Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fenomena Kohabitasi di Kalangan Kaum Muda: Antara Perubahan Sosial dan Tantangan Budaya

6 Oktober 2024   18:07 Diperbarui: 6 Oktober 2024   18:11 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nilai-nilai keluarga. Kohabitasi dianggap dapat merusak institusi keluarga dan mengurangi nilai-nilai kesucian pernikahan.

Kohabitasi, atau hidup bersama sebelum menikah, seringkali dikaitkan dengan tantangan terhadap nilai-nilai keluarga yang telah lama dianut dalam banyak masyarakat. Kritik utama yang sering dilontarkan adalah bahwa kohabitasi dapat merusak institusi keluarga dan mengurangi nilai-nilai kesucian pernikahan.

Para pendukung pandangan tradisional berargumen bahwa kohabitasi dapat melemahkan institusi pernikahan. Dengan hidup bersama sebelum menikah, pasangan dianggap kurang menghargai sakralitas pernikahan dan lebih mudah untuk memutuskan hubungan jika menghadapi masalah.

Pernikahan seringkali dianggap sebagai simbol kesucian dan komitmen jangka panjang. Kohabitasi, yang seringkali melibatkan hubungan seksual sebelum menikah, dianggap dapat mengurangi nilai kesucian pernikahan.

Anak-anak yang lahir dari hubungan kohabitasi seringkali dianggap kurang memiliki stabilitas keluarga dibandingkan anak-anak yang lahir dalam pernikahan. Hal ini dikhawatirkan dapat berdampak negatif pada perkembangan emosional dan sosial anak.

Kohabitasi seringkali dikaitkan dengan pergeseran nilai moral dalam masyarakat. Beberapa orang berpendapat bahwa kohabitasi mencerminkan penurunan standar moral dan etika.

Pandangan mengenai kohabitasi dan nilai-nilai keluarga sangat beragam dan dipengaruhi oleh latar belakang budaya, agama, dan nilai-nilai pribadi masing-masing individu. Penting untuk memahami berbagai perspektif yang ada sebelum mengambil kesimpulan.

Agama. Banyak agama mengajarkan bahwa pernikahan adalah ikatan suci yang hanya boleh dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita.

Banyak agama di dunia mengajarkan bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang memiliki makna mendalam dan aturan-aturan yang harus ditaati. Salah satu pandangan yang umum adalah bahwa pernikahan yang sah adalah antara seorang pria dan seorang wanita. 

Pandangan ini didasari pada keyakinan bahwa pernikahan adalah fondasi dari keluarga, dan keluarga sendiri dianggap sebagai unit sosial yang sangat penting dalam ajaran agama.

Banyak agama mengajarkan bahwa tujuan utama pernikahan adalah untuk memiliki keturunan dan melanjutkan garis keturunan. Pernikahan heteroseksual dianggap sebagai cara alami untuk mencapai tujuan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun