Ada beberapa sifat yang dibutuhkan untuk  memiliki  keluarga yang sehat dan  kokoh. Diantaranya, memiliki komitmen, adanya kerelaan saling menghargai satu sama lain dan memiliki komunikasi yang baik. Disamping itu bersedia meluangkan waktu terbaik untuk pasangannya, memiliki kerohanian yang  bertumbuh dan punya skil  mengatasi permasalahan.
Disamping itu pasangan yang sehat memiliki kemampuan sharing kekuasaan. Tidak memonopoli tanggungjawab dan juga tidak memiliki  tujuan-tujuan tersembunyi. Misalnya mencari keuntungan pribadi dari perkawinan itu. Pasangan juga memiliki Kemampuan membagikan perasaan-perasaan positif (memuji dan menghargai), dan terbuka dengan perasaan negatif.
Untuk meminimalkan konflik pasutri ada beberapa  skill dasar  yang dibutuhkan.
Pertama, belajar menunjukkan penghargaan satu sama lain.  Terutama saat sedang ada perbedaan pendapat.  Keduanya sepakat tetap saling menghargai. Mengembangkan sifat empati, dimana masing-masing dapat  memahami pasangan dari sudut pandang pasangan.
Kedua,  Sepakat menetapkan isu konflik.  Konflik yang sehat pakai tema atau judul.  Pasutri mengidentifikasi masalah (konflik) yang  sesungguhnya. Jika tidak, konflik bisa melebar. Bisa juga tergoda untuk menyinggung isu lain saat merasa tersudut. Termasuk konflik yang sudah lama terjadi. Paling menyakitkan jika menyerang orang yang kita kasihi. Misalnya, isunya istri membeli barang yang mahal tapi lupa bilang suami. Sang suami tidak boleh menyerang istri dengan mengatakan, “Kamu sama  saja dengan  ibumu, boros!" Itu sudah keluar dari isu konflik sesungguhnya.
Ketiga, menemukan  wilayah kesepakatan. Jika isu  konflik sudah ditemukan, maka bentuklah kesepakatan untuk memecahkan konflik tersebut. Masing-masing rela untuk saling menyesuaikan. Misalnya, suami mau memberi uang saku anak setiap hari Rp 20.000. Tetapi istri mengatakan, cukup Rp 10.000 saja. Supaya ada jalan tengah, maka ayah dan ibu mencoba mengalah dengan sepakat memberi uang jajan anak Rp. 15.000 sehari. Intinya  jangan merasa  pendapat pribadi yang paling benar.
Keempat, Berpartisipasi dalam membuat suatu keputusan. Jika suami dan istri ikut memberi respon atau saran saat keputusan diambil, keduanya bertanggung jawab penuh atas akibat dari keputusan itu. Hal ini perlu disepakati untuk mencegah salah satu dari suami atau istri menyalahkan pasangan jika keputusan tadi ternyata bermasalah. Jadi kalau pasangan Anda mengatakan "terserah" saat mengambil keputusan,  jangan tergesa-gesa memutuskannya.  Sabarlah! Jika Anda suami, berilah istri  anda kesempatan memberi ide atau saran. Jika Anda istri, berilah kesempatan bagi suami memutuskan. Ada kalanya suami dan istri memutuskan bersama-sama.
Mengubah Sikap Cara Pandang
Untuk mengelola pelbagai perbedaan dan berpotensi menimbulkan konflik maka pasangan perlu belajar menyamakan persepsi dan nilai. Cara pandang terhadap sesuatu hal. Apakah itu memandang iman atau keyakinan, soal benar-salah. Juga memandang uang atau harta. Memahami soal dosa dan kesalahan pasangan.
Pertama, masing-masing perlu menyadari bahwa Kebenaran manusia itu relatif, bukan absolut. Hanya kebenaran Tuhan yang absolout. Masing-masing yakin bahwa  manusia itu terbatas, dan tidak mungkin  pernah memiliki kebenaran yang tak terbantah. artinya tidak boleh merasa benar sendiri. Prinsip ini akan mendorong pasangan rela saling diskusi jika ada perbedaan pendapat tentang satu isu.
Kedua, pasutri  ini perlu menyadari bahwa cara  memandang satu peristiwa bisa dengan sudut pandang yang berbeda. Karenanya perlu  memiliki dan menumbuhkan empati, dan diawali dengan belajar saling mendengarkan.