Mohon tunggu...
Just Riepe
Just Riepe Mohon Tunggu... Guru (Honorer) -

I am a simple people (Reading, writing, singing, watching, traveling)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sisa-sisa Cinta

18 Maret 2017   19:11 Diperbarui: 18 Maret 2017   19:59 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.imgrum.org

Mas, sekarang Kamu semakin sibuk, hingga waktu untukku semakin berkurang, sementara perasaanku padamu semakin bertambah terus, semakin besar, dan semakin besar lagi. Aku ingin selalu dekat denganmu, tapi tanggung jawabmu pun semakin besar, pada perusahaanmu, pada keluargamu, pada istri dan anak-anakmu. Aku ingin memilikimu, tapi perusahaan dan keluargamu lebih berhak memilikimu. Aku ingin selalu diperhatikan olehmu, tapi perhatianmu semakin tercurah pada keluarga dan perusahaanmu, yang menuntut perhatian lebih demi kelangsungan hidup orang banyak.

Mas, selama ini aku bahagia dengan kebersamaan kita, meskipun hanya di sisa-sisa waktu yang Mas punya. Tapi sekarang, Mas hampir tak punya lagi sisa waktu untukku. Kesibukan Mas di kantor sudah merampas segalanya. Apakah ini berarti aku akan kehilanganmu? Kehilangan perhatian dan pengertianmu? Kehilangan canda dan tawamu? Juga kehilangan harapan untuk bisa selalu denganmu?

Mas, aku tak bisa membayangkan itu. Terlalu sulit untuk aku terima. Lantas, haruskah aku melupakanmu? Melupakan semua kenangan indah yang pernah kulalui denganmu? Ah, aku tak sanggup, Mas. Kenapa jadi begini? Siapakah yang patut disalahkan?

Dengan langkah gontai, Miranti terus berjalan menuju rumah kontrakannya. Kenyataan ini terlalu pahit untuk dia terima. Ternyata Mas Han, tidak seperti yang ditudingnya. Dia tidak berbohong, tidak menghindar dan tidak dengan sengaja akan meninggalkannya. Keadaanlah yang membuat semuanya berubah.

Miranti terus saja berjalan dengan muram, kesedihan bergantung di matanya. Dia kesal, tapi tidak tahu harus kesal pada siapa? Dia ingin marah, tapi tidak tahu harus marah pada siapa? Pada Mas Han? Pada kantor Mas Han? Pada Mbak Wida istri Mas Han? Atau pada dirinya sendiri?

Ah, dia sudah tidak bisa memikirkan lagi. Bayang-bayang kepahitan sudah semakin jelas di depan. Sementara malam semakin kelam, ditingkahi sinar bulan yang semakin temaram. Mungkinkah esok bintang kembali bersinar terang di hatinya?

sumber: www.imgrum.org
sumber: www.imgrum.org

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun