Anusapati tersenyum licik. " kamu jangan kuatir." Dia mengambil Keris Mpu Gandring dan diberikannya ke Pangalasan. "kamu bisa membunuhnya dengan menggunakan keris ini. Ini adalah keris sakti mandraguna. Sehebat apapun ayahku, dia akan mati tertusuk keris ini."
Pangalasan menerima keris itu. " baiklah Tuan, saya sanggup."
"Kamu jangan kuatir. Hadiah besar akan kuberikan kepadamu kalau kamu sudah berhasil melaksanakan perintahku."
"Hadiah besar. Asyik , bisa beli tanah,bangun rumah, beli kuda, nambah istri baru," batin sang pangalasan sambil tersenyum. Ekspresi wajah yang terlihat dari mata Anusapati.
Sang hamba kemudian pergi menuju ke istana. Didapatinya Ken Angrok sedang makan dan ditusuknya Ken Angrok dengan keris Mpu Gandring." Siapa kamu, keparat" Ken Angrok terluka parah sebelum akhirnya mati. Sang pangalasan hanya terdiam saja kemudian segera melarikan diri menemui Anusapati.
"Hamba berhasil melaksanakan perintah tuan. Ayah Tuan sudah meninggal setelah tertusuk keris ini." Kata Pangalasan sambil menyerahkan keris Mpu Gandring yang sudah berlumuran darah.
"Bagus, kau telah berhasil melaksanakan Tugasmu." Anusapati menerima keris itu. Â Dilihatnya bekas darah dari ayah tirinya. Diliriknya wajah pangalasan yang sedang tersenyum membayangkan mendapatkan upah besar. Dengan segera ditusuknya sang pangalasan dengan keris itu.
"Tu...an, kenapa?" sang pengalasan memegang luka yang tertusuk itu kemudian ambruk seketika.
"lebih baik kamu mati agar rahasia ini tetap aman dan siapapun tidak tahu bahwa akulah yag membunuhnya.
Sang Amurwabumi meninggal pada hari kamis pon wuku landep pada saat matahari terbenam dan orang-orang sudah memasang pelita di tempatnya. Dia meninggal pada tahun 1169 Saka dan dicandikan di Kagenegan. Anusapati menjadi raja pada tahun 1170 Saka.
Tapi namanya rahasia , lambat laun Tohjaya mendengar peristiwa bahwa saudara tiriya itu telah membunuh Sang Amurwabumi dengan menyuruh hambanya dari Batil. "aku harus balas dendam. Awas kau, Anusapati. Aku akan membunuhmu." Tohjaya berpikir keras mencari cara untuk membunuh Anusapati. " Gak mungkin juga aku bisa mengirimkan pembunuh bayaran. Kakakku itu punya banyak pasukan, dan dia juga pasti berhati hati setelah peristiwa kematian ayahku." Tohjaya terus berpikir keras kemudian dia tersenyum, " aha, aku punya cara untuk bisa membunuhnya."