"Aku pasrah ya, Allah. Huhuuuu," ucap Pipit sambil terpejam.
Di saat itulah, dia merasa gerakan angin semakin pelan. Namun dia sudah terlalu lemah untuk mengepakkan sayapnya.
Werrr...
Tiba-tiba Pipit merasa ada yang menyambar tubuhnya. Dia berpikir kalau pasti berada di alam lain.Â
"Pipit, bangun! Sadarlah!"
Pipit mengenali suara tegas itu.Â
"Seperti suara Pak Burung Hantu," batin Pipit.
Perlahan Pipit membuka matanya. Apa dipikirkannya tadi benar, ada Pak Burung Hantu, gurunya yang sedikit mencengkeram sayapnya.
"Pak Burung Hantu, terima kasih," ucap Pipit dengan suara lemah.
Pak Burung Hantu tidak berkata apa-apa. Dia segera mencari pohon besar dan teduh untuk membaringkan Pipit. Tak lupa, dia juga menyiapkan makanan untuk Pipit biar lekas sehat dan segar.
Pipit merasa malu kepada Pak Burung Hantu, gurunya itu. Dia sudah diajari tentang cara membaca tanda-tanda alam, mengenali makanan yang aman, dan menghindari kalau ada bahaya. Tetapi dia tak pernah memerhatikan penjelasan gurunya itu. Dia malah sibuk bermain, sering memutus penjelasan hingga Pak Burung Hantu sering mengingatkannya.