"Jangan-jangan kamu mikirin aku?"
"Nggaklah! Pede amat kamu!"
Bima berdiri di depanku. Kedua tangannya dilipat di dadanya. Dia menyunggingkan senyum sinis.
"Jujur saja. Temen-temen banyak yang bicarain sikap kamu ke aku."
Aku tertawa ringan saat Bima mengucapkan hal yang menyebalkan itu.
"Ternyata kamu nggak jauh beda sama Mbak Yani! Seneng sama pergosipan."
Ucapanku itu sukses membuat sikap sombongnya runtuh.Â
***
Sejak saat itu aku tak menggubris Mbak Yani atau teman lain kalau menggodaku. Apalagi kudengar kalau sebenarnya Bima itu lagi pedekate dengan teman dari posko KKN sebelah. Aku tak mau kalau dikira mengejarnya, meski dalam hati aku memang menaruh hati padanya.
Kusibukkan diri dengan kegiatan yang sudah terprogram. Aku mau melupakan rasa sedih dan kecewa yang pelan-pelan menyusup dalam hati.
"Hei, semangat sekali, Tya!"