkin itu alasan Hertz mengatur segala sesuatu semaunya,sesuai kehendaknya. Ia akan membawaku ke rumahnya sebagai Yuri yang baru. Sebagai sebuah manekin anggun yang akan mengisi ruangnya.

Enam bulan lagi, Hertz benar-benar akan membuktikan mengapa ia bernama Hertz, karena ia bisa menghitung gerakku setiap detiknya. Entah hanya berupa getaran atau gelombang sekecil apapun, setiap detiknya akan dihitung dengan satuan Hertz. Persis seperti seorang fisikawan Jerman yang bernama mirip dengannya merumuskan frekuensi.

- - -

tulisan ini diikutsertakan dalam event #tantanganmenulisnovel100hariFC

no.peserta 72

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun