Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berdirinya Kerajaan Singhasari dan Terbunuhnya Ken Angrok

20 Desember 2020   01:09 Diperbarui: 20 Desember 2020   09:46 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Halo, aku lanjutkan kisah Ken Angrok ya, setelah Ken Angrok kemarin sudah mendapatkan posisi sebagai penguasa Tumapel, terus dia punya ambisi yang lebih besar dunk, menjadi penguasa Jawa seperti yang dinubuatkan untuknya oleh para dewa. Tapi bagaimana langkah selanjutnya?

Kita harus menengok ke Negeri Daha dulu situasi politiknya seperti apa. Aku akan menceritakan berdasarkan sera pararaton terjemahan R.Pitono dan terjemahan Herman AALT. Dialog adalah buatanku sendiri.mari disimak.

Negeri Daha (Kediri sekarang ini) kala itu diperintah oleh raja bernama Dandhang Gendis (sumber lain menyebut sebagai Kertajaya). Dia mengundang para bujangga/pendeta Siwa dan Buddha di Daha untuk menghadapnya.

"Wahai pendeta Siwa dan Buddha, mengapa sih kalian tidak menyembahku?Aku adalah batara Guru, lho."

"Aduh raja, dari dulu tidak ada yang namanya pendeta menyembah seorang raja."

"kalau zaman dulu tidak ada yang menyembah raja, maka sekaranglah saatnya. Lihat , akan kuperlihatkan kesaktianku." Dandhang Gendis kemudian memasang sebuah tombak yang batangnya menancap ke tanah dan ujung tombak menghadap ke atas. Kemudian diaduduk diatas tombak itu

"Lihatlah kesaktianku." Wujud raja berubah dengan memiliki tangan 4 dan mata 3 serta wujudnya seperti Batara Guru. Dia memaksa para pendeta untuk menyembahnya.

Para pendeta tidak mau menyembahnya. " Apa yang harus kita lakukan? Kalau kita tetap berdiam di sini, keselamatan kita akan terancam." Kata seorang pendeta. " lebih baik kita segera pergi dari Daha ke Tumapel, kita meminta perlindungan ke sana. Kurasa penguasa Tumapel akan menerima kita karena pendampingnya adalah seorang pendeta dari India, Lohgawe."

Segera para pendeta dari Daha pergi ke Tumapel meminta perlindungan dari Ken Angrok dan diterima dengan baik oleh Ken Angrok. Para pendeta Siwa dan Buddha ini kemudian menghamba pada Ken Angrok.

"Dengan keberadaan para brahmana, kedudukanku sebagai raja akan semakin kuat. Dukungan dari ahli agama seperti ini sangat penting untuk memperkokoh kedudukanku sebagai raja. Rakyat akan takut dan hormat kepadaku karena para pendeta ada di pihakku," batin Ken Angrok. Dampak dari perginya para pendeta dari Daha ke Tumapel adalah Tumapel tidak tunduk terhadap Daha.

Kemudian Ken Angrok ditahbiskan menjadi raja Tumapel dan nama kerajaannya adalah Singhasari (bukan Singasari ya) dengan gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabumi dan Lohgawe diangkat menjadi pendeta istana. Adapun semua orang yang dulu menaruh belas kasihan sewaktu menderita dan berjasa pada Ken Angrok sebelum jadi seperti sekarang, semua semuanya dipanggil ke istana.

Orang orang yang dipanggil yaitu, Bango Samparan, Pendeta dari Turyantapada, anak keturunan dari pandai besi Lulumbang keturunan dari Mpu Gandring yang berjumlah 100 orang. Anak dari Kebo ijo alias Mahisa Rindi disamakan kedudukannya dengan anak Mpu Gandring.  Anaknya Lohgawe yang bernama Wangbang Sadang dinikahkan dengan Cucu Puranti (aku yakin ini pernikahan politik demi memperkuat aliansi). Negara Singhasari menjadi sangat berhasil dan sukses.

Terdengarlah kabar Kalau Ken Angrok akan menyerang negeri Daha. " siapa Ken Angrok ? memangnya dia bisa apa?gak kenal tuh " jawab Dandhang Gendis angkuh. " Aku akan kalah kalau Batara Guru sendiri yang akan turun tangan melawanku."

Ucapan ini terdengar oleh Ken Angrok. " mmmmm, aku harus menggertak Dandhang Gendis bahwa memang dia akan melawan Batara Guru." Dipanggilnya para pendeta Siwa dan  Buddha. " pak pendeta, ijinkan aku memakai nama Batara guru untuk mengalahkan Daha," Para pendeta sih ok ok aja , akhirnya dia ditahbiskan memakai nama Batara Guru kemudian pergi menyerang Daha.

Dandhang Gendis yang mendengar akan penyerbuan Singasari menjadi kuatir." Aku akan kalah karena Ken Angrok dilindungi dewa."  (Mentalnya sudah runtuh sebelum bertanding ini gara gara Ken Angrok udah pakai nama Batara guru sih).

Pasukan Daha dan Singhasari bertemu di utara Ganter (wilayah perrbatasan Kediri Malang) saling mengalahkan. Tapi makin lama Pasukan Daha makin terdesak. Adik Dandhang Gendis bernama Mahisa Walungan gugur secara satria bersama menterinya yang bernama Gubar Baleman. Serangan Tentara Tumapel diibaratkan seperti banjir dari gunung.  Pasukan Daha lari tercerai berai karena pemimpinnya gugur.

Raja Dandhang Gendis mundur dari medan perang  mengungsi ke alam dewa bersama dengan kudanya, hambanya, pembawa payung, pembawa tempat sirih, pembawa air, pembawa air lenyap naik ke angkasa.( ini menimbulkan pertanyaan dari saya, apakah maksudnya moksa, atau benar benar tewas dalam peperangan tapi pengarang pararaton menggambarkannya secara puitis?)

Adik adik dari Dandhang Gendis, yaitu Dewi Amisam, Dewi Hasin,dan  Dewi Paja diberitahu bahwa kakaknya  telah pergi ke alam dewa. "kita harus menyusul kakanda. Tidak ada gunanya kita disini. Istana ini tidak boleh dikuasai musuh." Tiga dewi itu kemudian lenyap beserta seluruh istananya . ( ini menimbulkan pertanyaan dari saya, apakah lenyap maksudnya dihancurkan atau benar benar lenyap secara gaib. Pantes saja kalau ada yang percaya Istana Majapahit lenyap secara gaib karena memang ada naskah yang menjelaskan kasus serupa pada masa kekuasaan Daha).

Kekalahan Daha menyebabkan Singhasari menguasai Tanah Jawa , Hal ini terjadi pada tahun 1144 saka alias 1222 M (versi pararaton)

Oh iya, sebelum perang dengan Daha tadi, Anaknya Ken Dedes dengan Tunggul Ametung lahir dan diberi nama Anusapati. Sementara itu Ken Dedes dan Ken Angrok  sendiri memiliki 4 anak yaitu Mahisa Wong Ateleng, sang Apanji Saprang, Agnibhaya, dan satu anak perempuan bernama Dewi Rumbu.

Sementara itu, Ken Angrok juga memiliki seorang istri siri, eh selir maksudnya yang bernama Ken Umang. Anaknya ada beberapa yaitu Panji Tohjaya, panji Sudhata, Twan Wregola, dan Dewi Rambi.

Telah lama terdengar oleh Anuspati bahwa dia adalah anak Tunggul Ametung. "benar gak sih kalau ayahku benar Tunggu Ametung?" Tanya Anusapati kepada pengasuhnya.

"Aduh tuan, jangan Tanya saya, saya takut pada ayah tuan. Lebih baik tuan Tanya pada ibu tuan saja ya, maaf. " kata sang pengasuh dengan cemas dan kuatir akan keselamatan dirinya.

Anusapati kemudian menemui ibunya," mami, kenapa sih papi sikapnya beda antara aku dan adik-adikku yang lain."

"Ah, sikapnya beda gimana sih, itu hanya perasaanmu saja." Kata ibunya, tapi Anusapati tidak puas dengan jawaban ibunya. Tak henti-hentinya dia menanyakan hal serupa pada ibunya.

"Ibu, jujur saja deh,  ayahku itu siapa, kalau beneran anak Ken Angrok, ngapain sikap ayah beda antara aku dan sodara-sodaraku. Ayah itu pilih kasih banget. Aku salah dikit dimarahi, kalau sama adik-adikku aja sayangnya minta ampun. Memangnya aku anak pungut dari  pinggir sungai apa."

Ibunya menghela napas. " Baiklah, aku harus berterus terang kepadamu . Ayahmu adalah Tunggul Ametung. Ibu hamil tiga bulan kala Sang Amurwabumi menikahi ibu."

"oh, jadi Sang Amurwabumi bukan ayahku. Terus gimana cara ayah kandungku mati?"

"Sang Amurwabumi membunuhnya." Ken Dedes menjawab lirih dan kemudian terdiam . Dia merasa bersalah telah mengatakan hal sebenarnya kepada Anusapati.

Anusapati terdiam. "Bedebah, ternyata benar dia membunuh ayahku demi kekuasaan di Tumapel. Ken Angrok, kau harus merasakan pembalasan dendamku," batinnya.

"Mami, aku minta keris milik ayah yang buatan Mpu Gandring itu, boleh tidak?" rayu Anusapati. Ken  Dedes kemudian mengambilkan keris itu untuk anaknya. "buat apa sih ,kamu minta keris itu segala. Nanti kalau ketahuan ayahmu gimana?"

"Tenang aja ,Bu. Gak akan lama kok." Anusapati kemudian berlalu pergi ke rumahnya. Dia kemudian memanggil seorang pengalasan dari Batil yang merupakan hambanya." Pangalasan, aku perintahkan kamu untuk membunuh Sang Amurwabumi."

Sang Pangalasan bergetar ketakutan. " ampun, tuan. Tapi sang raja memiliki kesaktian yang luar biasa. Bagaimana cara saya untuk membunuhnya. Senjata biasa tidak akan mampu membunuhnya."

Anusapati tersenyum licik. " kamu jangan kuatir." Dia mengambil Keris Mpu Gandring dan diberikannya ke Pangalasan. "kamu bisa membunuhnya dengan menggunakan keris ini. Ini adalah keris sakti mandraguna. Sehebat apapun ayahku, dia akan mati tertusuk keris ini."

Pangalasan menerima keris itu. " baiklah Tuan, saya sanggup."

"Kamu jangan kuatir. Hadiah besar akan kuberikan kepadamu kalau kamu sudah berhasil melaksanakan perintahku."

"Hadiah besar. Asyik , bisa beli tanah,bangun rumah, beli kuda, nambah istri baru," batin sang pangalasan sambil tersenyum. Ekspresi wajah yang terlihat dari mata Anusapati.

Sang hamba kemudian pergi menuju ke istana. Didapatinya Ken Angrok sedang makan dan ditusuknya Ken Angrok dengan keris Mpu Gandring." Siapa kamu, keparat" Ken Angrok terluka parah sebelum akhirnya mati. Sang pangalasan hanya terdiam saja kemudian segera melarikan diri menemui Anusapati.

"Hamba berhasil melaksanakan perintah tuan. Ayah Tuan sudah meninggal setelah tertusuk keris ini." Kata Pangalasan sambil menyerahkan keris Mpu Gandring yang sudah berlumuran darah.

"Bagus, kau telah berhasil melaksanakan Tugasmu." Anusapati menerima keris itu.  Dilihatnya bekas darah dari ayah tirinya. Diliriknya wajah pangalasan yang sedang tersenyum membayangkan mendapatkan upah besar. Dengan segera ditusuknya sang pangalasan dengan keris itu.

"Tu...an, kenapa?" sang pengalasan memegang luka yang tertusuk itu kemudian ambruk seketika.

"lebih baik kamu mati agar rahasia ini tetap aman dan siapapun tidak tahu bahwa akulah yag membunuhnya.

Sang Amurwabumi meninggal pada hari kamis pon wuku landep pada saat matahari terbenam dan orang-orang sudah memasang pelita di tempatnya. Dia meninggal pada tahun 1169 Saka dan dicandikan di Kagenegan. Anusapati menjadi raja pada tahun 1170 Saka.

Tapi namanya rahasia , lambat laun Tohjaya mendengar peristiwa bahwa saudara tiriya itu telah membunuh Sang Amurwabumi dengan menyuruh hambanya dari Batil. "aku harus balas dendam. Awas kau, Anusapati. Aku akan membunuhmu." Tohjaya berpikir keras mencari cara untuk membunuh Anusapati. " Gak mungkin juga aku bisa mengirimkan pembunuh bayaran. Kakakku itu punya banyak pasukan, dan dia juga pasti berhati hati setelah peristiwa kematian ayahku." Tohjaya terus berpikir keras kemudian dia tersenyum, " aha, aku punya cara untuk bisa membunuhnya."

Anusapati yang  mengetahui bahwa nyawanya terancam oleh Tohjaya menjadi lebih berhati hati. Dia melindungi dirinya sedemikian rupa. Tempat tidurnya dikelilingi kolam, Di halamannya ditaruh para penjaga dengan senjata dan juga orang-orang kepercayannya membantu melindungi dia dari itu. " dengan pasukan sebanyak ini, Tohjaya tidak akan bisa membunuhku," pikir Anusapati tersenyum dan bisa tidur pulas.

Pada suatu ketika, Tohjaya datang menghadap Anusapati sambil membawa seekor ayam jantan.

"ada apa dinda datang menghadap."

"Kanda, aku ingin bertanya apakah keris buatan Mpu gandring itu ada pada kanda?"

"iya , ada apa dinda?"

"aku minta keris itu kanda." Memang sepertinya sudah jadi takdir atau gimana, tapi Anusapati memberikan keris itu kepada Adik tirinya. Keris itu kemudian diselipkan ke pinggangnya, sementara keris yang lama diberikan kepada hambanya.

"Kanda, marilah kita mengadu ayam."

"Gak papa sih, kebetulan aku punya ayam jago yang kuat dan hebat."  "hei, segera ambil ayamku,"diperintahkan tukang penjaga kurungan ayam untuk mengambil ayamnya. Anusapati ini suka banget sabung ayam.

Akhirnya mereka sabung ayam. Anusapati  yang sangat fokus meliha ayam jagonya menjadi lengah dan dengan segera ditusuk oleh Tohjaya dengan keris Mpu Gandring. " mampus kau Anusapati. Inilah pembalasan dendamku karena kau telah membunuh ayahku."

Anusapati hanya melihat adiknya dengan wajah terkejut dan kemudian jatuh ke tanah bersimbah darah.  Anusapati meninggal di tahun 1171 Saka dan di candikan di Kidal (perlu diingat bahwa tahun tahun kematian dari para raja singasari menurut paraton  berbeda dengan sumber lain dan yang saya tulis disini adalah versi pararaton)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun