Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen: Amplitudo

17 Maret 2016   23:43 Diperbarui: 18 Maret 2016   00:12 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pada saat itu keluarga ayah Hertz sedang mengembangkan usaha di Jakarta. Mereka belum setahun tinggal di Indonesia. Ayah Hertz sering pergi mengunjungi kota-kota besar di Indonesia. Dia adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga. Si sulung yang nantinya akan menjalankan semua perusahaan keluarga. Begitulah tradisi turun-temurun dipegang.

Pada saat ia jalan-jalan di Bandung, ia melihat seorang perempuan menangis di tepi jalan. Saat itu hampir jam sebelas malam, ayah Hertz masih ragu apakah yang menangis itu benar-benar perempuan atau bukan. Meskipun ia baru saja tinggal di Indonesia, ia sudah banyak mendengar kisah-kisah menyeramkan dari teman-temannya. Teman ayah Hertz saat itu belum banyak, bisa dihitung dengan jari, tapi jumlah dan nama hantu yang pernah mereka ceritakan justru tidak terhitung.

Ayah Hertz bukan tipe lelaki penakut yang melarikan diri melihat perempuan menangis di tepi jalan, hanya karena ragu apakah itu perempuan atau siluman. Ia justru mendekati, menyapa, juga bertanya dengan bahasa Inggris beraksen Jerman. Dia belum lancar berbahasa Indonesia, apalagi bahasa Sunda atau Jawa. Sementara ibu Hertz, justru tidak bisa berbahasa Inggris. Dia hanya mengerti beberapa kata saja. Akhirnya dia menjawab sekenanya dengan bahasa Inggris beraksen Jawa setiap pertanyaan dari ayah Hertz. Saat itulah isyarat mulai berbicara lebih banyak daripada kata-kata, bahkan isyarat mampu menciptakan bahasanya sendiri.

Ibu Hertz tidak punya cukup uang untuk meneruskan perjalanan atau pun kembali pulang. Lebih tepatnya, ia memang tidak membawa cukup uang untuk benar-benar minggat dari rumah. Ia benar-benar bingung, jika kembali pulang pasti bapaknya akan memberi hukuman berat atas tindakannya. Jika ia tetap bertahan di kota yang masih asing, dia bingung bagaimana dan dari mana caranya memulai.

Lagi-lagi, ayah Hertz muncul sebagai pahlawan. Ia bersedia mengantarkan ibu Hertz pulang ke Surabaya. Segala sesuatunya menuju Surabaya berjalan mulus. Masalah baru menanti di ambang pintu rumah ibu Hertz, bagi keluarga mereka, tentu merupakan aib besar anak gadisnya kabur dari rumah. Lalu pulang kembali bersama seorang laki-laki.

Ayah Hertz harus bertanggung jawab atas hal tersebut, meskipun dia justru tidak tahu apa-apa selain hanya ingin membantu. Kesalah pahaman itu justru disambut gembira oleh keluarga kakek Hertz. Masalahnya, mereka sudah bosan melihat si sulung masih melajang dan belum pernah berhasil membangun sebuah hubungan apa pun dengan perempuan.

Segala sesuatu untuk pernikahan mereka disiapkan, memang memakan waktu yang lumayan lama. Karena yang menikah bukan tentang dua orang, tetapi juga dua keluarga dan dua negara. Ayah Hertz berpindah kewarganegaraan, setelah menikah dia juga memutuskan untuk membeli rumah dan mendirikan kantor cabang di Surabaya.

Jika orangtua Hertz tidak perlu jatuh cinta pada pandangan pertama untuk membangun keluarga. Bukan berarti mereka tidak hidup bahagia. Di tahun kedua, suara tangis pertama Hertz bagai nyala kembang api yang menandai tahun baru keluarga mereka dimulai. Tiga tahun berikutnya, suara manja Celline menambah warna baru keluarga mereka. Cinta terus menaungi atap rumah mereka.

***

#Yuri

Aku menyandarkan kepalaku, bosan rasanya setiap pulang kerja terjebak dengan kemacetan seperti ini. Rasanya lucu juga, jika dulu aku kemana-mana naik sepeda motor. Aku berharap suatu hari tabunganku cukup untuk membeli mobil. Kecil saja, toh yang menggunakan hanya aku dan ibu. Tidak perlu mahal dan mewah, nyaman saja sudah cukup. Yang penting aku tidak perlu kepanasan di jalan. Bajuku tidak bau keringat bercampur bau asap. Aku juga tidak perlu merasa ngilu dan terserang masuk angin karena kehujanan sepanjang jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun