Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Banyak Perempuan di Dunia Dipaksa Menikah Sebelum Mereka Siap?

11 Oktober 2024   08:28 Diperbarui: 11 Oktober 2024   08:35 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Pernikahan dini. | Unicef via KOMPAS.com

Norma sosial dan budaya. Norma sosial yang mengutamakan pernikahan dini, terutama untuk perempuan, masih kuat di banyak masyarakat.

Anggapan bahwa perempuan harus menikah muda untuk menjaga kehormatan keluarga, melanjutkan keturunan, atau menghindari perilaku menyimpang, seringkali menjadi tekanan besar bagi anak perempuan. Norma-norma ini seringkali diwariskan dari generasi ke generasi dan sulit untuk diubah.

Keluarga, sebagai unit sosial yang paling dekat dengan individu, seringkali menjadi pihak yang paling berpengaruh dalam keputusan untuk menikahkan anak perempuan mereka pada usia muda. Tekanan dari orang tua, saudara, atau kerabat lainnya untuk mengikuti tradisi dan menjaga nama baik keluarga dapat menjadi sangat kuat.

Pernikahan dini seringkali dipandang sebagai bentuk pengendalian sosial terhadap perempuan dan memperkuat ketidaksetaraan gender. Perempuan yang menikah muda cenderung memiliki akses yang terbatas terhadap pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan, sehingga mereka tetap bergantung pada suami dan keluarga.

Pernikahan dini dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental perempuan, membatasi peluang mereka untuk mengembangkan diri, dan meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Anak perempuan yang menikah muda seringkali belum siap secara emosional dan fisik untuk menjadi seorang istri dan ibu.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan keluarga. Pendidikan, kesadaran akan hak-hak perempuan, dan perubahan sikap masyarakat secara bertahap adalah kunci untuk mengurangi angka pernikahan dini.

Kurangnya pendidikan. Pendidikan yang rendah atau tidak ada seringkali dikaitkan dengan pernikahan dini. Perempuan yang tidak bersekolah cenderung memiliki pilihan hidup yang lebih terbatas.

Mereka kurang informasi tentang kesehatan reproduksi, hak-hak perempuan, dan peluang-peluang di luar rumah tangga. Akibatnya, mereka lebih mudah terpengaruh oleh norma sosial yang mengutamakan pernikahan dini.

Pendidikan membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah. Dengan pendidikan, perempuan dapat memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, menjadi mandiri secara finansial, dan mengambil keputusan yang lebih baik untuk hidup mereka.

Kurangnya pendidikan seringkali menjadi akibat dari kemiskinan. Keluarga yang miskin mungkin tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka, terutama anak perempuan. Akibatnya, anak perempuan lebih cepat memasuki dunia kerja atau menikah untuk membantu meringankan beban keluarga.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada upaya untuk meningkatkan akses pendidikan bagi perempuan, terutama di daerah-daerah yang tertinggal. Beasiswa, program pendidikan non-formal, dan kampanye kesadaran tentang pentingnya pendidikan dapat menjadi solusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun