“Pindahan? Kemana? Kenapa? Udah dapet rumahnya?” Mas Han memberondong dengan berbagai pertanyaan.
“Satu-satu dong nanyanya, jangan rombongan gitu!” protes Miranti, mungkin merasa diinterogasi. Mas Han tersenyum.
“Iya, aku mau pindahan, Mas. Pengennya sih ke daerah atas, Sarijadi atau Gegerkalong gitu, ya biar deket aza ke tempat kerja, terus juga biar belajar mandiri. Selama ini aku kan numpang di rumah sodara, lama-lama gak enak juga. Tapi, rumahnya belum dapet, makanya besok mau nyari dulu, Mas bisa nemenin, kan?” jelas Miranti. Dia memang bukan asli Bandung, tapi pendatang dari Purworejo, Jawa Tengah.
“Besok ya?” tanya Mas Han lirih sambil garuk-garuk kepala. Terlihat ada kerutan di keningnya.
“Iya, besok libur, kan?” Miranti menegaskan. “Atau, Mas sudah ada acara sama Istri Mas?” Miranti menyelidik, “Kalau gak bisa juga gak apa-apa kok. Mungkin aku sendiri aza,” Miranti memutuskan. Namun raut kecewa tergambar jelas di wajahnya.
“Oh, enggak, enggak, Mas bisa kok!” Mas Han menyatakan kesiapannya. Seulas senyum terpampang di bibirnya. Meski tampak kaku.
“Yang bener, Mas?” Miranti berseru riang.
“Iya, Mas bisa kok.” Mas Han memastikan.
“Yeah, makasih ya, Mas!”
Dan, seperti yang sudah direncanakan, besoknya mereka menyusuri jalan-jalan dan gang-gang untuk mencari rumah kontrakan buat Miranti. Ternyata mencari rumah kontrakan itu gampang-gampang susah, ada yang cocok tapi sudah diisi orang lain, ada yang kosong tapi tempatnya kurang suka. Mungkin hampir mirip dengan mencari jodoh, ditunggu tidak datang-datang, dikejar dia lari. Ada yang kosong, tapi kurang srek, ada yang srek, tapi sudah ada yang punya. Huh!
“Jadi mau yang mana, Ran? Udah nentuin pilihan?” tanya Mas Han, saat mereka berhenti di warung nasi, sambil rehat.