JOMO di Tempat Kerja: Menikmati Kehidupan di Luar Jam Kerja
Konsep JOMO atau Joy of Missing Out semakin populer di kalangan generasi muda, khususnya generasi Z. Di lingkungan kerja, JOMO merepresentasikan sebuah sikap yang lebih santai dan seimbang.
Alih-alih merasa tertekan untuk selalu online, mengejar deadline ketat, atau mengikuti setiap tren terbaru di industri, individu yang menganut JOMO lebih memilih untuk menikmati waktu luang mereka, mengejar minat pribadi, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan orang-orang di sekitar mereka.
JOMO adalah sebuah pilihan gaya hidup yang dapat membawa dampak positif bagi kesejahteraan kita. Dengan menerapkan prinsip-prinsip JOMO di tempat kerja, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.
Namun, penting untuk diingat bahwa JOMO bukanlah tentang menjadi malas atau menghindari tanggung jawab. JOMO adalah tentang menemukan keseimbangan yang tepat antara kehidupan profesional dan pribadi.
Tergantung atau Keduanya?
Tergantung atau Keduanya? Pertanyaan ini membawa kita pada pemahaman yang lebih nuansa tentang pengalaman generasi Z di dunia kerja. Faktanya, FOMO dan JOMO bukan sekadar label yang menempel secara permanen pada individu, melainkan fluktuasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Faktor Internal
Kepribadian memainkan peran yang sangat signifikan. Individu dengan sifat kompetitif, perfeksionis, atau yang memiliki harga diri rendah cenderung lebih rentan terhadap FOMO. Sebaliknya, mereka yang memiliki sifat santai, optimis, dan berorientasi pada tujuan jangka panjang lebih cenderung merasakan JOMO.
Selain itu, tingkat stres, kesehatan mental, dan keseimbangan kerja-hidup juga turut mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami FOMO atau JOMO.
Faktor Eksternal