Mohon tunggu...
Josse Joylando
Josse Joylando Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Liburan ke Rumah Kakek

19 November 2022   19:12 Diperbarui: 19 November 2022   20:01 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu pagi di hari sabtu, seorang anak laki-laki bernama Dimas dengan keluarganya hendak pergi menuju rumah nenek dan kakeknya yang berada dangat jauh dari rumah Dimas. Hari itu langit terlihat cerah tidak berawan yang membuat keadaan tidak dingin juga tidak panas.

"Ibu" Dimas berbisik dari kursi belakang memanggil Ibunya yang duduk di bangku depan sebelah supir, supirnya tersebut merupakan ayahnya sendiri.

"Ada apanak?" Ibu dimas menoleh ke belakang ke arah anak pertamanya itu.

"Dimas pernah denger kalau, kakek itu angker ya?" tanya Dimas dengan ekspresi takut.

"ihhh, engga, mungkin keliatan sedikit aneh soalnya kakek masih mengikuti adat daerahnya dulu" Jawab ibu dimas dengan santai.

"Hmmm, iya juga ya bu" Dimas menganggukan kepalanya.

"Dimas udah ga sabar nih ke rumah kakek dan nenek!" seru dimas dengan ekspresi tersenyum.

Selang 5 jam kemudian...

Matahari sudah mulai diatas kepala, jam pun menunjukan pukul 1 siang. Dimas dan keluarganya baru sampai di rumah kakek dan neneknya yang terletak agak terpencil ke arah perdalaman. Bahkan, lingkungan sekitarnya terlihat masih asri dipenuhi dengan pohon-pohon yang menghiasi sepanjang halaman rumah.

Sesaat sebelum masuk ke rumah, dimas melihat sesuatu dan bertanya.

"Ibu-Ibu itu apa bu yang ada di sudut rumah?" tanya dimas dengan raut penasaran.

"Ohhhhh, itu.... Itu Namanya sesajen, biasanya digunakan untuk memberi sesembahan untuk keluarga kita yang sudah tidak ada." Jawab ibu dengan nada halus.

"Dimas baru pertama kali lihat buu." Seru dimas dengan nada penasaran.

"Dimas sayang jangan disentuh ya nanti dimarahin loh sama kakek nenek." Seru ibu dengan nada memperingati.

Dimas menyalimi kakek dan neneknya, Dimas masuk ke kamar dan bermain. Tak lupa dia membawa setoples makanan untuk cemilan. Dia mengingat perbincangan dengan sepusupnya beberapa bulan sebelum dia kesini.

Beberapa minggu yang lalu.

Dimas menatap ponselnya yang berdering di atas tempat tidur. Dia meletakkan novel yang sedang dibacanya di atas meja terlebih dahulu lalu berjalan meraih ponselnya. Terdapat nama kak Anis sepupunya. Dimas mengeres ikon hijau lalu menempelkan ponsel ditelinganya.

"Hallo?" Dimas membuka percakapan telebih dahulu.

"Ha...low, apa kabar?" Suara kak anis terdengar antusias.

"Dimas baik kok, kakak sendiri gimana?"

"Baik lah..., hehe..." Kak Anis terkekeh di akhir kalitnya. "kakak denger beberapa pekan lagi kamu mau ke rumah kakek nenek yaaa?"

"iya nihh, kok bisa tau siii? Ada apa?"

"Waktu malam kak kan menginap di sana, pada pukul 12.00 malam, kakak tuh kebangun kan.., terus kak jalan ke kamar mandi, liat si diandra lagi berdiri depan cermin sebelah kamar mandi, terus duduklah dia  dan kamu mau tau ga dia ngapain?"

Dimas terdiam sedang menunggu kak Anis menyambung kalimat yang sengaja digantungkannya tersebut yang sengaja digantungkannya itu sampai semua suara membuat perhatian dimas berubah.

"Dimas......" teriak ibu dimas bergema di dalam rumah dan membuat kak Anis di telpon berkata," Ibu muh manggil tuh, entar kapan-kapan lagi aja ya kakak sambungin ceritanya."

"yah..., ko ngegantungin gitu sii" Dimas berbicara dengan nada kecewa.

"Hehe, gapapa biar kamu kepo, sana ibu manggil tu entar marah loh, kakak matiin ya dadah."

"Dadah kak Anis..." Dimas menutup telponnya lalu meletakkan kembali ponselnya.

Pada saat ini

Dimas terdiam sesaat memikirkan apa yang dibilang kakaknya tersebut namun terbuyar karena teriakan mamahnya tersebut.

"Dimasssssssss, kesini kumpul bareng yu." Panggil ibunya dari ruang keluarga.

Dimas tersadar bahwa seharian dia tiduran di kasur sedangkan keluarga lainnya sudah di ruang keluarga. Matanya menatap langit yang tampak ke jingga-jinggaan. Hembusan angin sore menerpa tubuhnya dan memberi perasaan yang merilekskan. Suara rantin pohon yang saling bertabrakan membuat suasana tersendiri." Dedaunan pohon bergerak bersamaan dengan angin yang terus bertiup. Entah mengapa, hari ini hawanya terasa aneh.

Dimas berlari kecil kea rah ruang keluarga. Semua sedang berkumpul di sana saling berbincang satu sama lain, namun perhatiannya berpindah pada suara larian, Dimas melirik ke kiri dan ke kanan, ada sesosok yang menghampiri Dimas.

"ih boni, anjingku yang manis. Kamu kemana aja dari tadi aku nyariin loh.."

"kakek-kakek kalau kamar mandi ada dimana yaa?" tanya Dimas sambal menhan kencing.

"Kamu nanti belok ke kiri aja ada di ujung." Jawab kakek

Dimas berjalan ke arah yang ditunjuk oleh Kakeh tadi, dia menoleh ke kiri dan kanan menatap sekeliling. Matanya tertuju kea rah kamar mandi. Beberapa menit kemudian Dimas berhenti keluar dari kamar mandi dan tertuju pada sebuah lukisan besar seukuran cermin seluruh badan. 

Lukisan seseorang perempuan cantic dengan kebya putih melekat sempurna di tubuhnya. Wajah tanpa make-upm tatapan yang tajam memberi kesan berbeda. Cukup lama terpanah dengan lukisan tersebut. Dia berpikir kira-kira siapa yang ada di lukisan itu?

Entah mengapa matanya menatap ke arah Dimas terus yaa, atau itu hanya perasaannya saja? Pada akhirnya Dimas mengangkat bahunya kemudian berjalan mengabaikan perasaan ganjilnya yang menyelimuti hari dan pikirannya.

Bulan sudah mulai keluar. Langin yang tadinya biru telah berganti hitam. Bintang-bintand bertaburan ranpa malu menerangi gelapnya langit. Suasana terasaa dingin bagi Dimas, kini dia sedang bersiap untuk tidur. Piyama sudah melekat di tubuhnya, tangannya sudah bergerak ke arah kasur dan hendak mematikan lampu kamar kemudan menyalakan lampu tidur. Menarik selimut lalu menutup matanya.

Waktu demi waktu berlalu, detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam tak berhenti, tepat pukul 12.00 Dimas terganggu dari tidurnya. Dia mengingat kamar mandi yang yang dekat ruang makan.

Matanya sayup-sayup memperhatikan sekeliling yang sepi. Saat hendak memasuki daerah ruang makan kakinga berhenti berjalan. Dia sembunyi di belakang tembok pembatas dekat pintu masuk. Kepalanya menengok ingin melihat seseorang yang sedang berdiri di depan lukisan? Bukan, itu bukan lukisan melainkan sebuah cermin. Bagai mana bisa? Dimas tau tadi disana hanya ada sebuah lukisan bukan cermin.

Atau yang dia lihat tadi sore memang bukan sebuah lukisan melainkan cermin? Hawa dinginya malam mengenai tubuhnya. Suara petir membuat keadaan semakin mengerikan. Dimas tidak dapat melihat dengan jelas di sana karena cahaya yang remang-remang. Lagi, suara petir terdengar keras bersamaan dengan kilat menyambar membuat cahaya masuk melalui cela-cela jendela.

Dia melihat seorang anak yang seperti adiknya sedang bermain suit.

"Apa yang benar saja, bagaimana caranya bermain suit dengan cermin? Kelakuan anak kecil memang ada ada saja. Hahahahah...." Guman dimas dalam hati

"Yeyy, aku menang lagi" Jerit adik dimas

Dimas kaget. jantungnya berdebar debar. Pikirannya kacau serasa berjuta pertanyaan masuk dalam pikirannya. Bagaimana bisa dia menang bermain suid dengan cermin? Itu hanya sebuah cermin! Secara logika cermin hanya memanculkan saja jadi tidak mungkin seseorng dapat menang bermain suit dengan cermin.

Dimas kembali memastikan apa itu adiknya atau bukan

Dek? Itu adik ku atau bukan? Bukan itu bukan adik ku. Seorang gadis kecil dengan baju tidur. Lucunya, tapi saying suasanya tidak mendukung, baju kusut, rambut berantakan. Dimas hanya memiliki sebuah pertanyaan, apa dia manusia? Dimas sendiri tidak yakin.

Mendadak dimas merasa, apa dirinya melakukan kesalahan selama di sini? Mengapa hatinya merasa tak nyaman. Seolah dia berbuat kesalahan sejak pertama dating ke sini.

"Apa kesalahanku? Ahh, aku ingat aku lupa mengucapakan salam."
"Sepertinya penjaga di sini tidak menerima kehadiranku karena aku kurang sopan." Simpul dimas dalam hatinya.

Sekarang aku harus apa? Minta maaf? Tidak-tidak, itu terdengar terlalu nekat. Matanya membelalak ketika mendengan suara langkah kaki mendekat. Meski samar-samar, langkah kaki itu terdengar jelas. Dengan cahaya remang-remang Dimas melihat kea rah sana sekali lagi dan dia terlihat diam di tempat.

Petir menyambar, cahayanya lagi-lagi masuk ke dalam rumah membuat suasana semakin mencekam. Setiap petir berbunyi, dia selalu terlihat semakin dekat dan dekat.

Dimas merasa tubuhnya kaku tak mau bergerak seolah kakinya ditahan walau dia sudah memaksa jalan. Detik itu juga akhirnya Dimas berlari sekuat tenagha kembali ke kamar. Dia langsung mengunci pintu dari dalam. Bersadar di balik pintu. Untunfnya pintu ini hanya bisa dibuka dari arah dalam saja. Nafasnya terasa tersenggal-senggal, jantungnya berdetak cepat. Keringat bercucuran di seluruh tubuhnya, namun hawanya masih terasa dingin.

Dimas segera merebahkan tubuhnya di atas karus kemudian menup seluruh tubuhnya dengan selimut dari atas kepa hingga kaki. Dia masih saja takut.

Suara pintu terbuka, membuat Dimas kembali takut. Jantungnya yang sudah normal kembali berdetak hebat. Bagaimana bisa seseorang membuka pintu itu? Tubuhnya gemeran di balik selimut. Samar-samar suara langkah kaki mendekat.

Dari balik selimutnya, Dimas merasakan ada yang memegang tangannya, hawa dingin membuat dirinya merinding. Kilat kembali menyambar dengan keras membuat laura terkejut kembali.

Rasanya seolah waktu berjalan sangat lama. Genggaman tangan itu terasa tak mau pergi waktu terasa begitu pelan dan lama. Dimas akhirnya bisa bernafas lega saat pengangan tangan itu menghilang. Namun, dia masih tidak berani membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Tidak terasa mimpi dating menjemput.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun