- Di rumah kami, Popo memiliki meja mahyong yang sangat indah. Warnanya merah dan berbau harum. Dia menyebutnya kayu meja mahyong ini hong wu. Aku belum pernah mendengar nama itu. Kupikir rosewood tapi kata Popo bukan. Meja ini warisan dari ibunya.
- Bagian yang kusuka dari permainan mahyong hanyalah saat Popo mengucapkan kata Pung! dan Chr!
- Popo selalu duduk di meja mahyong sudut timur. Aku pernah bertanya padanya, “Kenapa harus di timur?”
- Dia tersenyum dan menjawab dengan suara penuh kehampaan. “Timur adalah awal segala sesuatu, kata ibuku. Timur tempat matahari terbit, juga arah datangnya angin.”
- Tangannya sibuk memutar biji mahyong dalam gerakan melingkar. Kata Popo gerakan ini dinamakan mencuci kartu. Bji-biji mahyong mengeluarkan bunyi mendesis yang dingin saat mereka bersentuhan.
- Bila aku menolak ajakan Popo main mahyong, dia akan cemberut dan berkata, “Bagaimana bisa kami main bertiga? Sebuah meja tak akan berdiri dengan tiga kaki. Harus ada masing-masing kaki di setiap sudutnya.”
Cuplikan novel:
- (hal 25) ... Mejaku kuwarisi dari keluargaku dan dibuat dari sejenis kayu merah yang sangat harum. Bukan yang kau sebut rosewood, tapi hong mu, yang begitu halusnya sampai tak ada namanya dalam bahasa Inggris.
- (hal 26) “Begitu kami mulai bermain, tak ada yang berbicara, kecuali untuk mengatakan Pung! atau Chr! saat mengambil sebuah kartu.
- (Hal 42) Tanpa diberitahu siapa pun, aku tahu, sudut ibuku pada meja itu adalah sudut timur. Timur adalah awal segala sesuatu, ibuku pernah berkata begitu kepadaku, arah dari mana matahari terbit, dari mana angin datang.
- (Hal 42) Bibi An-mei, yang duduk di sebelah kiriku, menuangkan biji-biji mahyong ke atas permukaan meja yang berlapis lak hijau dan berkata kepadaku, “Sekarang kita mencuci kartu.” Kami memutar mereka dengan tangan dalam gerakan melingkar. Biji-biji itu mengeluarkan bunyi mendesis yang dingin pada saat mereka saling berantukan.