Lingkungan kerja memiliki pengaruh yang sangat besar. Budaya perusahaan yang menekankan kompetisi, produktivitas ekstrem, dan ketersediaan 24/7 akan semakin memperkuat perasaan FOMO. Sebaliknya, budaya yang mendorong kolaborasi, keseimbangan, dan pengembangan diri akan lebih mendukung munculnya JOMO.
Beban kerja yang berlebihan, kurangnya dukungan sosial di tempat kerja, dan ketidakjelasan peran juga dapat memicu FOMO.
Dinamika yang Berubah
Penting untuk diingat bahwa FOMO dan JOMO bukanlah kondisi yang statis. Seseorang dapat mengalami FOMO dalam satu proyek atau tahap karier tertentu, namun kemudian beralih ke JOMO di situasi yang berbeda.
Misalnya, seorang karyawan baru mungkin merasa FOMO untuk membuktikan diri, namun setelah beberapa waktu, ia mungkin lebih fokus pada pengembangan keterampilan dan keseimbangan hidup.
Konsekuensi dari FOMO dan JOMO
Baik FOMO maupun JOMO memiliki konsekuensi yang signifikan bagi individu dan organisasi. FOMO dapat menyebabkan stres, kecemasan, kelelahan, dan penurunan produktivitas.Â
Dalam jangka panjang, FOMO dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental. Di sisi lain, JOMO yang berlebihan juga dapat menghambat pertumbuhan karier dan membuat seseorang merasa tertinggal.
Menemukan Keseimbangan
Tujuan utama adalah menemukan keseimbangan antara FOMO dan JOMO. Ini berarti mampu mengenali dan mengelola perasaan takut ketinggalan, sekaligus menghargai pentingnya waktu luang dan pengembangan diri.
FOMO dan JOMO adalah dua konsep yang saling terkait dan kompleks. Pemahaman yang mendalam tentang dinamika keduanya sangat penting bagi individu dan organisasi.Â