Mohon tunggu...
JOY SIBURIAN
JOY SIBURIAN Mohon Tunggu... Advokat -

Advocates Counsellors at Law

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat vs Permen Ristekdikti No. 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat

27 Maret 2019   19:52 Diperbarui: 27 Maret 2019   20:23 3060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 3

Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

warga negara Republik Indonesia; bertempat tinggal di Indonesia; tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara; berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun; berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat; magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat; tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

Ayat 2

Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Jika kita merujuk pada Pasal 2 ayat 1 UU Advokat, yang juga pernah diajukan Judicial Review melalui Mahkamah Konstitusi pada periode tahun pada 2013 dan 2016, ada pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang memberikan penilaian bahwa "Dengan memperhatikan pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XI/2013 Mahkamah telah menegaskan pendiriannya bahwa yang berhak menyelenggarakan PKPA adalah organisasi advokat." Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya Nomor 95/PUU-XIV/2016 juga memberikan pertimbangan yang menyatakan bahwa "untuk menjaga peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan UU Advokat, maka penyelenggaraan PKPA memang seharusnya diselenggarakan oleh organisasi atau wadah profesi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi hukum sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan di atas."

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 95/PUU-XIV/2016 telah dinyatakan bahwa: "yang berhak menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) adalah Organisasi Advokat bekerjasama dengan Perguruan Tinggi, sementara PERMEN RISTEKDIKTI No. 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat Pasal 2 ayat (2) huruf c tentang Program Profesi Advokat menyatakan bahwa, "PKPA dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang bekerjasama dengan Organisasi Advokat. Lebih lanjut lagi Pasal tentang pemberian gelar Advokat, dalam permenristekdikti tersebut pada Pasal 5 ayat (2) gelar Advokat diberikan oleh Perguruan Tinggi, sedangkan dalam Undang-Undang Advokat pasal 3 ayat (1) huruf f dan pasal 2 ayat (2) yang berhak menguji dan mengangkat seseorang sebagai Advokat adalah Organisasi Advokat. Disinilah patut diduga telah terjadi pengebirian dan/ atau pengamputasian terhadap Undang-undang Nomor. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, yang juga bukan tidak mungkin lahirnya permenristekdikti ini juga telah mengesampingkan prinsip umum dari pada hierarki peraturan perundang-undangan (UU No. 12 Tahun 2011) Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Bahwa lebih dari pada itu peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) No. 5 Tahun 2019 Tentang Program Profesi Advokat (PPA) sebagaimana termuat dalam Pasal 2-5 Permenristekdikti juga mengatur tentang lamanya masa studi PPA ini yang paling cepat 2 semester (1 tahun) dan paling lama 6 semester (3 tahun) dengan bobot 24 satuan kredit semester (sks) dengan wajib mencapai Indeks Prestasi Kumulutaif (IPK) minimal 3,00. Dan setelah lulus, mendapatkan gelar profesi Advokat yang diberikan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan berikut sertifikasi dari organisasi advokat. Hal inilah yang pada akhirnya mendapat tanggapan negatif dari kalangan advokat atau organisasi advokat. Bahwa sesungguhnya Undang-undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, telah mengatur tentang pendidikan khusus profesi advokat (PKPA), ujian profesi advokat (UPA) yang diselenggarakan oleh organisasi advokat, peraturan tentang magang selama 2 tahun, dan juga tentang pengambilan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi setempat.

Tidaklah berlebihan jika Advokat menilai bahwa Permenristekdikti itu selain bertentangan dengan UU Advokat, juga bertentangan dengan Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 mengenai uji pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Advokat yang ada dalam putusan bersyaratnya. Artinya Putusan Mahkamah Konstitusi itu jelas mengamanatkan bahwa penyelenggaraan PKPA dilakukan organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi hukum atau sekolah tinggi hukum yang berakreditasi B. Oleh karenanya Permenristekdikti No. 5 Tahun 2019 itu bagi kalangan Advokat justru sangat berlebihan dan sangat kontraproduktif dengan melampaui kewenangan UU Advokat serta Putusan MK No. 95/PUU-XVI/2016.

Organisasi Advokat pada prakteknya justru telah memiliki kompetensi yang sangat teruji selama bertahun-tahun sejak diundangkannnya Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dengan tujuan untuk mendidik seluruh anggota-anggotanya agar mampu memiliki keterampilan dalam praktek, memiliki keahlian serta memiliki kompetensi sebagai advokat yang mandiri dengan turut berkontribusi secara aktif didalam melakukan proses penegakkan hukum dan keadilan (due proses of law), karena Advokat jelas merupakan salah satu pilar penegakkan hukum di Indonesia sebagaimana bunyi Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat yang menyebutkan bahwa  "Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan Perundang-undangan", maka kedudukan adavokat adalah setara atau sederajat dengan aparat penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun