Lalu aku mulai ubah kebiasaan. Handphone kutenteng kemana-mana takut kalau tiba-tiba kau telpon. Sengaja handphone kugantung di leher pakai tali. Istriku geleng-geleng liat kebiasaan baruku ini. Ke kamar mandipun, handphone setia menemaniku. Kuletakkan hati-hati di tempat yang kering dari air saat aku mandi.
Nah, saat aku lagi seru-serunya pakai sabun mandi, handphoneku berdering. Lekas kulihat siapa gerangan yang menelpon saat keadaanku basah kuyup begini. Yoyok. Mataku terbelalak. Lekas kucuci tanganku kemudian kulap dengan handuk secepat kilat. Berharap kau mau sabar menanti. Tak peduli badanku masih penuh dengan busa sabun tanpa sehelai benangpun.
“Halo..”
Suara lembutmu, jeng..aku benar-benar terbuai. Terpana. Terpaku.
“Ya, halo..”
“Maaf, saya hanya tanya siapa ini. Apakah salah sambung atau bukan. Apa Anda mengenal saya ? Tempo hari Anda yang menelpon saya kan ?”
“Jeng Sri..”
Tak urung aku memanggil namamu seperti dulu aku memanggilmu.
“Anda mengenal saya ?”
“Ya Jeng..empat belas tahun yang lalu aku mengenalmu. Aku Pras..”
“Mas Pras ? Prastowo ? Benarkah itu kamu Mas ? Ya Tuhan...”