Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukum Kekayaan Intelektual : Perkenalan

7 Maret 2024   13:41 Diperbarui: 8 Maret 2024   09:26 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sedikit Latar Belakang.

Di Indonesia, Hukum Kekayaan Intelektual dikenal pertama kali dikenal dengan nama Hak Atas Kekayaan Intelektual ( HAKI ). Seiring peraturan nomor 24/M/PAN/2000 dan surat Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI M.03.PR.07.10 tahun 2000, akronim Hak Atas Kekayaan Intelektual kemudian berubah menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Bersamaan dengan hal tersebut, perubahan secara struktur kementerian serta pengenalan konsep di masyarakat juga berubah dari penggunaan terma HAKI menjadi HKI, tanpa menghilangkan substansi dari Pengaturan itu sendiri. Sekitar satu setengah dekade kemudian, HKI kemudian berubah lagi menjadi KI ( Kekayaan Intelektual ) berdasarkan Perpres 44/2015.

Maka, apabila kemudian mendengar orang yang berkata tentang HAKI atau HKI yang masih juga sering dikatakan, hal tersebut pada dasarnya sama dengan pengaturan KI. Hanya saja, mungkin orang yang membicarakan tentang kekayaan intelektual tidak begitu update dengan peraturan perundangan, dan hal tersebut wajar mengingat ada sangat banyak peraturan perudangan di Indonesia.

Secara sangat sederhana, Kekayaan Intelektual sendiri dapat diartikan sebagai hasil pemikiran yang dimanifestasikan menjadi wujud nyata lewat cara-cara tertentu, dimana wujud pemikiran itu dapat dikenakan nilai moneter atas pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya.

Secara holistik, intelektual sendiri hakikatnya dimiliki semua manusia sebagai mahluk sentient, namun tingkat pengolahan data yang setiap individu berupa pengetahuan, kemampuan berlogika dan/atau berasio, memiliki perbedaannya masing-masing pada setiap individu. Pemikiran atas kemampuan immaterial tersebut yang kemudian dapat dikenakan nilai dan menjadi akar dari kekayaan intelektual.

Adapun Kekayaan Intelektual menjadi salah satu hal yang kemudian diatur hukum, pada dasarnya bersandar pada kepentingan hukum dan kepentingan ekonomi. Kepentingan hukum yang dimaksud terkait dengan regulasi sosial, dan kepentingan ekonomi secara praktis langsung merujuk pada urusan cuan.

Regulasi sosial berpijak pada bagaimana suatu hukum melakukan tindakan pragmatis terhadap masyarakat, yaitu mengatur hajat hidup orang banyak. Dalam spektrum Kekayaan Intelektual, pengaturan tentang hasil berfikir kadang menjadi salah satu hal yang dapat dipersengketakan karena substansi dari pemikiran itu sendiri. Dan dengan demikian, maka kekayaan intelektual perlu diatur dengan harapan tidak terjadi sengketa, terutama oleh para masyarakat yang bertahan hidup dengan pemikiran serta karya-karya mereka.

Kehidupan orang dari pemikiran dan karya sendiri sudah terjadi sejak jaman dahulu kala, bahkan dapat ditarik pada masa peradaban tertulis pertama, yaitu pada zaman Mesopotamia, dimana bukti dari adanya Kekayaan Intelektual dapat dilihat dari arsitektur, benda-benda seni arkais, dan tehnik-tehnik pembuatan barang dan monumen, yang kini menjadi artefak serta dikategorikan sebagai peninggalan kuno.

Disatu sisi, pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual juga dinilai dari faktor ekonomi. Secara nyata, bahwa ada orang-orang yang memiliki profesi sebagai penulis, pelukis, produser, pemusik, pekerja seni lainnya, hidup dengan menggantungkan nasib mereka pada karya-karya yang telah dihasilkan.

Guna memberikan antusiasme terhadap para pencipta, maka pengaturan Kekayaan Intelektual sangat menitikberatkan pada faktor ekonomi daripada pada faktor hukum itu sendiri. Konsep yang menekankan pengaturan lebih meletakkan Kekayaan Intelektual dapat dilihat dari konsep Kekayaan Intelektual Komunal, yang nantinya akan dibahas pada serial ini. Untuk memperjelas apa saja yang diatur dalam konsep Kekayaan Intelektual dari segi hukum positif, maka perlu diketahui tentang ruang lingkup pengaturan pada umumnya.

RUANG LINGKUP HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL.

Kekayaan Intelektual sebagai benda tidak berwujud memiliki dua cabang terpenting. Pertama adalah perihal Hak Cipta dan kedua adalah Kekayaan Industrial. Kekayaan Industrial kemudian terbagi menjadi beberapa objek, meliputi Paten, Varietas Tanaman, Merek, Desain Industri, Rahasia Dagang, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Berikut adalah list dari undang-undang terkait Kekayaan Intelektual :

  • UU 29 tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
  • UU 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
  • UU 31 tahun 2000 tentang Desain Industri.
  • UU 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  • UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
  • UU 13 tahun 2016 tentang Hak Paten.
  • UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
  • PP 56 tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal.
  • UU 6 tahun 2023 tentang Perubahan Pertama UU 11 tahun 2020 Cipta Kerja.

Semua peraturan perundangan tersebut mengatur tentang Kekayaan Perindustrial, kecuali perihal Hak Cipta dan KIK (Kekayaan Intelektual Komunal ) yang diatur secara lebih spesifik secara sistematis. Terkait Hak Cipta, klasifikasi produk dapat diketahui dari Huruf a Bagian Menimbang UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbunyi :

"bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;"

Terkait Kekayaan Intelektual Komunal, PP a quo menerangkan bahwa keragaman budaya dan kekayaan alam Indonesia dalam bentuk ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, indikasi asal, dan potensi indikasi geografis merupakan bentuk Kekayaan Intelektual Komunal sebagai modal dasar pembangunan nasional.

Mengapa dipisahkan? Karena Hak Cipta dan Kekayaan Intelektual Komunal memiliki cakupan yang lebih umum daripada Kekayaan Industrial lain. Lebih umum yang dimaksud merujuk pada kekuatan daya cipta orang yang lebih mudah direplikasi dan dimanifestasikan. Karena lebih mudah, maka lebih banyak orang yang dapat melakukannya, menjadikan ketentuan hak cipta seyogianya dipisahkan agar lebih mudah diregulasi. Misal, proses kreasi penulis membuat artikel ilmiah tentang hukum, sangat berbeda dengan proses kreasi inventor Pembangkit Listrik Tenaga Gravitasi, dan sebagainya.

Prinsip, Sistem, Proses dan Teori.

Pada Prinsipnya, Hukum Kekayaan Intelektual melindungi dua spektrum terpenting yang ada dalam konsep Kekayaan Intelektual. Pertama, adalah Hak Moral. Kedua adalah Hak Ekonomi. Hak moral adalah hak orang untuk menikmati nilai-nilai semantik dari hasil intelektualnya. Hak moral inilah yang kemudian memberikan identitas bagi sang pencipta dan menggambarkan kapasitas dan kapabilitas orang tersebut dalam pemikiran atau karya-karyanya. Sifat dari hak moral adalah menyatu dengan penciptanya.

Sementara Hak Ekonomi adalah hak orang menikmati nilai moneter hasil intelektualnya. Berbeda dengan Hak Moral yang menyatu dengan penciptanya, Hak Ekonomi dapat dipisahkan oleh penciptanya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan sesuai antusias pasar itu sendiri. Wujud Hak Ekonomi biasanya adalah suatu pengumuman suatu ciptaan, kebolehan untuk penggandaan kreasi.

Dalam melindungi hak moral dan hak ekonomi tersebut, terdapat prinsip-prinsip yang seyogianya dipegang agar regulasi terhadap kebijakan dapat menyentuh seluruh aspek perlindungan itu sendiri. Prinsip-prinsip tersebut meliputi :

Prinsip perlindungan Hukum Karya Intelektual.

Prinsip ini menekankan pada nilai orisinal yang kemudian menjadi dasar utama untuk melindungi Karya Intelektual itu sendiri. Orisinal yang dimaksud tidak harus selalu baru sepenuhnya, mengingat ada pepatah yang berkata 'there is nothing new under the sun'.

Namun orisinalitas yang dimaksud lebih mengarah pada otentifikasi suatu produk itu sendiri. Sehingga walaupun suatu produk berwujud sama, namun diciptakan dengan proses yang sangat jauh berbeda, kedua produk tersebut akan memiliki nilai Kekayaan Intelektualnya masing-masing.

Prinsip Keseimbangan Hak dan Kewajiban.

Prinsip ini bicara tentang peranan yang ada dalam proses dan hasil Kekayaan Intelektual. Dalam hal ini, ada upaya untuk menemukan keseimbangan sehingga tidak ada pemangku kepentingan Kekayaan Intelektual yang merasa dirugikan.

Prinsip Keadilan.

Prinsip ini bicara tentang timbal-balik antara kepentingan pencipta dengan masyarakat. Kekayaan Intelektual yang diciptakan para pencipta seyogianya mampu untuk menghasilkan imbalan setimpal atas hasil jerih payah mereka melahirkan suatu karya, baik imbalan tersebut bersifat material maupun immaterial.

Prinsip Perlindungan ekonomi dan moral.

Prinsip ini bicara tentang tentang jaminan terhadap manfaat dari karyanya. Manfaat yang dimaksud kembali pada manfaat moral dan ekonomi, seperti halnya pengakuan atas suatu ciptaan, uang yang didapatkan, dan sebagainya.

Prinsip Teritorialitas.

Prinsip ini menekankan pada tempat dimana ciptaan itu dibuat. Negara memiliki kedaulatan untuk meregulasi Kekayaan Intelektual apa yang sekiranya dapat diberikan perlindungan, begitu juga dengan menetapkan ciptaan seperti apa yang boleh diciptakan dalam lingkup wilayah kedaulatannya.

Prinsip Kemanfaatan.

Prinsip ini memberikan aksentuasi terhadap perkembangan Kekayaan Intelektual. Kekayaan Intelektual yang semakin berkembang akan memberikan manfaat bagi pengembangan IPTEK dan kemudian dapat difungsikan ke dalam standar hidup masyarakat.

Prinsip Moralitas.

Berbeda dengan prinsip ekonomi dan moral yang menekankan kemanfaatan, prinsip moralitas disini lebih merujuk pada Kekayaan Intelektual yang sejalan dengan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat secara umum.

Prinsip Alih Teknologi.

Prinsip ini bicara tentang Kekayaan Intelektual yang dipadu dengan teknologi untuk membantu proses penciptaannya, dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dalam menfaatkan teknologi tersebut untuk menghasilkan karya.  

Sebagai suatu benda tidak berwujud, Kekayaan Intelektual memiliki ciri-ciri tersendiri. Pertama, hak terhadap Kekayaan Intelektual tidak melekat begitu saja, melainkan harus berdasarkan deklarasi yang dapat dibuktikan keabsahannya. Ciri lainnya adalah Kekayaan Intelektual tidak dapat berdiri sendiri melainkan juga termanifestasi menjadi benda berwujud.

Kemudian, ciri kekayaan intelektual lain adalah hak yang tertanam pada individu pemilik kekayaan intelektual tersebut bersifat absolut dan ekslusif. Absolut karena hanya individu itu yang pada dasarnya boleh mengelola kekayaan intelektual tersebut, sementara ekslusif lebih pada kepemilikan kekayaan intelektual tersebut mutlak hanya dimiliki individu itu.

Secara sistematis, perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual mencakup beberapa susun 'roda gigi' yang saling berkesinambungan dan mempengaruhi agar Hukum Kekayaan Intelektual dapat bergerak optimal. 'roda gigi' tersebut meliputi subjek, objek, jangka waktu, dan perbuatan yang dapat dilakukan subjek terhadap objek.

Secara proses, perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual dimulai dari kemampuan olah pikir dan intelektual seseorang, yang ada dalam diri masing-masing individu. Kemudian individu tersebut membuat suatu karya, dimana karya tersebut dapat memiliki manfaat atau nilai ekonomi tertentu. Karya tersebut yang kemudian dapat dikenakan Hak Kekayaan Intelektual dan diberikan 'baju' hukum.

Dengan 'baju hukum' tersebut, karya individu dapat dimanfaatkan sedemikian rupa untuk mengembangkan nilai ekonominya dengan cara produksi masal, eksploitasi, jual-beli, investasi, dan pada tingkat tertingginya menjadi pasar baru bagi masyarakat yang menggunakan karya tersebut secara sadar atau tidak sadar.

Sistem dan proses perlindungan Kekayaan Intelektual tersebut kemudian menjadi bahan kajian terhadap teori-teori hukum yang berlaku. Ada sangat banyak sekali teori hukum yang terus berkembang sejak jaman Mesopotamia hingga sekarang, namun sampai saat ini epistemologi holistiknya terbagi menjadi enam koridor saja, meliputi Mahzab Hukum Alam, Mahzab Positivisme, Utilitarian, Sejarah, Social Jurisprudence, dan Realisme Hukum, dimana keenam nalar pemikiran tersebut beradaptasi dengan subjek dan objek kajian hukum itu sendiri.

Secara lebih spesifik, teori perlindungan Kekayaan Intelektual sangat dipengaruhi oleh hak ekonomi individu untuk menikmati hasil dari pemikirannya. Dari premis demikian, maka teori perlindungan Kekayaan Intelektual berkembang dengan menitikberatkan bagaimana para individu dapat menikmati hasil dari karyanya secara nyata.

Robert M Sherwood, sebagaimana dikutip Dari BPHN, menerangkan bahwa untuk memberikan perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual, kebijakan hukum setidaknya berlandaskan dengan teori yang meliputi :

Reward Theory.

Menyatakan bahwa pencipta harus dilindungi dan dihargai atas upaya kreatif menghasilkan karya.

Recovery Theory.

Menyatakan bahwa pencipta harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya dalam menghasilkan suatu karya.

Incentive Theory.

Menyatakan pemberian intensif untuk menstimulasi kegiatan yang berguna terhadap pengembangan karya.

Risk Theory.

Menyatakan bahwa hasil karya yang mengandung resiko dalam penciptaan, baik dari segi moral maupun ekonomi, sehingga perlindungan terhadap hasil dan proses penciptaannya wajar untuk dilindungi.

Economic Growth Stimulus Theory.

Bahwa suatu hasil karya memungkinkan untuk pembangunan ekonomi.

Selain teori yang dikemukakan oleh Sherwood, ada banyak lagi teori lain yang juga dikemukakan dalam memberikan perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual. Namun menurut penulis, kelima teori tersebut cukup komprehensif untuk menjadi jembatan lintas teori yang dikemukakan sebelum dan sesudah Robert M Sherwood mencetuskan konsep tersebut.

Dan demikianlah, pengenalan Hukum Kekayaan Intelektual. Tulisan ini tidak sempurna, terutama dalam kajian prinsip dan teori yang sebenarnya bila dijabarkan dapat menjadi ratusan halaman dan beberapa bentuk buku (buku Robert M Sherwood saja mencapai 600 halaman untuk menjabarkan teorinya). Namun demi simplifikasi, penulis berusaha sebisa mungkin meramu sendi-sendi esensial agar befungsi bagi penulis sendiri dalam kegiatan kuliah, dan bagi orang lain yang juga ingin tau apa itu Hukum Kekayaan Intelektual.

Tulisan ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Referensi :

Modul Perkuliahan Universitas Terbuka.

Naskah Akademik RUU tentang Kekayaan Industri. BPHN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun