"Ayo kita membuat istana kue!"Â
Dila mengajak Haura membuat istana kue. Bukan tanpa alasan. Mereka sedang membawa plastisin. Plastisin itu dibentuk menjadi aneka kue yang cantik. Warna-warni.
Kebetulan plastisin yang dibawa cukup banyak. Jadi, kue-kue yang dibuat pun banyak, meski dengan ukuran kecil-kecil.
Dila dan Haura terlihat senang bermain kue berbahan plastisin itu. Kue-kue itu disusun menjadi sebuah istana.
Mereka berdua tak lelah bermain dan mengobrol. Dalam pikiran mereka, mereka berpetualang di Istana kue yang besar dan megah. Hingga mereka kelelahan. Rasa kantuk pun tak dapat mereka tahan.
Dengan semilir angin di bawah pohon tua, mereka tertidur pulas. Namun mereka harus terjaga karena ada seekor kelinci lucu yang mendekat. Kelinci itu menyentuh tangan Dila dan Haura.
"Halo, anak-anak cantik. Bangunlah!"
Dila dan Haura mau tak mau membuka mata. Tampaklah kelinci putih yang lucu. Di belakangnya ada sebuah pemandangan yang membuat mereka berdua takjub. Sebuah istana yang tak asing terlihat jelas.
"Dila, itu kan istana yang kita buat. Kenapa menjadi besar begitu ya?"Â
Haura merasa heran dan takjub dengan istana kue yang sangat besar, cantik. Persis yang mereka buat tadi.
"Jangan-jangan kita yang mengecil ya, Haura?"
Haura menggelengkan kepala. Dia terlihat bingung. Lalu dilihatnya pohon tua tempat mereka berteduh.
"Pohon ini besar dan tinggi. Tapi sepertinya wajar sih," ucapnya lirih.
Dia menatap sekelilingnya. Tampaklah bunga mawar dan melati di seberang jalan. Akhirnya dia mengajak Dila untuk mendekati bunga mawar dan melati itu. Tujuannya untuk meyakinkan kalau istana kue memang menjadi besar atau mereka berdua yang menyusut dan menjadi kecil.
Mereka berlari kecil dan cepat sampai di dekat bunga mawar dan melati.
"Wah, kita tetap normal, Haura!" ucap Dila, saat menyadari kalau ukuran bunga mawar dan melati itu wajar. Sesuai yang mereka lihat sehari-hari.
"Tapi, kenapa istana kue kita bisa membesar?" tanya Haura keheranan.
"Istana itu menjadi tempat berteduh dan tinggal orang banyak, anak-anak cantik. Kalian sebagai pemiliknya tidak pelit. Makanya hati istana kue itu senang dan akhirnya menjadi luas."
"Maksudmu apa, Kelinci?"
Haura dan Dila penasaran, kenapa Kelinci itu mengetahui kalau mereka berdua adalah pemilik istana kue.
"Tadinya istana kue itu kecil sekali. Tapi kalian baik hati, menampung binatang-binatang kecil seperti semut, lebah, dan lainnya. Ukuran istana menjadi besar. Semakin banyak penghuni istana, istana pun semakin luas."
Haura dan Dila kaget dan tak percaya dengan ucapan Kelinci. Mereka ingat, kalau tadi membiarkan semut dan lebah masuk ke istana buatan mereka.
"Kita seperti hidup di negeri dongeng, Dila!" ucap Haura sambil melihat ke arah istana kue. Lalu pandangannya kembali ke arah Dila.
"Bagaimana kalau kita keliling istana kue ini?" tanya Haura.
Dila terlihat ragu.
"Istana kue ini bukan milik kita, Haura," ucap Dila dengan ragu.
"Tapi awalnya kita yang bikin 'kan? Pasti kita boleh jalan-jalan deh."
Akhirnya mereka berdua berkeliling istana kue. Kata-kata Kelinci tadi benar, istana kue punya penghuni yang sangat banyak. Mereka terlihat sangat bahagia. Makanan tersedia di mana-mana. Mereka tak perlu membeli untuk makan makanan itu. Semua tersedia di berbagai tempat.Â
Haura dan Dila pun ikut menikmati makanan yang disediakan di beberapa sudut istana kue.
"Haura, aku ingat. Pas bikin istana kue, aku sempat membuat gaun cantik. Apa kira-kira gaunnya ada di dalam istana ya?" tanya Dila.
Haura menggelengkan kepalanya. Dia tidak mengetahui kalau sahabatnya tadi membuat gaun dari plastisin.
"Ayo kita cari, Haura! Aku penasaran banget!"
Mereka berdua segera menghabiskan makanan dan beranjak ke dalam istana kue. Tak ada suasana bising. Semua terlihat tenang dan nyaman. Semua penghuni saling menyapa satu sama lain.
Dila dan Haura menjadi pusat perhatian para penghuni istana kue.Â
"Selamat sore, Tuan Putri," begitu sapa mereka saat melihat Dila dan Haura.
Mereka berdua tersenyum untuk membalas sapaan para penghuni istana.
"Kenapa mereka kenal kita ya, Dila?"
Haura penasaran, apa yang membuat mereka disapa dengan ramah. Namun tak ada jawaban yang mereka temukan.
Mereka terus berjalan ke arah dalam istana. Beberapa waktu kemudian, mereka terkejut, pada sebuah dinding istana terlihat foto mereka berdua.
"Dari mana foto itu?"Â
Haura dan Dila saling memandang.Â
"Apa kamu memasang foto pada istana kue kita, Haura?" tanya Dila.
"Nggak, Dila."
Mereka menatap heran. Mereka masih bingung dengan keberadaan foto itu.
"Orang dalam foto itu sangat kami kenal karena dengan kebaikannya, kami bisa tinggal di istana ini. Ternyata sekarang saya bisa bertemu langsung dengan orang dalam foto itu," cerita Burung Hantu yang mereka jumpai. Kini terjawab, kenapa Kelinci dan beberapa penghuni istana kue menyapa dan menganggap Haura dan Dila sebagai pemilik istana.
"Terus, fotonya dari mana?"
"Dari Ayah dan Ibu kalian," jawab Burung Hantu.
"Ayah dan Ibu?"Â
Mereka semakin bingung karena mereka bukan dua bersaudara.
"Ayah dua gadis cantik itu sakit-sakitan. Rindu anak-anak mereka. Ibu merawat dengan sabar."
"Hah?"
***
"Masuk dan jumpailah orang tua kalian, Tuan Putri," ucap Burung Hantu itu.
Mereka akhirnya masuk ke sebuah ruangan yang cukup luas. Pada sudut ruangan terlihat lemari kaca. Lemari itu menyimpan gaun cantik warna pink.
Dila berlari kecil ke arah lemari itu. Matanya berbinar-binar. Dia tak percaya kalau gaun yang dibuatnya bisa dilihat dengan jelas. Ukurannya pun sama dengan ukuran pakaian yang dikenakannya.
Semula Dila mau membuka lemari kaca itu. Namun mereka dikejutkan dengan suara seseorang.
"Dila!"
"Ayah!"
Dila berlari mendekati Ayahnya.Â
"Ini benar Ayah?" tanya Dila kepada seorang lelaki di hadapannya.
"Iya, Dila. Ayah sudah menunggumu. Ayah pingin melihatmu mengenakan gaunmu."
Dila mau beranjak dari tempatnya berdiri. Namun dia ingat kalau Burung Hantu itu mengatakan bahwa Ayahnya sakit.
"Ayah sakit apa? Tadi Burung Hantu bilang kalau Ayah sakit."
Ayah tersenyum. Tangannya mengusap kepala Dila.
"Ayah sudah sembuh, Dila," ucap Ibu Dila yang berjalan ke arah mereka.
"Beneran?"
Ayah Dila tertawa saat melihat wajah Dila.
"Oh iya, Om Sean ada di dalam. Dia menunggu Haura," ucap Ibu Dila. Om Sean adalah ayah dari Haura.
Haura yang dari tadi berada di samping Dila, akhirnya berjalan ke sebuah ruangan yang ditunjukkan oleh Ibu Dila. Ternyata ruangan itu kosong.
"Di mana Ayah?" tanya Haura dalam hati.
"Ayah di sini, Haura!"
Suara Ayah Haura mengejutkannya. Tiba-tiba saja Ayah Haura berada di belakang Haura.Â
"Ayah ini mengagetkan saja!" seru Haura.
Ayah Haura tidak menanggapi ucapan putrinya itu. Dia mengajak Haura baik ke atas balkon.
"Ajak Dila juga ya, Haura!"
Mereka bertiga, disusul Ayah dan Ibu Dila akhirnya sampai balkon istana.
"Lihatlah, Dila-Haura! Kalau kalian baik kepada siapapun, termasuk penghuni istana ini, akan membuat istana semakin besar," ucap Ayah Haura.
"Kalian jadilah anak yang baik kepada siapapun, biar bisa membangun harapan bagi orang banyak."
Haura dan Dila mengangguk. Mereka tersenyum. Istana kue itu ternyata membahagiakan seluruh penghuni istana yang tadinya hanya sedikit.
___
Branjang, 28-29 Agustus 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H